40. Pulau Dewata

209 63 1
                                    

Dia melambai, entah untuk selamat datang atau salam perpisahan.

*
*
*
Happy Reading

***

Kembali ia berpijak pada tanah yang menjadi saksi bisu atas kenangan masa kecilnya dulu. Sebuah pulau di mana untuk pertama kalinya ia menghirup segarnya gegana dengan tangisan yang mengiringi.

Di sinilah awal dari semua, sebuah lembaran yang menduduki nomor satu dalam daftar isinya, di mana tanah ini adalah tempat pertamanya belajar bagaimana keringat mengucur deras saat menitah langkah.

Sepanjang jalan kenangan yang dilaluinya, netranya terus beredar menelusuri tiap pepohonan yang menari dengan lambaian gemulai seolah tengah menyambut kedatangannya.

Anila yang menghempas pada pori-porinya membuat ia tenang dalam balutan perasaan yang tak dapat terdefinisikan, teramat banyak hal yang tak mampu ia ucap hingga senyuman lah yang hanya bisa ia tunjukkan.

Begitu eloknya nuansa alam yang melekat pada kota ini, segar nan memanjakan mata pada sisi visualnya. Ia tenggelam dalam aroma kamboja, pada sebuah pulau dengan keindahan tiada tara, Pulau Dewata.

Tak henti-hentinya ia disuguhkan pemandangan yang menggambarkan indahnya pulau ini, Bali. Sebuah tempat di mana ia bahagia atas kelahirannya dan di sini pula ia terluka dengan kehilangan orang yang begitu berharga baginya.

Lalu akankah hal yang sama terulang kembali?

Sungguh, ia tak bermaksud tuk bernegatif thinking, namun entah mengapa ketakutan hinggap di sanubarinya tiap kali mengingat tragedi yang seiring terjadi dengan penuh misteri.

Berhentinya taxi yang ia tumpangi pun membuatnya berhenti berkelana dalam pikirannya, namun tidak dengan degup jantung yang justru semakin berdenyut hebat melawan kenetralan.

Ia masih dalam zona nyamannya, hanya memandang sebuah bangunan di balik kaca mobil yang telah mengantarkannya pada tujuan yang selama ini ia tunggu.

Sebuah susunan bata yang tertata rapi dengan balutan semua elemen yang membuatnya berdiri kokoh membentuk tempat berteduh dari teriknya surya hingga derasnya hujan.

Tempat yang hampir terlupa oleh ingatnya, bahkan tuk sekedar kembali saja rasanya begitu sulit tuk ia lakukan, bukan apa, namun hal itu ia lakukan semata-mata mengubur kenangan manis yang hanya membuat lara ketika mengingatnya.

Namun sekarang? entah mendapat keberanian dari mana ia datang dengan sejuta harapan tuk membawa kembali apa yang tertinggal di dalamnya. Merebut apa yang sepantasnya menjadi haknya sebagai anak laki-laki yang masih memiliki ikatan darah dengan gadis kecil yang notabene adalah adiknya.

Dirinya terperanjat kaget ketika pria yang sedari tadi duduk di sampingnya menyuruhnya untuk turun dan segera beranjak menuju bangunan berlantai dua tempatnya ia singgah dulu. Ah! lamunan hanya membuat waktunya terbuang sia-sia!

Pijakan pertamanya membuat ia semakin dekat dengan apa yang terpampang di depan matanya, banyak hal yang berubah namun tak mengurangi ikatan erat antara ia dengan bangunan ber cat vanila itu.

"Lo tetep di belakang gue, jangan sampai Olive ngeliat lo lebih dulu." intruksi Andrean yang hanya dibalas anggukan oleh Arjuna.

Melihat kondisi rumah yang masih terawat, Arjuna positif thinking jika Nara memang tinggal di sini, semoga saja, harapnya.

"Kenapa?" tanyanya ketika Andrean berbalik badan dengan wajah pias.

Pria itu menggeleng pasrah. "Dikunci dari luar," ucapnya sembari menunjuk gembok yang mengunci pintu itu rapat hingga tak bisa ia buka.

Winner Over You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang