09 • Samudra Sejuk di Ujung Sana

14.7K 2.5K 138
                                    

Bulan melewatinya--laki-laki pemilik bibir termanis di sekolah. Samudra merasa aneh, bagaimana bisa gadis itu melewati dirinya begitu saja? Bukan, bukan berarti Samudra ingin Bulan menyapanya atau apapun yang membuat dirinya seperti cowok terpenting di sekolah, namun masalahnya--gadis berjerawat lucu itu dengan cepat berjalan--menabrak lengan kokohnya.

"Bulan?"

Bulan mendengar, ia berhenti di sana, menoleh. Samudra melihatnya, matanya, seperti danau--berair--banyak. Bulan bernapas, menyeka sebentar matanya. "Kenapa?"

Samudra kebingungan. Ia menggaruk tengkuknya. Apa yang harus ia katakan? Gadis yang pendiam namun juga periang itu saat hujan yang membawanya dengan payung biru membuatnya tidak mengerti. Maka Samudra hanya bisa berkata. "Enggak apa-apa. Hehehe." Samudra tersenyum saja.

Ada apa, Bulan? Katakan apa yang membuatmu menangis.

Bulan hanya mengangguk mendengarnya. Ia berjalan pergi lagi, meninggalkan Samudra di sana. Samudra melambaikan tangannya. Bulan tidak melihat. Samudra mengembuskan napasnya--berat.

Ia terdiam. Samudra memandangi lapangan dari teras lantai tiga, koridor lantai ini tidak terlalu ramai, mereka semua--teman-teman dan orang-orang yang tidak ia kenali hampir seluruhnya pergi ke kantin--makan--jam istirahat, kamu tahu 'kan?

Angin menerpa dadanya, bernapas, dan kemudian sentuhan di pundaknya membuatnya terkejut. Matanya terpelotot. Tersenyum kala melihat gadis lucu itu lagi. "Kenapa?"

Bulan mencoba tersenyum. Ia mengajukan kotak merah muda bergambar panda berisikan kue-kue warna-warni. "Buat kamu dan dua teman kamu yang lain," katanya. "Terimakasih sudah mau nolongin aku kemarin."

Samudra memperhatikan kotaknya, merah muda. Tersenyum, tertawa kecil kemudian. "Kamu makin lucu, ya."

Bulan menyeka matanya lagi. "Kalau kamu enggak mau, jangan dibuang, ya. Aku mohon," lirih Bulan.

Samudra terkekeh. Tidak mengerti apa yang diucapkan Bulan. "Kamu kenapa?" bibirnya tersungging. "Saya suka kok, makasih ya."

Bulan mengangguk. Samudra masih melihat air matanya. Bertanya-tanya, mengapa? Ia benci melihat perempuan menangis, Samudra benci itu, Bundanya yang sering ia benci. Maka Samudra harus membuatnya tidak menangis lagi, hidupnya sudah cukup berat.

Ia membuka kotak merah muda bergambar panda, mengambil kue kuning yang ada di sana, memakannya--melahap satu potong penuh, seperti anak kecil, ramahan kue ada di pipinya. Mulutnya penuh sekarang. Ia berbicara. "Enak, ada apanya nih kue?" Samudra masih mencoba mengunyah dan menelan. "Air mata Tuhan kali, ya?"

Bulan akhirnya tertawa. Kecil. Sinar matahari menyinari mereka dengan tawanya. Samudra tersenyum dengan mulut penuh, matanya menyipit. Senang sekali melihat senyuman itu kembali. Putri Bulannya.

...

Samudra memegangi lengan saudaranya itu. Ia melihat kotak merah muda bergambar beruang yang ada di tangan Gemintang. Ia mengenali kotak itu, sama serperti miliknya. "Itu apa yang ada di tangan lo?"

Gemintang menepis genggaman Samudra. Mendelik. "Bukan urusan lo."

"Dapet darimana?"

"Berisik banget sih?"

Samudra menggeleng. Saudaranya itu memang tidak waras. Ia suka membuat onar, menyusahkan orang lain dan tidak tahu diri. Samudra pastinya akan lebih memilih menjadi penari cadangan daripada mempunyai anak seperti Gemintang. Untunglah Bunda kuat, tidak lemah seperti Gemintang.

Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang