Dalam hitungan beberapa menit lagi, olimpiade hampir selesai. Alitta hanya tersenyum kecil. Soal terakhir terasa lebih sulit dari pada sebelumnya. Tidak sanggup menjawab soal sesulit itu dalam waktu tiga menit saja.
Alitta baru menjawab setengah. Tidak! Mungkin hanya satu soal saja. Dia bingung sampai memutuskan untuk menoleh menuju Evelin yang sedang menjawab pertanyaan semudah itu.
"Kok lo selesai jawab semua soal itu?" Alitta terkejut bukan main, kepintaran Evelin memang tidak bisa diragukan. Mustahil kalau tidak dihitung terlebih dahulu. "Kenapa gak menghitung dulu? Gak takut salah perhitungan?"
"Gue udah pernah belajar soal ini ketika masih kelas enam sekolah dasar—"
Alitta menepuk pundak Evelin supaya menyadarkannya kalau ini bukanlah dunia halusinasi. "Gila! Gue yang udah SMA masih suka bingung kalau menjawab soal-soal sulit."
"Gue masih waras, sialan!" Dia menepis tangan Alitta sambil menyatukan halisnya, terlihat sedikit jengkel karena terus diganggu. "Jangan ganggu! Gue sibuk banget mengurusi diri sendiri."
Alitta sempat bengong beberapa saat, hanya untuk berfikir kalau gadis berandal ini tidak seperti yang difikirkan orang-orang. Dalam kekurangan berpakaian, terdapat kelebihan di bidang kepintaran.
Evelin terlalu pintar sampai tidak mau kalau dunia tahu tentang dirinya, mungkin lebih baik menyembunyikan otak dari pada dimanfaatkan orang-orang. Rasanya sangat bangga memiliki teman baik hati, tetapi tidak mau menyombongkan kepintarannya.
Membuat siapapun merinding karena merasa salut. Andai Tuhan menitipkan otak pintar seperti Evelin kepada dirinya, mungkin Alitta akan sangat bangga dan sombong sampai tidak mengakui keberadaan Tuhan.
Alitta berkata, "Tolong ajari gue supaya tidak sombong—"
"Jangan bangga, semua hanya titipan," sela Evelin sambil menjauhkan kertas jawaban yang sudah diisi penuh dalam beberapa menit saja.
"Kalau gue punya otak pintar seperti lo, mungkin gue akan lebih sombong—"
"Itulah alasan, kenapa otak ini dititipkan kepada gue," balasnya sambil menghela nafas panjang, "Mungkin karena lo gak punya otak."
"Heh, sembarangan!" sergah Alitta sambil menempeleng kepalanya dan Evelin hanya terkekeh geli. "Lo udah selesai menjawab semua soal?"
"Udah, pusing banget kepala gue,"
"Pusing apanya, sialan!" Alitta melirik dengan tatapan tajam. "Lo masih sempat cengengesan padahal murid lain pengen menangis kalau mengerjakan soal sesulit ini."
"Hahaha, jangan menggoda gue!" perintah Evelin sambil meraih kertas jawaban yang terlihat sedikit lusuh kemudian mulai menyodorkannya menuju Alitta, "Lo koreksi dulu, barangkali ada kesalahan."
Alitta meraih kertas dari Evelin lalu tertawa kecil, ternyata otak pintar gadis ini benar-benar sulit dipercaya. Berbeda sekali dengan mayoritas murid di SMA elit.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERANDAL SMA ( SEGERA TERBIT)
Ficção Adolescente🅿🅰🆁🆃 🅼🅰🆂🅸🅷 🅻🅴🅽🅶🅺🅰🅿 Apa jadinya kalau murid jenius masuk dalam SMA yang menerapkan sistem kekerasan dalam aturan pembelajaran? Bukankah akan kacau balau? Berkisah tentang Elin yang terpaksa mengubah nama menjadi Evelin Variska. Karakt...