Semalam suntuk sudah berhasil dilewati dengan air mata yang sulit dihentikan, bukan karena sedih melainkan karena terharu. Ternyata takdir masih mengingat kebahagiaannya.
Senja sudah datang dari ujung timur, gadis berseragam yang masih mengantuk memaksakan diri untuk terbangun di atas kursi kecil dekat kasur rumah sakit. Evelin melihat seorang laki-laki tersadar dari keadaan kritis dan sedang terduduk, mengusapnya lalu tersenyum tipis.
"Udah sadar?" tanya Evelin sambil melirik Hito. "Selamat! Tante Halwa sudah pulang—"
Hito terdiam selama beberapa saat, fikirannya berkata kalau Evelin lebih bercahaya saat baru tidur. Dia menjawab, "Iya, tahu."
Hito sudah sadar dari keadaan mengkhawatirkan. Sekarang mereka saling menatap sambil memberikan senyuman hangat. Suasana terasa membahagiakan.
Hito menganggukan kepala lalu menjawab, "Terima kasih!"
"Terima kasih buat apa?"
"Udah mendonorkan darahnya," jawab Hito ketika Evelin sudah berada di dekat tubuhnya. Mata mempesona itu menatap Evelin dengan begitu lama.
Evelin membuang pandangan dari Hito karena merasa sedikit malu kalau harus ditatap lama oleh lawan jenis dengan jarak sangat dekat seperti itu.
"Jangan gitu dong, gue jadi malu!" perintahnya sambil memberikan tamparan kecil menuju tangan kanan Hito. "Kenapa sih, gak jujur dari awal?"
Hito hanya mengatur nafas. Dia melirik Evelin dengan tatapan berbeda, tetapi ekspresi datar itu sulit untuk ditebak. "Jujur untuk apa?"
Evelin mengernyitkan mata, Hito terus berpura-pura tidak tahu. "Lo adalah Eja!" jelasnya sambil menunjuk wajah Hito.
"Apa?"
Hito sedikit terkejut dengan jawaban dari Evelin, dia baru membuka mata saat ruangan Anggrek terasa sepi. Namun, sekarang malah diberikan pernyataan seperti itu.
"Lo adalah Eja!" jawabnya lagi dengan nada lebih kencang. Air mata mendadak turun menuju pipi, Evelin mulai melirik Hito dengan wajah memelas. "Dan gue adalah Elin—"
Jujur, Evelin merasa bersalah karena membiarkan berkelahi demi membela harga diri gadis berandal. Mungkin Evelin tidak akan membiarkan Hito masuk BK karena ingin membela gadis yang tidak tahu berterima kasih sepertinya.
"Lo menangis?"
Evelin tidak menjawab sampai Hito mendengarkan tangisannya. Perasaan menyesal pun muncul, kalau tidak kabur, Hito tidak akan mendapat bully dari anak-anak jenius yang bersekolah di LSA School.
"Hehe ...," Hito hanya sekedar terkekeh geli. "Maaf!"
Evelin menampar perlahan tangan kanannya dan mencoba berhenti merasa sedih. "Jangan sampai kita berpisah lagi, Eja!"
"Iya," jawabnya singkat dengan nada lemah lembut sehingga membuat hati terasa sangat tenang.
Hito menghapus air mata Evelin kemudian kembali berkata, "Lo gak boleh membolos, calon istri gak boleh bodoh!"
"Heh, gue gak bodoh, sialan!" Dia mengacak pinggang, beberapa menit lalu sudah memuji Hito. Sekarang Hito malah membuat darahnya terasa mendidih.
"Hahaha, sudah subuh, cepat pulang!" pinta Hito sambil terkekeh geli, "Keluarga lo pasti cemas."
"Gak ada yang perduli lagi sama gue." Evelin membaringkan kepala di atas kasur sambil bermalas-malasan. "Hanya ada diri gue sendiri yang gak pernah pergi menjauh."
Hito tersenyum dan wajahnya terlihat sangat tenang, perbah di kening tidak mengurangi manis di senyuman tersebut.
"Gue, tante Retno dan juga bang Azriel, gak akan meninggalkan lo. Jadi, tolong bersekolah yang rajin!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BERANDAL SMA ( SEGERA TERBIT)
Novela Juvenil🅿🅰🆁🆃 🅼🅰🆂🅸🅷 🅻🅴🅽🅶🅺🅰🅿 Apa jadinya kalau murid jenius masuk dalam SMA yang menerapkan sistem kekerasan dalam aturan pembelajaran? Bukankah akan kacau balau? Berkisah tentang Elin yang terpaksa mengubah nama menjadi Evelin Variska. Karakt...