70 • Bulan Memang Tidak Pernah Mengelilingi Bintang Di Dekatnya

6.2K 1K 164
                                    

"Seharusnya kamu bawa bekel makanan dari rumah."

"Bekel?"

"Daripada kamu habisin uang kamu buat jajan sembarangan, lebih bagus makan makanan rumah, 'kan?" sambungnya. "Lebih hemat juga."

Gemintang tiba-tiba saja berteriak, untungnya Bulan enggak punya penyakit jantung bawaan. "Boleh! Yes, dibawain bekel sama Kuda Nil!"

"Siapa yang bilang aku bakal bawain kamu bekel?!" Enak saja. Bulan yang capek-capek memasak, dia tinggal makan saja. Tidak penting, laki-laki di hadapannya tidak memiliki kontribusi apapun pada hidupnya.  Untuk apa dia membawakannya bekal makan siang?

"Bukannya lu ngomong gitu karena mau bawain gue bekel? Gue enggak bisa masak, Kuda Nil!"

Laki-laki ini mimpi apa, sih? "Buat apa aku mau, Gemintang?!" Seperti batu di sungai. "Dasar, cowok gratisan!"

Bulan tertawa, menertawai dan merendahkan impian pria di hadapannya ini. Hanya perempuan bodoh tidak berotak yang mau mengabulkan mimpi pria tidak jelas satu ini.

...

Pagi-pagi sekali gadis itu sudah menggoreng nasi sisa semalam, menambahkan telur, bawang putih, bawang merah, cabai rawit yang merah supaya lidah Gemintang kepanasan. Kalau masih kurang panas bisa juga ditambah omongan tetangga atau bibir Shania yang tebal itu!

Gadis ini aneh sekali, baru kemarin ia merutuki bahwa hanya wanita-wanita bodoh dan tidak berotak yang akan mengiyakan semua keinginan laki-laki enggak waras itu. Akan tetapi lihatlah sekarang! Entah laki-laki itu yang tidak waras atau memang Bulan benar-benar enggak punya otak untuk ia gunakan berpikir.

"Aw!" Seperti kucing, jarinya memerah ketika memasak karena memegang wajan panas di depannya. Harusnya ia pakai kain lap itu untuk memegangi wajannya!

Ini semua karena Gemintang! Kalau saja ia tidak minta dibuatkan bekal, jari Bulan tidak akan kepanasan seperti ini. Laki-laki sialan!

Bahkan saat ia tidak ada pun, Gemintang masih saja jahat pada dirinya.

...

Bulan pulang bersama Gemintang--lagi. Hitung-hitung pembayaran bekal yang ia buat. Namun tidak ada suara, tidak ada godaan dari Gemintang yang membuat Bulan memaki pemuda itu di dalam hati.

Ia diam setelah hal itu terjadi kembali, kala sahabat-sahabatnya menindasnya. Tidak ada yang bisa dilakukan, hanya bisa melawan agar mereka tidak terus-menerus menyakiti hati yang rupanya terlihat kecil bila dirasakan, tidak ada yang bisa dilakukan lagi, kecuali diam dan membiarkan mereka bersenang-senang. Apa yang harus ia perbuat? Melapor? Cara becanda anak remaja? Menambah masalah bagi orang lain?

Angin itu menerpa wajah, tangannya masih mengenggam erat pinggang seragam laki-laki yang diboncenginya. Erat-erat ia berpegangan karena sejak tadi daun-daun yang menari terlalu cepat ia lewati, motor itu menembus udara kotor kali ini, menguarkan emosi yang bahkan tidak diketahui.

"Jangan ngebut, Gemintang."

Tidak ada suara. 

"Gemintang?"

Matahari memanas. Makin ia lajukan motornya.

"Gemintang!"

Tidak ada sahutan sama sekali. Ia melihat spion kaca depan motornya, hanya menampilkan air mata yang jatuh di ujung sana. Hanya ada air mata yang bercampur debu dan keringat dari pria paling jahat yang ada di hati rembulan.

...

"Udah pulang, ya!"

Bulan yang baru sampai sudah diteror oleh hantu kecil botak yang ia pelihara di rumah. Maka ia menoleh ke belakang--Gemintang, melihat pria itu sedih rasanya lebih menyedihkan dibandingkan dirinya yang jahat padanya selalu. Dia jadi ingat jika Gemintang mau mengajak adiknya pergi--ke kebun binatang!

Maka Bulan mengingatkan Bintang akan hal itu. Agar Gemintang tidak sedih. Agar dia menjadi jahat kembali. Agar Gemintang tersenyum kembali. Bulan bersemangat.

"Hari ini, Ka?!"

"Coba kamu tanya Abang kamu yang jelek itu! Dia mau atau enggak!"

Sebuah pancingan. Yang dipancing pun cepat menangkap kail yang ada di ujung tombak.

"Bang, kita ke kebun binatang hari ini?!" Bintang sudah ada di bawah perutnya.

"Enggak! Kata siapa?!" marahnya. Air mata itu jelas menetes sembari tersenyum. "Bilang kakak kamu yang jelek mirip kuda nil itu! Kalau minta yang bener!" Dia kesal sekali.

"Kalau ngomong itu pelan-pelan, Bang ... Bintang enggak bisa baca mulutnya Abang ... Bintang enggak terlalu dengar, Bang." Bintang mengingatkan. "Lupa, ya?"

Gemintang terlihat merasa bersalah. Dan itu lucu. Melihat laki-laki yang tidak pernah merasa bersalah terlihat memiliki hati sekarang.

"Bilang sama kakak kamu yang cantik itu, Tatang kecil...." Pelan-pelan ia berbicara. Agar Bintang mengerti. Agar dia tidak merasa bersalah lagi. "Kalau ngajak tuh ngomong kayak gini, 'Abang Tatang yang ganteng banget, yang selalu ada di hati, yuk ke kebun binatang bareng aku sama Bintang....' gitu."

Bintang mengerti sekarang, ia memanggil kakak perempuannya. Mencoba menyuruh kakaknya untuk melakukan hal paling stres yang pernah ia pikirkan. Tidak terima.

"Jangan ngajarin anak kecil bohong, Tang!"

"Kata siapa sih gue bohong?!" tanyanya. "Bukannya lu emang cantik?"

...

a.n

Dua bulan, dan enggak ada kabar? Jelas saya enggak bakalan ketemu tulang rusuk saya yang hilang itu.

Pembelaan: mau nguji aja, kamu tetep setia dan nyariin saya atau enggak. Ternyata nyariin, tapi bukan definisi saya sendiri.

Sedih, sih, tapi ya namanya juga udah di cap buaya. Mau gimana pun tetep salah aja udah.

Salam,

Pria Jahat Yang Bakal Kamu Gebukin

Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang