"Gua kayak nonton sinetron."
"Iya, lu ibu tirinya!" cemooh Gemintang pada Romeo yang meledekinya dan yang lain sedari tadi.
Dia tidak tahu pasti kapan dia punya hubungan dengan kekasih barunya ini—yang sepertinya senang sekali bertengkar dengannya—pengganti Mario?—mungkin—meski Mario akan tetap selalu di hati kecil Gemintang. Pantas saja Samudra selalu di dekat Romeo, walau sifat mereka bertolak belakang, bagai langit dan upil Gemintang yang hijau ini.
"Kita pindah kursi sebelah aja, Ya," kata Samudra menyelesaikan.
Samudra pindah ke meja di sebelah yang kosong, kekasihnya membantu. Membawa mi ayam miliknya juga. Gemintang yang tadinya mengusir Aya dan dayang-dayangnya ini dari Samudra jadi ingin memaki saudaranya lagi. Rasa cemburu itu bagai angin di lautan. Mengapa dia cemburu? Lucu sekali. Bukankah dia membenci saudara bajingannya itu?
"Asem lu, Dra!" maki Romeo. "Gua kalau ditinggalin bareng Bulan sih, oke aja. Tapi masa iya, lu ninggalin gua sama ni kentang."
"Maksud lu kentang, apa, Bos?" lanjut laki-laki itu. "Kalo enggak suka, pindah!"
"Lu aja, gua udah terlanjur enak nih." Terus menyuapi mulutnya dengan mi ayam yang Gemintang beli.
Gemintang saja belum makan sedari tadi, bahkan duduk saja pun belum! Namun kala ia ingin duduk di kursinya yang dingin, seseorang mengeplak kepalanya—keras—membuat mi ayam yang ia bawa di genggaman tangannya terlepas—tertumpah di meja.
Ia lihat siapa itu, mereka tertawa. Gemintang yang ingin memukuli mereka menahan api kecil yang coba menyulut di hatinya.
"Maaf, Tang!" Cengir Rangga.
"Enggak sengaja!" Saut Nata juga—tertawa.
Mario seperti biasa, tidak ada yang bisa dikatakan padanya.
Tertawa lagi, mereka semua. Entah sahabat atau musuh bagi Gemintang.
...
Kutub utara mungkin adalah wilayah paling dingin di bumi, namun tidak ada rasa lebih dingin lagi daripada sebuah es krim moci yang tiba-tiba saja mengenai kepala. Itu yang Gemintang rasakan sekarang kala tiba-tiba Ibu Dini melempari kepala merah Gemintang dengan es krim moci di ruang UKS—padahal laki-laki tampan ini sedang enak-enaknya tidur siang.
"Kamu sakit, 'kan? Makanya ibu kompres."
Masalahnya Ibu Dini tidak seperti melempar es krim itu, itu lebih seperti menimpuk! Kalau ada batu bata di sekolah mungkin Ibu Dini sudah sedari tadi memakai itu. Jidatnya memerah.
"Kenapa sih, Ibu Dini yang cantik?"
"Enggak usah tanya. Kamu enggak liat sekarang jam berapa? Masuk ke kelas!"
Ia lihat jam yang ada di tangannya, kemudian sok kaget. "Oh, iya!" teriaknya. "Tapi saya makan es krim ini dulu ya!"
"Loh itu punya saya!"
"Tapi Ibu Dini yang lempar ini buat saya, 'kan?"
"Pede." Dengan ketus. "Balikin!"
Gemintang mengembalikan es krim itu. "Jahat banget Ibu sama orang ganteng." Gemintang dengan nadanya memelas.
"Enggak ada orang ganteng yang ngaku dirinya ganteng."
"Ada kok! Ini saya buktinya."
"Terserah." Seperti kalimat kebanyakan wanita.
"Ibu kayak perempuan."
"Emang saya perempuan."
"Perempuan saya maksudnya." Tertawa setelahnya.
Kemudian wanita itu kembali menimpuk Gemintang dengan es krim. Kali ini lebih kencang lagi di jidatnya yang sudah merah. Astaga, Bu Dini ini mau membunuh Gemintang atau bagaimana, sih?
"Ibu mau bunuh saya, ya?! Apa Ibu benci sama saya?!" Drama. Gemintang yakin dia bakal dapat penghargaan film kalau aktingnya begini terus.
"Iya."
"Kalau saya mati, nanti enggak ada orang ganteng lagi di sekolah ini, nanti enggak ada yang gangguin Ibu lagi!"
"Makin hari saya lihat-lihat kamu makin jayus."
"Demi bisa lihat ibu ketawa, saya rela harga diri saya diinjak-injak oleh diri saya sendiri."
Langit berubah menjadi lebih biru sekarang, terlihat dari jendela ruangan kecil ini. Cahayanya masuk ke dalam, angin meniup leher yang berkeringat, bahkan nyanyian burung terdengar lebih nyaring sekarang.
"Omong-omong ada angin apa?"
"Angin?"
"Kamu akur sama Samudra, kamu pulang ke rumah."
"Ibu tau darimana?"
"Bunda kamu cerita, kamu ingat 'kan dia selalu nyariin saat kamu enggak di rumah ke Ibu."
"Untuk sementara. Sejahat-jahatnya saya, saya enggak mungkin tega untuk enggak peduli sama Samudra. Kalau kaki nya udah sembuh, baru saya ajakin berantem lagi," katanya. "Lagipula memang wajahnya minta untuk dipukuli setiap hari."
"Muka kalian berdua 'kan sama!"
"Beda dong, saya lebih ganteng!"
"Astaga, penyakit narsis sama jayus kamu udah stadium empat!"
Gemintang tertawa. "Sama kayak rasa sayang saya ke ibu!" goda nya lagi. "Udah stadium empat."
Ibu Dini kembali menimpuk kepala Gemintang—kali ini pakai dompetnya yang lebih tebal. Untung saja laki-laki itu sering berlatih tinju, jadi bisa dengan cepat menghindar—anggap saja Ibu Dini seperti pelatihnya yang kekar.
"Saya enggak bercanda, Bu!" kata Gemintang menampik. "Rasa sayang enggak sedangkal itu, 'kan, Ibu Dini cantik?" tanyanya. "Itu pertanyaan orang yang sama persis pernah ditanyain ke saya.
"Dia bilang gini, 'rasa cinta bagi kamu dangkal banget ya, Tang?!' begitu kira-kira, Bu!"
Ibu Dini tertawa. "Ibu yakin dia punya segudang makna di hati kamu ya, Tang, sampe kamu ingat kata-kata bermakna itu."
Gemintang tiba-tiba tersenyum sendiri. Bayangan Kuda Nil muncul di hadapannya. Lehernya yang berkeringat begitu asik kala tertiup angin dari langit. Sebegitu bermaknakahnya Kuda Nil?
"Terimakasih udah coba jadi anak yang baik, Tang. Ibu enggak salah untuk percaya sama kamu."
Gemintang tersenyum membalas senyuman manis itu.
...
a.n
kalau ditanya tokoh mana yang paling saya sakitin hatinya disini, semua pasti setuju kalau itu gemintang, ya, kan?!
dia punya banyak konflik, konflik sama bulan, konflik sama bunda dan ayahnya, konflik sama samudra, konflik sama sahabat-sahabatnya terutama mario, dan konflik sama bu dini.
dan semua konflik itu bakal saya lebih ancurin di bab-bab akhir nanti, tunggu aja! hahahaha.
tapi saya tetep sayang kok sama dia, sama kayak kata-kata gemintang. sejahat-jahatnya saya, saya enggak bakal tega untuk enggak peduli sama gemintang.
salam,
orang yang selalu ada di hati mu
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat Cantik
Teen FictionROMAN - FIKSI REMAJA | Hidup Bulan mungkin saja akan bahagia jika dia terlahir sebagai orang berada, cantik, wajahnya tidak berjerawat, dan badannya tidak besar seperti kuda nil yang selalu laki-laki itu katakan padanya, Gemintang. Memangnya kenapa...