26 • Gemintang Juga Mau Seperti Air

10.9K 1.8K 69
                                    

Berita itu sudah meluas sehari setelah kejadian menyesakkan dada Gemintang. Maka saat ia datang ke sekolah untuk pertama kalinya menjadi anak kelas tingkat akhir, ia sudah dielu-elukan, dibicarakan--bukan tentang keburukannya kali ini. Membuat Gemintang tersenyum. Meski yang seharusnya dipuji adalah Ibu Dini yang membawa semangat sang bintang terang pada dirinya.

"Minggir! Pahlawan kita mau lewat!" teriak Mario saat Gemintang melewati lorong--menjauhkannya dari para gadis gatal. Sejak pagi, sahabatnya itu sudah menunggu Gemintang datang, katanya--demi menyombongkan gemintang.

"Enggak usah lebay, Yo."

"Gimana gue enggak lebay? Temen gue yang Bajingan ini bisa jadi pahlawan juga ternyata. Lu enggak kalah sama Samudra, Tatang!" Mario tertawa menyadari ada hal baru. "Eh, mulai sekarang lu gue panggil Tatang aja, ah."

"Enggak."

"Gemintang baru, nama baru, Tang!"

"Enggak."

"Minggir! Tatang mau lewat!" Mario berteriak lagi. Aduh, kalau bukan teman, Mario pasti sudah jadi kerupuk udang.

...

Gemintang duduk di kursinya. Persis di sebelah Mario yang selalu menjadi teman terbodohnya. Di belakang kursi mereka ada Nata dan Rangga juga yang akhirnya kembali sekelas. Di depan Gemintang, Shania--kekasihnya dan Jessika memperhatikan dirinya.

"Kamu udah baikan, Sayang?"

Gemintang diam saja. Malas. Shania jelas memang bukan gadis idaman--itu sudah terlihat dari awal--dia hanya gadis gatal. Bahkan ia tidak menjenguk Gemintang kemarin-kemarin.

Gemintang hanya melihat dari kejauhan sesosok laki-laki yang tertawa--Samudra. Begitu banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan. Namun pertanyaan apapun itu, Gemintang tetap membenci Samudra. Jelas, karena Samudra lebih banyak mendapati rasa sayang.

Lihat saja sekarang, orang-orang normal mengerubungi Samudra. Tertawa bersama-sama, tulus sekali. Tidak seperti dirinya, yang malah dikerubungi lalat-lalat pengganggu, gadis-gadis yang hanya cinta fisiknya. Yang ia tahu, hanya sahabatnya yang tolol--Mario, Nata dan Rangga yang tulus mencintainya. Ibu Dini juga di dalamnya.

Ah, Gemintang yang menyedihkan.

"Woi, Tatang!"

"Apa lagi, Yo?"

"Itu siapa?" Mario menunjuk gadis yang berjalan masuk ke dalam kelas bersama Cahaya menggunakan alisnya. Mario menganga. "Murid baru? Sumpah, ini sih buat gue aja, ya, Tang?"

Gemintang tidak melepaskan tatapannya pada gadis yang ditunjuk Mario. Pipinya sedikit tembam membuatnya terlihat lucu, rambutnya yang terkucir membuat leher gadis itu jelas terlihat--membuat Gemintang tiba-tiba berkeringat kepanasan. Dia cantik. Amat cantik.

Namun seberapa cantiknya dia, Gemintang lelah sekarang. Dia malas untuk berhubungan. Dia malas bercanda. Dan dia ingin serius untuk sekarang, kali ini saja. Maka Gemintang tidak mempedulikannya.

"Terserah, Yo."

"Nah, gitu dong. Jangan lu ambil semua cewek yang ada di sekolah."

"Gue 'kan emang ganteng, Yo. Wajarlah semua cewek gue ambil." Gemintang menepuk pundak Mario. "Makanya punya bakat tuh ganteng, Yo. Bakat kok bikin jijik cewek mulu?" goda Gemintang.

Mario menatap sinis Gemintang. "Lu pernah keselek tang, belom, Tang?"

Meski begitu, gadis yang baru datang itu membuat semua laki-laki terpana. Mereka menggoda gadis yang ia tidak tahu siapa namanya. Nata, Rangga dan Mario menghampiri meja gadis itu yang berada di sebelah Cahaya.

Namun Gemintang masih mengingat wajah itu meski bertahun-tahun lamanya tidak terlihat. Wajah yang saat itu menangis kala es krimnya direbut anak laki-laki sok jagoan, wajah yang menahan sakitnya dijambak oleh anak laki-laki pemilik sifat banci--bahkan banci saja tidak pernah menyakiti perempuan. Dan wajah itu juga yang membuat wajah Gemintang membiru. Kala kecil bertarung melawan kejahatan. Babak belur.

Itu wajah Kuda Nil yang dulu.

Saat kecil dahulu.

Saat dirinya menjadi pengecut. Mengatakan hal-hal yang seharusnya ia tidak katakan sampai sekarang pada orang-orang.

"Woi! Kuda Nil jadi cantik, Tang!" Mario baru sadar. Orang-orang baru sadar. Dan sekarang mengerumuni Bulan. Bertanya apa rahasia cantiknya.

Mario tertawa. "Jangan ada yang manggil Kuda Nil lagi, woi semua!"

Mario berlari kembali ke mejanya dan Gemintang. Napasnya tersengal-sengal. Ingin mengatakan sesuatu.

"Apa?"

"Kalau sekarang dia nungging, lu mau, 'kan?"

Pertanyaan idiot macam apa itu?

...

a.n

Cinta tumbuh lewat mata baru ke hati. Yah, kasihan sekali kalian yang tidak bisa dilihat lewat mata.

Salam,

Penulis Paling Tidak Peka Sedunia

Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang