34. Perkelahian Dengan Guru.

818 92 8
                                    

Suasana Kantin menjadi sedikit sunyi, tidak ada lagi teman yang biasanya men-traktir. Restu CS sudah tidak akrab lagi dengan mereka semenjak peristiwa Evelin dihina. Persahabatan mereka sepertinya hancur setelah mendengar pergibahan tadi.

"Gue mau mengundurkan diri." Tatapan Evelin berubah menjadi kosong. Dia tampak sangat terpuruk.

Kirana sebenarnya tahu kalau Evelin akan mengatakan hal itu sejak awal, tetapi terus terdiam. "Mengundurkan diri? Emang lo ikutan perang dimana? Di alam baka, ya?"

"Alam barzah, Sayang," jawab Evelin dengan ekspresi dibuat nyeleneh.

Kirana tersenyum ceria, akhirnya Evelin berhenti terpuruk, tidak apa-apa walaupun sebentar saja. "Kenapa gak ajak gue sih?"

"Emang lo mau meninggoy?"

"Aduh, mengadi-ngadi banget perempuan somplak satu ini."

"Udah! Gak usah ngaco lagi ah!" perintah Evelin sambil menatap balik dengan begitu sinis. "Gue gak mau ikutan olimpiade."

"KENAPA? KOK GAK MAU IKUT OLIMPIADE?"

"Gue udah gak kuat lagi." Evelin menundukan kepala, berusaha menahan sesengrukan.

"Istigfar, Neng! Gak baik." Dia langsung berkacak pinggang.

"Astagfirullah, Ukhty!" ucap Evelin sambil mengelus dada.

Sepupu satu ini selalu seperti itu. Berusaha menghibur diri sendiri lewat candaan ringan, tidak perduli dengan suasana hati yang diibaratkan seperti badai tersapu ombak masalah.

Aku tau kamu sangat sakit, bukan badan, tapi hatinya. Rapuh, tetapi terus dipaksa tersenyum. Terlihat sangat kuat.

Terkadang Kirana merasa iba, masih banyak orang yang tidak mau memperlakukan Evelin seperti manusia dan bertingkah semau mereka. Semua orang memang boleh berpendapat. Namun, tidak ada satupun manusia yang pantas mendapat hinaan kasar. Entahlah, akhir-akhir ini memang banyak yang menghina, tetapi lupa untuk berkaca.

"Lupain masalah apapun yang ada di benak lo. Tolong jangan fikirkan semua beban, hapuskan aja!" Kirana menepuk pundak Evelin dan tersenyum manis.

Evelin tersenyum tipis kemudian menganggukan kepala dan berkata, "Lo gak marah?"

"Marah kenapa?"

"Karena gue gak ikut olimpiade,"

Kirana menggelengkan kepala, "Enggak sih, gue bukan ibu Dona yang selalu memaksa. Melakukan apapun supaya keinginannya tercapai."

"Tapi lo adalah anaknya-"

"Ayolah, Sepupu Montokku, sadarkan dirimu! Jangan pingsan di alam gaib terlalu lama-"

Evelin menatap sinis, sepupunya ini sulit berhenti ketika sedang mengoceh tentang body. Sudah dari zaman mereka kecil, Kirana selalu memuji bentuk tubuhnya yang sexy.

Plak!

"Ih, apaan sih! Ngomongnya kenceng banget kayak lagi pake toa di goa," pekik Evelin sambil menempeleng kepala Kirana.

"Aduh, sialan!" Kirana berdecak kesal, kepalanya terasa sakit, sang sepupu seperti menyimpan dendam pribadi. Dia mengusap kepala sambil menoleh dengan tatapan sinis. "Jangan seperti itu, Babi, eh, maksud gue baby!"

"Tolong pelankan mulut kotor kamu itu, Cicit Sugiono!" pinta Evelin sambil membungkam mulut Kirana menggunakan telapak tangan kanan.

Kirana menepis dengan kasar, "Ih, bau banget tangannya!"

"Ihhhh, sok tau banget sih! Gue udah pake minyak telon, eh, minyak wangi!" jawab Evelin dengan ekspresi memelas.

Kirana terkekeh geli. "Haha, gue cuma bercanda doang!"

BERANDAL SMA ( SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang