60 • Samudra Tidak Sadar Dia Menenggelamkan Banyak Ikan Yang Bisa Berenang

7.1K 1.1K 134
                                    

Gelas itu terbang sampai pecah di dinding rumahnya yang suram, pecahannya bahkan mengenai pipi wanita yang ia cinta. Malam memang seperti itu, selalu gelap--selalu menutupi penglihatan--mata dan juga hati--meski bulan sudah meneranginya dengan cahaya yang ia punya.

"Bocah idiot itu buat apalagi, hah?!" Marah. "Kenapa dia buat malu keluarga terus, Bundanya Gemintang?!" tanya sang suami.

Wanita yang ditanya mengelap setitik darah di pipi akibat pecahan kaca gelas barusan. Yang orang ia sayang--suaminya lempar.

"Kenapa enggak dikeluarkan aja sekalian dari sekolah?! Kenapa saya enggak tau kalau ada rapat tentang kelakukan bobrok anak itu?! Kamu nyembunyiin apa aja dari saya?!" Tidak kenal henti. Bunda hanya diam. Samudra menatap kosong sayur bayam yang sedang ia masak.

"Kamu tau darimana?"

"Apa itu penting saya tau darimana?" sambungnya. Ia mencengkram lengan kekasihnya, menatap dengan mata penuh amarah. "Apa yang kamu lakukan sebagai Ibu dari mereka?! Kamu buat apa sama anak kamu yang satu itu, hah?!"

Ayah tertawa. Terkekeh melihat ke arah kekasihnya. "O iya, saya lupa. Sifat tololnya itu kan turunan kamu," hinanya. "Pantes lah kalau begitu." Mendekatkan matanya. "Tolol," bisik Ayah. Samudra dengar itu.

Pemuda itu membawa panci berisi sayur panas, ia membantingnya di depan ayahnya, agar ia tahu--betapa bencinya Samudra dengan laki-laki yang satu ini. Memangnya dia pikir dia siapa beraninya memarahi bundanya? Dia tidak punya hak, dia tidak punya hak apapun untuk marah ketika ia telah melakukan hal paling menjijikan yang pernah Samudra lihat.

Ayah menatap Samudra. Matanya melotot, terkekeh setelahnya. "Bagus, buang-buang makanan! Udah bisa cari uang kamu, hah?!"

Samudra tidak berbicara. Dia lelah, dia cuman mau makan sayur hangat dan tidur dengan damai setelah ini, karena dia tahu--amat tahu, tahu sekali bahwa seberapa banyak pun dirinya berbicara membela Gemintang atau Bunda sekalipun, Bunda enggak akan pernah ada di pihaknya, cinta itu buta--seperti yang selama ini Samudra tahu. Bunda lebih sayang kekasihnya. Astaga, Samudra tertawa di dalam hatinya akibat tangis yang tidak mau ia keluarkan. Betul, 'kan, Bunda?

Samudra menelan ludanya, setidaknya emosi ayah teralihkan padanya, bukan pada Bunda--orang yang ia sayang--selamanya.

Ayahnya menampar Samudra keras. Getarannya bergema di telinga dan hatinya. "BERSIHIN!"

Samudra mengiyakan, untuk saat ini. Ia hanya harus mengiyakan sementara semua kata ayahnya hingga ia mampu membahagiakan Bunda dan adiknya sendiri.

Samudra mau mengambil lap di dapur, namun Bunda lebih dulu mengelap dan membersihkan sayur yang Samudra banting di lantainya yang dingin. "Bunda aja," katanya.

Ayah mengamati Samudra, menoyor kepalanya menggunakan buku cetak yang ia gulung. "Belajar yang bener, bukannya ngelawan orangtua...."

...

"Lu yang ambil handphone Aya, 'kan?!" Salma menggebrak meja perempuan yang tengah duduk sendirian tanpa teman sebangku.

Cahaya matahari menusuk punggungnya, panas yang ia rasakan di leher. Rambut laki-laki itu juga basah akibat topi yang membungkusnya sehabis upacara bendera, tetapi mengapa tidak ada yang bisa meneduhkan pikirannya? Mengapa sekolah menjadi tempat yang menyedihkan bagi laki-laki ini sekarang?

Samudra menarik napasnya, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Meski dia sudah mengetahuinya. Samudra menatap kekasihnya yang duduk di kursi melihat sahabatnya--Bulan yang dicaci oleh sahabat-sahabatnya yang lain.

Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang