30. Wound

250 77 2
                                    

Kita dipertemukan dalam sebuah luka, aku tak tahu, bagaimana akhir dari kisah kita yang sedikit langka

*
*
*

Happy Reading

***

Salsa yang melihat kericuhan di tengah lapangan berlari kecil berniat untuk melerai apa yang tengah terjadi.

"Pa Budi apa-apa'an si!" cercahnya tak terima ketika Arjuna ditampar begitu saja oleh seseorang yang berstatus Satpam di Sekolahnya.

Arjuna sendiri menatap pria itu dengan tatapan mengintimidasi, ia menuntut penjelasan atas apa yang pria itu ucapkan tentang adiknya, Elisia Ginara.

Gadis kecil yang biasa ia panggil Nara, jelas-jelas jika adiknya telah meninggalkan dirinya dan Wijaya. Tuhan telah merenggut nyawanya di kala usianya masih kanak-kanak.

Kehilangan dua orang yang begitu berharga bukanlah hal mudah tuk perilah mengiklaskan.

Apalagi disaat dirinya baru menginjak kelas 6 Sekolah Dasar, usia dimana seharusnya ia menikmati kebahagiaan dengan keluarga, namun kabar bahwa Ibu dan adiknya meninggal telah menghilangkan kata bahagia dalam hidupnya.

Ia masih ingat, hari dimana kedua orang itu pergi. Saat itu juga ia dirawat di rumah sakit karna Demam Berdarah.

Dan tak beruntungnya, setelah keadaannya pulih, Ayahnya datang memberi tahu jika Ibu dan adiknya meninggal dalam sebuah kecelakaan.

Setidaknya hal itulah alasan di balik kepindahannya ke Bandung.

Namun sekarang? seseorang mengatakan jika adiknya masih hidup? seberapa tahu orang itu tentang kehidupannya hingga mengatakan omong kosong tentang adiknya.

Matanya tak buta, hingga ia tak bisa membaca aksara pada batu nisan itu, jelas-jelas jika Nara sudah berada dalam perut bumi, bahkan rumahnya berdampingan dengan sang Ibu.

Ia dan adiknya hanya terpaut satu tahun saja, namun tak menjadi alasan atas tingkat kesedihannya.

Justru saat itulah, kali pertama ia patah, kali pertama ia kalah dalam permainan takdir.

Hingga kepergian Violin pun, tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kehilangan yang dulu ia rasa. Setidaknya ia tahu, jika gadis itu pergi bersama seorang pria.

Sungguh, perginya seseorang dengan orang lain jauh lebih baik jika disandingkan dengan kepergiannya bersama Malaikat.

Hal yang paling menyakitkan baginya, adalah jatuh pada harapannya sendiri. Bukanya ia tak mau percaya dengan perkataan Pa Budi, namun ia tak mau terpengaruh pada omong kosongnya.

"Apa yang anda katakan?" tanyanya mencari sorot mata kebohongan pada Pria itu.

Pria berseragam satpam itu mengedarkan pandangannya, bukan waktu yang tepat untuk mengatakannya sekarang.

Situasi dan kondisi tak memberinya kesempatan tuk mengungkap apa yang kini bersemayam dalam otaknya.

Belum lagi, ia melihat sorot mata itu. Sorot seorang gadis dimana sisi Protagonis dan Antagonis menyatu dalam satu wajah. Hanya butuh tempat saja, gadis itu akan menunjukkan sifat aslinya.

"Maaf atas omong kosong saya tadi," pamitnya beranjak pergi.

Salsa menarik tangan Arjuna yang tengah terpatung, ia membawa pria itu menuju UKS meninggalkan Anna dan Jose yang sama-sama tak mengerti apa yang tengah terjadi.

Arjuna sendiri memilih pasrah pada tarikan Salsa, jujur saja ia masih belum paham dengan perkataan Pa Budi.

Namun melihat sorot matanya, ia curiga jika pria itu tahu segalanya, ia bukan peramal yang mengetahui hati setiap orang, namun kalimat itu.

Winner Over You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang