"Jangan menyalahkan orang lain atas kecerobohan diri sendiri!"
— Hito Fahreza —Evelin berhenti menyetel musik kencang dan mulai mendongak sambil termenung beberapa saat, mungkin dia akan membuat seisi rumah kalau ngeyel berpesta lagi dengan guling.
Kirana membaringkan tubuhnya di kasur super empuk kemudian berdecak kesal, "Ck, ck, sialan!"
"Lo ngatain gue?" Evelin menoleh dengan tatapan tajam.
Kirana menggelengkan kepala secepat kilat kemudian berkata, "Lo tersinggung?"
"Iya!"
"Yaudah, pergi sana!"
"Eh, ja-jangan begitu, gue jadi bingung mau kabur kemana lagi."
"Lo kabur dari rumah?" tanya Evelin sambil mengikuti kegiatan Kirana, kepala mereka saling berdekatan, kaki-kaki menjuntai ke bawah kasur.
Kirana menganggukan kepala seakan mengiakan perkataan Evelin, dia mengaku pergi ke rumah ini karena nekat kabur dari rumah. Sudah jelas bahwa rumah milik kedua orang tuanya adalah panti kabur-kaburan untuk Kirana. Evelin hanya bisa geleng-geleng, tidak percaya terhadap tindakan Kirana.
Evelin menoleh menuju Kirana yang berjarak satu jengkal dari wajahnya. "Kok kaburnya selalu ke rumah gue—"
"Emang nggak boleh?" Kirana memakai nada tegas sampai membuat Evelin terdiam membisu. "Lagian semua ini karena lo."
Evelin mengedipkan kedua bola mata. "Kok gue?" tanya Evelin dengan nada tenang.
Kirana memutar mata malas, dia tahu bahwa sebenarnya Evelin mengetahui alasan kenapa kabur dari rumah. "Karena gue ikut bolos sama lo," balas Kirana ketus.
"Emang enak!"
"Emang begitu ceritanya!"
"Yaudah, pergi sana!"
"Ih, ngusir mulu—"
"Yaudah, pergi sana!"
"Sepupu Goblo—"
"Apa? Mau bilang goblok?"
"E-enggak, hehe ...."
Kali ini, Evelin bersiap-siap tidur, badannya miring ke sebelah kanan, membelakangi Kirana. Dia ingin mengumpatkan kspada Evelin. Namun, ini sudah tengah malam, malas kalau berantem dengan Evelin yang terkenal jutek sekaligus savage. Kalau sampai mengomel, Evelin pasti akan membuatnya merasa terpojokan. Sudahlah. Dia harus mengalah dan melupakan emosi.
"Tadi gue diceramahin mulu sama papa. Aish! Telinga gue sakit banget, mangkannya pergi dari rumah deh," terang Kirana sambil memelas.
Evelin menoleh. Dia menepuk-nepuk bokong Kirana seperti sedang menyuruh balita untuk segera istirahat. "Cup! Cup! Tidur dulu, Sayang. Besok mulung."
"Ih, kebiasaan, gue yang udah kolot ini selalu dianggep bayi."
"Lo cengeng. Wajar kalau dianggap masih bayi—"
"Iya, iya, gak usah diperjelas begitu dong!" Kirana melipat kedua tangan dan menekuk wajahnya. "Ah iya, kok tante Retno belum pulang sih?"
Evelin menjawabnya dengan cara menggelengkan kepala secara santun, kantuk pada mata memerintahkan untuk diam, tetapi sepupu laknat tersebut malah memaksa terus bicara.
"Lembur," jawab Evelin dengan nada malas.
"Jangan-jangan—" Pemikiran negatif dalam benak Kirana muncul lagi dan dia mulai berfikir tidak karuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERANDAL SMA ( SEGERA TERBIT)
किशोर उपन्यास🅿🅰🆁🆃 🅼🅰🆂🅸🅷 🅻🅴🅽🅶🅺🅰🅿 Apa jadinya kalau murid jenius masuk dalam SMA yang menerapkan sistem kekerasan dalam aturan pembelajaran? Bukankah akan kacau balau? Berkisah tentang Elin yang terpaksa mengubah nama menjadi Evelin Variska. Karakt...