Lokasi olimpiade ternyata cukup jauh dengan SMA elit sampai menghabiskan waktu beberapa menit. Mereka memilih jalan bebas hambatan supaya lebih cepat sampai.
Evelin menutup mulut yang sedang menguap karena merasa bosan. Tubuh mulai terasa lelah, dia memutuskan untuk tiduran di kursi belakang saja. Rasanya ingin membuka jendela karena suasana sangat panas, tetapi kedua Guru Killer ini bisa marah-marah.
"Anak-anak SMA yang lain cukup membuat saya bangga, mereka sangat berbakat."
"Iya, betul, Bu!"
"Tadi saya melihat anak-anak lain di mobil travel sibuk membaca,"
"Berbeda dengan gadis berandal yang menumpang ini, kan, Bu?"
"Iya, lihat saja kelakuannya!"
"Evelin lagi enak-enakan tidur padahal gak belajar—"
"Dia bisa tertolong kalau ada Alitta dan juga Hito."
"Saya rasa Hito yang nanti akan menjawab semua soal."
"Saya rasa juga seperti itu,"
"Kasihan Alitta dan Hito yang mendapatkan beban seperti Evelin."
"Iya, kasihan sekali,"
"Bu Dona sudah diperingatkan untuk tidak melibatkan Evelin, malah tetap ngeyel—"
"Ibu Dona ingin nama SMA menjadi sangat jelek—"
"Hehehe, bisa jadi seperti itu."
Evelin mengeluarkan headset dari saku baju, memakainya lalu menyetel lagu faforit dengan full sound sampai nyinyiran kedua Guru Killer tidak lagi terdengar.
Dia tidak ingin memperdulikan ocehan kedua Guru yang terus memberi sindiran keras. Evelin sudah belajar sampai setengah mati, tetapi tidak menunjukan kepada dunia.
Biarlah obrolan mereka lancar sampai tempat tujuan, Evelin tidak akan mengganggu walau seperti tertusuk sembilu. Sakit kalau disindir tajam di depan orangnya langsung, tetapi dia sudah terbiasa.
Sesampainya di tempat lokasi, Ibu Seli berdecak kesal apalagi setelah melihat Evelin tertidur nyenyak di kursi belakang. Dia segera menggoyang-goyangkan telapak tangan dengan kasar sambil berkata, "Heh, bangun! Jangan malas-malasan terus! Sudah sampai."
"Hah? Udah sampe mana, Bu? Kok berhenti? Mau bab di POM Bensin dulu?" Dia mengigau.
"Kita sudah sampai," jawabnya sambil menarik tangan kanan Evelin supaya bisa berhenti membaringkan tubuh.
Evelin terpaksa duduk dengan mata sayu padahal masih sangat mengantuk, matanya berat dan pandangannya masih kabur.
Evelin mengusap-usap mata secara perlahan lalu merintih kesakitan, tangan yang tadi sempat ditarik terasa sedikit sakit. Ibarat pepatah, nyawa belum terkumpul, tetapi fisik sudah tersakiti.
"Kok tangan Evelin perih? Ibu punya kuku panjang, ya!" tuduh Evelin dengan mata sayu karena masih mengantuk.
"Sadar!" pekik Ibu Metta sambil meraih botol minum kemudian mecipratkan beberapa tetes ke wajah Evelin sampai sadar total. "Jangan banyak tidur agar jadi siswi pintar."
"Iya, Ibu yang pintar sedunia." Evelin berani meledek karena tindakan kejam Ibu Metta bisa membuat mata tidak mengantuk lagi.
Sikapnya memang kurang ajar, tetapi hal tersebut adalah bentuk protes terhadap para Guru yang memberikan tindakan kurang sopan. Namun, siapakah yang akan memperdulikan gadis malang itu? Sepertinya tidak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERANDAL SMA ( SEGERA TERBIT)
Fiksi Remaja🅿🅰🆁🆃 🅼🅰🆂🅸🅷 🅻🅴🅽🅶🅺🅰🅿 Apa jadinya kalau murid jenius masuk dalam SMA yang menerapkan sistem kekerasan dalam aturan pembelajaran? Bukankah akan kacau balau? Berkisah tentang Elin yang terpaksa mengubah nama menjadi Evelin Variska. Karakt...