58. Dia adalah Eja.

856 91 8
                                    

"Eja sudah ada di depan kamu, Nak," jawab Tante Halwa sambil menggeserkan tubuh sampai Evelin bisa melihat sosok laki-laki yang sedang membaringkan tubuh di ranjang Rumah Sakit tanpa sadarkan diri.

Evelin menggaruk kepala bagian belakang sambil cengengesan karena masih belum mengerti dengan ucapan tante Halwa. Sosok laki-laki bertubuh gelap dan gemuk yang selalu menjadi candu tidak ada di dekatnya.

"Eja? Gak ada, Tante," jawab Evelin dengan ekspresi bingung.

"Ada, coba lihat baik-baik!" pinta tante Halwa sambil tersenyum manis.

Evelin mendekati seorang laki-laki berkulit putih serta bersih kemudian tersenyum selama beberapa saat. Sepertinya sudah semakin membaik apalagi saat mendapatkan pertolongan dari seorang berandal yang selalu disepelekan.

Tidak lama kemudian, celingak-celinguk mencari seorang anak sebaya bernama Eja dengan ciri-ciri kulit gelap, bertubuh gemuk, dan sangat manis di matanya.

Tidak ada siapapun di ruangan ini selain Hito. Evelin berfikir keras, tidak mungkin kalau Eja adalah Hito. Tunggu! Apakah sebenarnya Eja adalah Hito Fahreza? Evelin melotot kaget.

Dia membalikan badan dengan ekspresi datar dan terlihat cukup syok terhadap pemikiran sendiri.  "Ta-tante, apakah Eja adalah—"

"Benar, sayang. Eja mengganti namanya menjadi Hito Fahreza," jawab Tante Halwa.

"Kenapa Eja mengganti nama menjadi Hito Fahreza?" Evelin malah semakin terkejut.

"Kenapa kamu mengganti nama menjadi Evelin Variska?" tanya balik tante Halwa.

"Kalau Evelin tidak mengubah identitas, maka semua orang akan berlomba-lomba untuk mengembalikan Evelin menuju sekolahan anak-anak jenius lagi," jawabnya dengan sangat jujur.

Om Fahri menganggukan kepala, perlahan dan berulang kemudian ikut mengukir senyuman manis. "Eja melakukan hal sama seperti yang kamu lakukan saat kabur dari sekolah anak-anak jenius."

"Kalian jangan bercanda dong!" pinta Evelin dengan nada tegas, dia tidak mau dipermainkan lagi oleh seseorang walaupun sudah terlanjur akrab.

Tante Halwa menggelengkan kepala, "Kami gak bercanda, Elin. Eja terpaksa mengubah nama menjadi Hito Fahreza supaya bisa keluar dari lingkungan anak-anak jenius di negara ini."

"Eja itu sangat gemuk, kulitnya gelap, terlihat menggemaskan—"

"Eja diet karena terus dibully. Setelah kepergian kamu, Eja gak pernah mau makan nasi, hanya ingin memakan apel dan sayur-sayuran."

Tante Halwa menunduk lesu, terlihat sangat sedih kalau harus mengingat perjuangan Eja untuk mendapatkan tubuh ideal seperti sekarang.

"Eja dibully?" tanya Evelin dengan ekspresi tidak percaya. "Sama siapa? Kenapa mereka tega membully orang lain?"

Om Fahri menganggukan kepala dengan ekspresi tenang seperti sudah ikhlas terhadap pelaku bully dan sudah memaafkan mereka.

"Benar, Eja dibully sampai mengalami gangguan kecemasan."

"Siapa yang membully?"

"Teman-teman yang bersekolah di LSA School, sekolah anak-anak jenius."

"Jadi, selama ini Eja selalu ada untuk Evelin—" gumam Evelin dengan nada gemetar. "Tetapi saat susah, Eja selalu sendirian?"

"Eja harus bisa mengontrol diri sendiri, dia tidak boleh larut dalam emosi—"

"Om, apakah Eja berubah menjadi pendiam karena sedang mengontrol emosi dalam hati?"

"Benar, Evelin. Namun, orang-orang malah menganggap Hito bisu karena terlalu pendiam," sela Om Fahri sambil tertawa kecil, seperti sedang menutupi luka besar dalam hatinya setelah ingat dengan kondisi Hito di masalalu.

BERANDAL SMA ( SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang