23. Franklin

341 80 0
                                    

Jika tak mampu menghentikan, setidaknya buat kesan manis saat perpisahan.

*
*
*

Happy Reading

***

Suasana nampak begitu tenang, semuanya hanyut dalam tangisan yang mungkin mereka sembunyikan di lubuk hatinya masing-masing.

Hanya ada suara sesenggukan wanita paruh baya yang terus menerus menyebutkan nama anaknya dengan lirih.

Minggu ini, cuaca ikut melengkapi kesenduan yang terjadi. Gelap, padahal hari sudah sangat pagi, pun bisa dibilang menjelang siang.

Perlahan semuanya pergi, meninggalkan pemakaman dengan batu nisan Kenzio Aurora.

Kini segumpal tanah telah menenggelamkan jasadnya, membangun tempat peristirahatannya yang terakhir.

Dengan langkah gontai Rena meninggalkan anaknya sendiri, benar-benar sendiri.

Gadis yang sedari tadi merangkulnya ikut masuk ke dalam mobil yang sedari tadi stay menunggu.

"Belum sempat kamu menjadi menantuku, Anaku sudah pergi lebih dulu, tolong maafkan Tante," ucap Rena kembali melinangkan air matanya.

Dengan lembut Grecia menghapus bulir yang masih tersisa di pelupuk mata Rena, ia tersenyum getir melihat mata sembab wanita paruh baya itu.

Saat ini ia pun tak bisa mengucapkan kalimat bahkan kata sekalipun untuk menenangkan Rena, karna dirinya juga benar-benar hancur ditinggalkan oleh orang yang ia cinta.

Bunyi nada dering ponselnya membuat ia sedikit tersentak, ketenangannya terusik karna bunyi itu tak kunjung reda.

Dengan malas ia mengambil ponselnya dan melihat siapa gerangan yang menelponnya.

'Siapa,' heran Grecia ketika mendapat panggilan dengan nomor yang tak dikenal.

Dengan ragu ia mengangkatnya dan langsung mendapatkan respon di ujung telpon sana.

"Tante," tegurnya pelan, sebenarnya ia pun tak enak meninggalkan Rena sendiri, namun ada hal penting yang harus ia selesaikan sekarang juga. "Gre berhenti di sini ya? Soalnya ada urusan sebentar," ucapnya dengan suara yang terdengar serak.

"Kamu mau kemana Gre?"

Grecia tersenyum tulus, lalu menyium tangan Rena. "Ntar Gre balik lagi temenin Tante hmm?"

Rena menganggukan kepalanya, memandang lekat gadis yang baru saja turun dari mobilnya.

'Maafin Tante yang ngga bisa jenguk kamu Juna,' tiba-tiba pikirannya tertuju pada Keponakannya yang sedang terkapar di rumah sakit, entah mengapa hatinya terasa sesak karna tak bisa menemani anak dari Almarhum Adiknya, Dewi. Istri Wijaya.

Sementara Mobil yang sedari tadi berada di belakangnya membawa Grecia pergi, melesat ke Kantor Polisi.

"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?"  tanya Grecia pada pria yang berada di sampingnya. Tak lain dan tak bukan adalah Mohan.

"Saya rasa, tentunya kamu ingin orang yang melenyapkan kekasihmu dihukum dengan hukuman yang setimpal bukan?" ucap Mohan dengan mata yang terus fokus ke jalan.

Grecia menggelengkan kepalanya. "Hukuman apapun itu apa bisa membuat Kenzio hidup kembali?" kini matanya tertuju pada Mohan. "Apa untungnya aku melihat psikopat itu sekarat? Jika hatiku sendiri sudah mati."

"Lebih baik kau katakan apa tujuanmu membawaku," imbuhnya.

"Membantu proses penyelidikan." Mohan menoleh sekilas pada gadis yang duduk di sampingnya. "Gara, pancing dia untuk berbicara,"

Winner Over You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang