25. Wijaya

308 80 2
                                    

Apa ia sanggup? menatap Pria yang dalam tubuhnya mengalir darah seseorang yang telah membunuh Kedua Orangtuanya?

*
*
*

Happy Reading

***

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, bergulir antara Matahari dan Bulan. Panas dan hujan ataupun tangis dan tawa. Semuanya sama, tak terasa akan kehadirannya.

Dua Minggu telah berlalu,
meninggalkan berjuta tragedi di dalamnya. Menyisakan luka yang tak dapat terlupa.

Kini, empat sekawan itu telah terpisah. Berjalan sendiri melanjutkan petualanganya pada dimensi yang berbeda.

Kenzio yang telah menemui Santoso terlebih dulu, meninggalkan Daffa dan Arjuna yang masih berteduh di atas Bumi.

Tak ada lagi nama Gara di hidup mereka. Semuanya telah usai, sampai di sini.

"Daff?" tegur Nayla mendapat Pacarnya tengah melamun.

"Gue rindu mereka semua," ucapnya menatap kursi ketiga temannya kosong tak berpenghuni.

Jum'at ini, hari terakhir ia singgah dalam kelas yang menyimpan beribu kenangan di dalamnya.

Ujian kenaikan telah usai, begitu pun kisah persahabatannya.

Sedang Arjuna memilih setia dari komanya. Begitu pun Wijaya yang tak terlihat batang hidungnya sampai sekarang.

Hal itu membuat Sefa geram sendiri, melihat tak ada Keluarga maupun Sanak Saudara yang menemani atau sekedar menjenguk Arjuna. Pria yang berstatus Tetangganya.

"Vi, lo mau langsung ke rumah sakit?" tanya Lucas melihat Violin tergesa-gesa untuk keluar dari kelas, karena bel pulang baru saja berbunyi.

Violin terdiam sebentar menatap Lucas, Ia tersenyum tipis lalu mengggelengkan kepalanya. "Gue ada urusan sebentar," ucapnya sembari menjauh pergi.

Saat ini ia harus mengurus sesuatu yang menurutnya adalah hal penting, tentang Orang Tuanya dan Wijaya.

Dengan cepat Lucas mengejar Violin, tak akan ia membiarkan gadisnya pergi sendiri. Meski ia harus menguntitnya secara sembunyi-sembunyi.

Melihat Daffa memanggilnya, Violin segera menghampiri pria yang ditemani oleh pacarnya itu. "Ada apa Daff?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Lo mau jenguk Arjuna kan? Gue niatnya mau jenguk dia, cuma lo tahu sendiri, Kaka gue mau tunangan jadi gue ga bisa ke sana," paparnya dengan nada murung.

Violin menggigit bibirnya. Ada rasa tak enak jika ia menjawabnya dengan alasan tak bisa datang. Namun Ia pun tak bisa mengatakan alasan di balik itu semua.

Lucas yang sedari tadi menyimak perbicangan mereka meski dari kejuhan, segera menghampiri ketiganya yang kini berada di parkiran Sekolah.

Setidaknya ia yang akan mengucapkan alasan kenapa Violin tak bisa ke rumah sakit sekarang.

Ia pun tahu, sejak Arjuna terbaring koma, tak sedetik pun ia melihat gadisnya itu tertawa, hanya ada sorot kesedihan di matanya.

Mungkin di lubuk hatinya, ada rasa dimana ia cemburu dengan Arjuna.
Namun ia tahu rasa iri itu tak ada artinya. Karna sampai kapanpun Violin tak akan bisa hidup bersamanya bahkan Arjuna sekali pun. Hak memilih tak ada dalam takdir Gadisnya itu.

"Untuk sekarang kita ngga bisa, tapi ntar malem kita ke sana." lucas merangkul pundak Violin, membuat gadis itu tersentak kaget akan kehadirannya.

Daffa meliriknya sekilas. "Oke," ucapnya sembari tersenyum.

Winner Over You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang