52. Babak Olimpiade 2.

738 92 3
                                    

"Kalah-menang adalah hal biasa, yang membuat kecewa adalah hilangnya kepercayaan lo kepada teman—" Evelin memalingkan wajahnya dengan ekspresi sulit ditebak.

"Oke, gue salah," ucap Alitta sambil menghela nafas panjang, "Maaf! Tolong maafkan gue!"

Untuk kesekian kalinya Evelin mendengar permintaan maaf, rasanya sudah sangat bosan dan malah terasa sangat muak. Dia ingin menolak permintaan maaf dari orang-orang, tetapi sadar kalau dirinya tidak boleh sampai sesombong itu.

Tuhan saja bisa memaafkan seorang hamba dengan begitu mudah. Kenapa Evelin sebagai kerikil kecil tidak mau memberi maaf kepada teman-temannya?

"Oke, akan gue maafkan—" Dia menghela nafas panjang dan mencoba lebih sabar.

"Asallamualaikum wr.wb. Hallo, kalian semua! Bertemu kembali dengan saya," ucap seorang Guru yang mendadak masuk ke dalam kelas, dia membawa selembar kertas sambil tersenyum ramah, "Maaf, mengganggu istirahat kalian, tetapi saya disini ingin menyampaikan skors tertinggi yang sudah diperoleh pada babak pertama."

Semua murid yang sempat tidak perduli langsung melirik dengan ekspresi penasaran. Berharap menjadi juara di babak pertama dan babak kedua supaya juara 1 tanpa ditandingkan dengan SMA lain.

Evelin asik menyenderkan kepala di pundaknya, sesekali menutup yang menguap menggunakan telapak tangan karena merasa sangat bosan.

"Skor tertinggi di babak pertama dimenangkan oleh tiiim—" lanjut sang Guru dengan nada lambat di bagian akhir seperti sengaja membuat semuanya penasaran, "SMA yang menjadi undangan terhormat kita semua, diketuai oleh Hito Fahreza!"

Semua orang sangat terkejut ketika mendengar pemenang skors tertinggi di olimpiade babak pertama. Evelinlah juara yang sesungguhnya, dia sudah berhasil menjuarai walaupun mengerjakan dengan asal.

"Yang menang adalah cewe berandal itu?"

"Gue kalah dari cewe berandal?"

"Ternyata dia cukup pintar,"

"Baju ketat itu hanya seragam yang dipakai anak jenius supaya memanipulasi musuh,"

"Sial, kita sudah tertipu dengan seragam ketat itu!"

"Gue harus belajar lebih banyak supaya bisa menang di babak kedua."

"Gue gak boleh kalah!"

"Babak kedua harus gue juarai!"

"Gue harus menang!"

"Temannya berandal SMA itu harus menangis karena sudah terlalu bangga!"

Memang sangat mustahil kalau Evelin mengerjakan semua soal dengan begitu asal. Mungkin gads ini sudah belajar mati-matian sampai hafal beberapa soal.

Alitta langsung terdiam karena tidak mampu berkata-kata, dia merasa sangat bangga dengan keberhasilan Evelin dan tidak perduli terhadap keputusan panitia. Evelin langsung dipeluk erat perasaan bangga.

"Lo berhasil, Evelin!" soraknya sambil mengeluarkan perasaan suka cita lewat pelukan tersebut, "Gue bangga banget. Maaf sudah meragukan kemampuan anak jenius seperti lo!"

Bukan hanya Alitta yang kaget atas keputusan panitia. Murid-murid yang menertawakan penampilan Evelin juga terkejut bukan main.

Mereka menoleh dengan tatapan tidak percaya, tidak mungkin kalau Evelin menyuap dengan banyak uang karena panitia olimpiade adalah orang-orang terbaik anti korupsi.

Semenjak pengumuman skors tertinggi itu diumumkan, tidak ada lagi yang berani tertawa.

Mereka mulai menatap layar handphone, mencari ilmu-ilmu tambahan di olimpiade itu setelah baru sadar kalau Evelin adalah pesaing sejati. Gadis pintar itu memiliki kecerdasan yang tidak boleh diragukan lagi.

BERANDAL SMA ( SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang