36. Bapak Hamdan kabur.

821 94 3
                                    

Entah keputusan apa yang harus diambil, Hito terdiam menatap orang-orang di sekeliling dengan perasaan bingung. Kalau salah mengambil keputusan, nama baiknya akan langsung dicoret merah.

Pak Hamdan memperbaiki kerah baju yang terlihat acak-acakan kemudian berjalan mendekat dan memberi tatapan memelas. "Hey, Kaki Tangan BK! Coba lihat saya yang tersakiti karena tega dizolimi murid didik sendiri."

"Biasanya orang yang salah malah cosplay menjadi orang tersakiti!" celetuk Syilla sambil melipat kedua tangan di depan dada. Hito melirik kepadanya dengan wajah datar.

"Jaga ucapan kamu! Bapak bisa menyeret anak kurang ajar kayak kamu menuju Penjara anak," balasnya sambil menunjuk wajah Syilla dengan wajah merah padam.

"Pak, yang terzolimi adalah saya! Kenapa Bapak malah merasa paling tersakiti?" Syilla tidak kalah nyolot.

"Saya juga tahu kalau bapak sudah memegang bagian depan dari Syilla, kan?" tuduh Tara sambil meremas telapak tangan.

Pak Hamdan melotot tajam sambil berkacak pinggang. Kedua murid didik ini sulit untuk ditaklukan."HEH, APA-APAAN! KALIAN SIAPA SAMPAI BERANI MENUDUH SAYA? SELEB? PRESIDEN?"

"Kami adalah sepupu!" jawab mereka berdua dengan kompak.

Pak Hamdan tersenyum sinis, dia berjalan dengan langkah kasar menuju Hito yang masih bingung hendak memilih siapa. "Lihatlah, Hito! Mereka sekongkol, saling membela karena punya ikatan darah! Mustahil kalau berani seperti itu di SMA elit—"

"Hito! Tolong dengarkan kami! Lo juga melihat air mata Syilla, kan?" sela Tara sambil menepuk pundak dan berharap semoga Hito bisa tersadar. "Gak mungkin Syilla akan pura-pura menangis cuma demi menipu semua orang."

"Heh! Semua punya masalah, semuanya juga bisa menangis!" Pak Hamdan mencoba mengatur nafas memburu karena menahan amarah.

"Tapi masalah yang Bapak buat tidak boleh dibiarkan! Saya gak terima, saya bisa lapor Polisi—"

Syilla menyusuti air mata yang turun menuju pipi. Wajahnya seperti sedang menahan malu. Entah malu karena berbohong atau malah malu sudah dituduh sekejam itu. Dia mendekati Hito dengan air mata terus mengalir deras bagai air mancur yang hendak meminta pertolongan, semakin membuat Hito tidak bergeming.

"Ke-kenapa lo diam doang? Udah berhenti membela perempuan? Apa lo cuma marah pada saat Evelin dilecehkan?" lanjut Syilla sambil menepuk-nepuk dada menggunakan telapak tangan kanan, "Apakah lo akan terus terdiam saat melihat perempuan mendapat kekerasan?"

"Hito, lo punya mulut, kan?" sambung Tara dengan nada meninggi, membuat suasana kurang terkendali, "Tolong jangan cosplay menjadi orang bisu dan jawab kami!"

"Tolong buka mata kamu, Hito! Bijaklah dalam bertindak. Bapak bisa kok melaporkan kamu ke BK kalau sampai mengadu yang tidak-tidak." Bapak Hamdan mendekati Hito sambil memberi senyum ramah sampai membuat wajah keriput menjadi terlihat. "Jangan dengarkan siapapun! Mereka cuma mau mencari Empati."

Syilla benar-benar terlihat emosi, dia mengepalkan kedua tangan, ditaruh depan dada kemudian melakukan kuda-kuda dan berkata, "Lawan saya saja, Pak!"

"Oh, jadi kamu menantang saya?" balas Pak Hamdan sambil meregangkan otot leher dengan cara memiringkannya ke kanan dan kiri secara bergantian.

BERANDAL SMA ( SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang