8. Abang laknat

1.9K 185 9
                                    


"Jadilah berguna dalam hidup, ketika masih bisa berusaha menjadi berlian kehidupan."
— Evelin Variska —





Evelin mengkibas-kibaskan telapak tangan menuju wajahnya yang memerah karena cuaca terasa sangat panas. Dia meraih segelas air putih dingin dan membawanya menuju ruang tamu. Suasana sangat sepi seperti kuburan. Di sebelah kanan meja makan, sudah ada pembantu bernama Bi Onim sedang membereskan piring, bekas makan siang Evelin.

"Tadi siang, Nyonya Retno pulang cepat," ucap Bi Onim.

Evelin mengangkat sebelah halisnya. "Mamah pulang cepet? Serius, Bi?" tanya Evelin dengan semangat 45 membara dihati kecilnya.

"Tumben pulang siang, biasanya, pulang jam sepuluh malam atau bahkan sering lembur sampai subuh. Menyebalkan!" Evelin memakan kripik di meja dengan perasaan kesal, senyuman di bibirnya seketika hilang entah kemana.

Bibi Onim menoleh kemudian tersenyum kecil. "Jangan marah, Non! Nyonya kerja supaya hidup hidup Non Evelin terjamin, kan? Semua uang yang di—"

"Iya, Evelin tau!" Evelin tidak mau mendengarkan ucapan sang pembantu lebih panjang lagi. Hari ini hatinya sepanas cuaca yang sedang berlangsung.

"Nyonya cuma mengambil berkas penting yang ketinggalan—"

Dugaan Evelin terbukti benar bahwa sebenarnya Mrs. Retno pulang cepat karena alasan pekerjaan saja. Evelin mulai memerhatikan surat panggilan orangtua yang ditaruh di meja makan.

"Itu surat apa, Non?" tanya Bibi Onim dengan nada Jawa kental, tetapi selalu terdengar lemah lembut.

"Bukan apa-apa, cuma surat izin piknik sekolah," jawab Evelin dengan wajah datar, berbohong tanpa merasa berdosa.

Surat panggilan orangtua diraih kemudian dibawa menuju kamar tidur yang sering disebut sebagai 'Syurga V.V.I.P.' Tulisan seperti itu rupanya selalu menghiasi pintu kamar dengan warna rainbow yang enak dilihat.

Tas slempang yang melingkar di depan dada Evelin segera dilepas lalu dibanting menuju pojok ruangan dengan begitu keras.

Dia meraih handpone berwarna biru dongker dengan layar fullview dan body yang tidak kalah sexy dengan pemilik handphone.

Hallo? Ada apa?

Suaranya terdengar seperti seorang laki-laki muda. Ya. Dia memang sedang menelfon laki-laki yang berusia belasan tahun.

"Lo ada dimana?" tanya balik Evelin.

Kepo banget sih, Sayang?

"Jangan kurang ajar, lo mau gue pelet?" ancaman Evelin rupanya dapat melemahkan nyali orang yang sedang ditelephone.

Gue lagi di luar.

"Sama siapa?"

Cewe montok kayak lo!

"Heh, jangan kurang ajar!" Evelin melotot kaget, ucapan orang tersebut selalu membuat darahnya terasa mendidih. "Gue pesen martabak dong, Nyet!"

Gak bisa, gue lagi ada di kamar tidur, lagi nge-game. Kenapa?

"LO DIMANA? Jangan bohong sama gue! Katanya maen game, kenyataannya malah ada suara mendesah!" Evelin bertanya dengan begitu bruntun seperti sedang men-skakmat lawan bicaranya.

Tut! Tutt!

Panggilan berhasil dimatikan oleh seberang, Evelin yang mau merebahkan tubuh langsung tersentak kaget, dia berlari keluar kamar sekencang mungkin.

BERANDAL SMA ( SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang