51. Olimpiade Babak 1.

729 89 4
                                    

Hati yang menyimpan banyak kepercayaan sedikit terkoyak oleh kenyataan. Evelin berhenti melamun, dia segera mengusap air mata di pipi setelah merasa dikhianati rasa percaya terhadap sahabat barunya sendiri.

Tunggu! Ini bukanlah saat yang tepat untuk menangis tersedu-sedu, Evelin sering dikhianati sampai tidak bisa menangis karena tertipu oleh Alitta.

Pengkhianatan Alitta kepada orang-orang hanyalah kerikil kecil dan tidak sulit dilewatkan dengan lapang dada. Evelin pun hanya menggelengkan kepala, berdecak kesal lalu mengelus dada. 

"Pepatah selalu benar," gumam Evelin sambil berekspresi datar, "Yang terlihat baik, belum tentu aslinya baik."

"Tolong jangan marah sama pendosa seperti gue, Evelin!"

"Gue sudah memaafkan semua orang meskipun orang-orang selalu memaki," ujarnya sambil menoleh dengan tatapan sayu, ujung hidung sedikit memerah sesudah menangis diam-diam, "Gue selalu sibuk mengurus diri sendiri dibandingkan membenci dunia."

"Maafin gue—"

Evelin tidak mau menjawab ucapan Alitta, dia tetap terdiam sambil berusaha menjahit hati yang terkikis oleh kebohongan sekaligus hinaan dari orang-orang.

Mereka berhenti berbicara saat semua murid fokus menatap seorang Guru di depan kelas. Olimpiade akhirnya dimulai. Beberapa murid termasuk Alitta terlihat sangat tegang, mungkin mereka tidak belajar dengan baik sampai tidak siap untuk mengikuti pertandingan antar Nasional ini.

"Pertanyaan pertama adalah ...." Guru yang membawa soal hots tersebut mulai membuka suara dan membeberkan soal sulit sekaligus beranak. "Oke, silahkan kalian jawab. Kami memberikan waktu paling lambat adalah lima menit."

Alitta menggaruk kepala bagian kepala, meskipun tidak mampu menjawab dengan benar, dia tetap berusaha membantu Evelin untuk menghitung soal sesulit ini.

"Soal sesulit ini hanya dikerjakan dalam waktu lima menit? Pantas kalau banyak murid yang gak bisa menjawabnya."

Dia menoleh dengan ragu, terbesit rasa bersalah karena sudah menipu orang-orang yang percaya kalau dirinya belajar dengan giat. Alitta tidak jadi menanyakan tutorial menjawab soal olimpiade sesulit itu dan lebih memilih membungkam.

Sret! Sret! Sret!

Evelin menjawab soal olimpide dengan ekspresi datar, walupun jemari lentik menulis dengan semangat membara, mood-nya tetap saja tidak berubah.

Suasana hati sangat kurang baik padahal sebelum sampai di sana, dia selalu mengukir senyuman manis. Evelin berhenti menulis, menghela nafas panjang lalu melirik sekeliling, ternyata masih banyak yang belum menjawab semua soal.

"Tolong untuk tidak melirik ke kanan dan kiri," pinta seorang pengawas yang menghampiri. Evelin berdiri tegap kemudian menyodorkan kertas jawaban, "Lho? Kamu sudah mengerjakan semua soal?"

Evelin menganggukan kepala dan tidak berkenan membuka suara, dia malas berkata-kata di depan wajah memelas Alitta.

"Wah, keren sekali! Kamu mengerjakan semua soal hanya dalam waktu kurang lebih tiga menit," ucap sang pengawas sambil tersenyum ramah, tetapi Evelin tidak membalas karena sedang menahan rasa sakit di dada, "Saya cek jawaban kamu, ya? Silahkan duduk kembali menuju bangku!"

Evelin pun menurut, dia duduk di bangku sambil terus menutup mulut dan membiarkan Alitta diselimuti perasaan bersalah.

Di saat bersamaan, semua orang kembali melirik menuju arahnya, mereka kembali berbisik dan menggihkan Evelin di depan orangnya langsung.

"Wah, dia sudah mengerjakan!"

"Kayaknya dijawab asal deh!"

"Dasar payah! Mana boleh mengisi asal."

BERANDAL SMA ( SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang