32. Blood Ties

241 66 3
                                    

Dua jiwa yang tak saling mengenal, mengalir darah yang sama

*
*
*
Happy Reading

***

Arjuna memperhatikan dirinya di depan sebuah cermin, sembari manggut-manggut menilai penampilannya sendiri.

Tak lupa ia menyisir rambutnya yang kini sudah hampir menyentuh daun telinganya, sengaja ia tak mencukurnya, pun ia ingin merasakan bagaimana tampil casual.

Rambut klimis yang dulu ia bangga-banggakan, kini sudah memanjang, membentuk style a brow flow.

Ia manarik sudur bibirnya, menciptakan semburat senyuman yang mampu membuat kaum hawa meleleh karenanya.

Puas dengan apa yang dilakukannya. Ia melangkah meninggalkan cermin yang tak menyisakan bayanganya. Dengan rasa percaya diri yang tinggi, ia berjalan tegap dengan rahang keras yang menjadi daya tariknya.

Tak ada kata membusungkan dada, ataupun merasa tinggi dengan apa yang Tuhan karuniakan pada tubuhnya.

Paras tampan yang sudah tak diragukan lagi, tak sebanding dengan pakaian yang ia kenakan.

Kini, tak ada derajat yang membuatnya kuat, hanya ada satu yang masih melekat, sebuah harga diri.

Sungguh ia tak menghiraukan kicauan orang-orang yang kini menjadi patnernya. Manusia baru, suasana baru dan tentu dengan keadaan yang jauh berbeda dengan dulu.

Ia menampik rasa gengsi yang ada, karna saat ini hal itu tidaklah penting.

Waktu terus berjalan maju, dan ia tak ingin membuang waktu berharganya. Bagaimanapun ia harus menyelesaikan penyelidikannya secepat mungkin.

Tentang Pa Budi sendiri, ia sudah mengetahui semuanya. Tangan kananya berhasil membuat pria itu buka suara.

Bahkan pria kepercayaannya itu memanggil orang yang bersangkutan untuk menceritakannya langsung pada dirinya.

Flashback On

"Apa yang Pa Budi ketahui tentang keluarga saya?" tanyanya to the point.

"Tragedi itu, terjadi enam tahun yang lalu."

"Di mana saat itu saya masih tinggal di Bali."

Pria yang diketahui berkepala 4 itu tersenyum, menatap anak muda di depannya. "Perlu kamu ketahui, saya adalah mantan dari Dewi, Ibumu."

Arjuna sedikit terperanjat dengan apa yang baru saja didengarnya.

Baru saja pembukaan, namun ia sudah berkali-kali menelan salivanya dengan susah payah, bagaimana jika pria itu menceritakan semuanya hingga selesai.

Apakah jantungnya masih bisa berdetak normal?

"Sebenarnya apa yang saya rasakan pada Ibumu adalah hal yang salah."

"Karna saat itu, Dewi sudah berumah tangga, begitupun dengan saya."

Pa Budi memejamkan matanya, mengingat kejadian di mana ia pun tak bisa melakukan apa-apa.

Arjuna menaikkan satu alisnya.
"Kalian saling mencintai?"

"Ya, tapi setelah Ibumu menikah dengan Ayahmu. Cintanya bukan untuk saya lagi."

"Namun, saya lah yang belum bisa melepas rasa cinta itu."

"Anda masih menyimpan rasa cinta itu ketika anda sendiri sudah memiliki seorang istri?" tanya Arjuna meninggikan suaranya.

Winner Over You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang