35. Trauma

250 59 2
                                    

Memalsukan senyum lebih mudah, daripada menjelaskan alasan kenapa kamu bersedih.

*
*
*
Happy Reading

***

"Udah sana pulang ih." Nayla mendorong paksa tubuh daffa ke depan pintu gerbang rumahnya.

"Ya elah yang, baru juga ketemu udah ngusir aja," jengah pria itu berusaha menahan kakinya untuk tak bergerak maju.

Seketika Nayla menghentikan aksinya, ia bersedekap dada sembari membulatkan mata. "Kamu bilang apa?"

"Baru ketemu?" tegasnya menekan setiap aksara yang keluar dari mulutnya.

"Tiap hari kamu dateng sebelum matahari muncul! Shubuh-shubuh kamu udah ada di depan pintu rumah!"

"Bahkan matahari juga udah pulang duluan dari pada kamu Daffa!"

"Apa itu bisa dikatakan sebentar? hah?" tanya nayla penuh frustasi.

Daffa menggaruk kepalanya yang tak gatal, terlihat cengiran lebar menghias di wajahnya. "Kan selagi calon Ayah mertua ngga ada di rumah, bukanya kita harus memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya?"

"Ya udah, ntar Nayla telepon ayah buat cepet pulang dari Sumatera."

Bukanya khawatir dengan ancaman gadis itu, Daffa justru tersenyum meremehkan. "Ayah mertua ngga bakal pulang kalo dia belum dapet apa yang dicarinya."

"Lagian nih, kalo Ayah kamu disuruh milih Anak atau burungnya, jelas dia bakal pilih hewan kesayangannya lah," ledek Daffa berhasil membuat Nayla menekuk wajahnya.

Mungkin yang dikatakan Daffa benar adanya, sekarang Sumatera, mungkin lain waktu Ayahnya akan mencari burung langka di Cina.

"Iya-iya! ya udah kamunya pulang dong!" mohon gadis itu yang sudah kehabisan akal untuk membuat pacarnya mengerti jika waktu sudah malam dan ia ingin segera memanjakan matanya.

"Kamu mah ngusirnya terlalu jelas yang."

"Sayang?" panggil Nayla seraya memaksakan senyum terpaksa.

"Udah malem, pulang ya? ngga enak sama tetangga," lanjutnya dengan suara lembut, berusaha tuk bersikap sabar agar pria itu luluh.

Pria itu tersipu malu atas panggilan sayang yang baru didengarnya. "Aku bakal pulang, tapi kamu harus jawab tebak-tebakan dari aku."

Nayla memutar bola matanya jengah, jika sudah begini satu jam pun tak akan kelar. "Ya udah apa cepet," balasnya dengan malas.

"Kenapa matahari bisa tenggelam?" tanya pria itu seraya menaik turunkan alisnya.

"Karena ngga bisa berenang," jawab Nayla dengan malas. Pasalnya sudah lebih dari 10 kali ia melihat tebak-tebakan itu di fyp tik-toknya. Basi!

"Yah ko sayang tau si!" gerutu Daffa.

'Ya terus Nayla harus pura-pura ngga tau gitu? ntar bego beneren kaya lo gimana?' nyinyir sosok yang akhir-akhir ini mengisi ruang batinya.

"Lagi ah lagi!" seru Daffa memijat dagunya, memikirkan tebak-tebakan apa yang sekiranya Nayla tak tau jawabannya.

'Udah gue bilang, satu jam akan berlalu dengan sia-sia.'

"Jam, jam apa yang jarumnya muter ke kiri?" tanya pria itu dengan antusias.

'Oke, pura-pura ngga tau,'

"Nyerah deh," balasnya dengan raut muka yang dibuat serius.

"Jawabannya yaitu...."

Winner Over You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang