01 • Bulan di Bawah Angkasa

30.1K 3.9K 326
                                    

Gadis itu datang pagi-pagi sekali di hari pertamanya masuk kelas dua SMA. Dia ingin duduk di barisan terdepan, karena jika ia duduk di belakang, jelas hidupnya pasti akan menderita. Bukan karena matanya yang sulit melihat hal-hal jauh, mata hitam kecokelatannya tidak ada masalah sama sekali. Namun ia mengkhawatirkan sesuatu yang lebih dari itu, sebuah hal yang membuatnya ingin mati ketimbang hidup seperti ini--suara ejekan.

Dia duduk di kursi terdepan, dekat dengan meja guru. Dia cerdas, karena jika ia diejek, guru akan mendengar ejekan itu 'kan? Ia tidak ingin mengadu, tidak ingin hal ini menjadi lebih sulit lagi. Bukankah itu ide yang pintar?  Sudah bertahun-tahun hal kecil ini bisa membantunya dan kali ini, ia mencobanya kembali.

Waktu berjalan, detik, menit, beberapa wajah yang ia kenal dan tidak ia ketahui sama sekali melewatinya. Duduk di kursi pilihan mereka masing-masing, bersama teman sebangku dan sehati. Gadis itu memandangi mereka. Cemburu.

Apa itu teman? Tidak ada kata itu dalam kamus gadis berambut hitam yang jatuh di bahunya.

Kesepian, namun itu lebih baik daripada memiliki teman tetapi membuatnya sesak di dalam dadanya sendiri.

"Hai, Bulan!"

Namanya Bulan. Indah bukan? Namun Bulan tidak pernah melihat keindahan itu. Bulan hanya tersenyum tipis melihat satu-satunya gadis yang menyapanya. Ia teman sebangku Bulan di SMP dulu, mereka tidak pernah berbicara lagi setelah kelulusan.

Bulan berharap bahwa Aya akan duduk di sebelahnya, sama seperti dahulu, namun harapan hanyalah harapan. Dulu adalah dulu, beda dengan sekarang. Sekarang Aya semakin cantik, tinggi, rambutnya hitam semampai hingga ke punggungnya, bibirnya merah jambu--tipis dan manis, ia tidak akan mau duduk bersama gadis berjerawat dan berbadan besar seperti Bulan. Itu bukan kelasnya.

Bulan tahu itu. Dia berada di bawah. Jauh terkubur di bawah tanah. Jadi ia memakluminya. Setidaknya Aya masih menjadi orang yang baik padanya. Setidaknya.

Jadi ia sendiri sekarang, selalu kesepian, selalu cemburu pada orang-orang yang memiliki teman dan selalu terkurung dalam semua pikirannya yang buruk. Bukan, bukan pikirannya, tetapi dunia. Dunia yang harus bisa melihat Bulan dengan baik. Dunia yang harus berubah.

Kemudian mimpi buruk itu datang.

"Tak kenal maka tak sayang, supaya ibu sayang sama kalian, ibu mau tahu nama kalian masing-masing dan hobi kalian," wanita yang menjadi wali kelas di kelas Bulan mulai menatap Bulan dengan senyuman di wajahnya. "Dimulai dari kamu, ya."

Mati. Bulan tidak suka menjadi pusat perhatian, karena jika ia menjadi perhatian orang-orang, Bulan tahu ia akan sakit hati, sesak seakan hidup menjeratnya dengan tali tambang di hari kemerdekaan.

Bulan berdiri. "Nama saya Bulan Putri Hanggini."

"Hobi?"

Apa yang harus Bulan katakan? Menyebutkan namanya saja, jantungnya sudah berpindah ke usus duabelas jari. Bagaimana dengan hobi? Apa yang akan mereka katakan jika Bulan bilang bahwa hobinya adalah berdandan? Dandan saja wajahnya masih buruk rupa, bagaimana jika tidak?

Pasti mereka semua akan menertawai Bulan dan menyebutnya perempuan murahan yang suka berdandan. Padahal itu hanya keisengannya, dia tidak akan berdandan seperti gadis lainnya yang memakai pewarna bibir, pipi, alis dan lainnya, Bulan hanya memakai bedak tipis jika ingin pergi ke mana pun. Ia hanya memakai semua pewarna itu ketika ia sendiri di rumah, hanya untuk dirinya, bukan untuk siapa pun.

Jadi Bulan berkata. "Mandi dua kali sehari."

***

a.n

Karena besok libur, makanya saya update sekarang. (maklum, sebagai cowok terpopuler di sekolah saya dulu, saya anaknya tambah sibuk kalau hari libur.)

Oke, itu semua bohong. Jangan percaya saya, karena saya laki-laki.

Btw, terimakasih ya sudah membaca cerita ini, jangan sungkan kasih saran buat saya. Saya enggak bakal gigit kok, paling cium iya.

Salam,

Cowok di barisan terbelakang.

Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang