"Kaki kamu kenapa?"
Itu kekasihnya. Melihat Samudra yang kesulitan berjalan, refleks, gadis itu membantunya--menaiki mobil Aya--seperti biasa--gadis itu memang selalu menjemput Samudra kala pergi ke sekolah--meski semalam ia berkelahi--meski ada hujan badai sekalipun--kekasihnya itu tetap akan menjemput Samudra, walaupun nantinya ia tidak akan berbicara sepatah kata pun. Namun kali ini berbeda, Aya terus bertanya mengapa--apa yang terjadi tadi malam hingga membuat satu kaki Samudra sulit berjalan.
"Bunda kamu tau kaki kiri kamu susah buat jalan?"
"Enggak, Ya."
"Kamu parah banget, Dra! Harusnya bunda kamu tahu," katanya. "Aku bakal kasih tahu Bunda kamu dulu, kalau kaki kamu luka. Baru kita jalan, oke?" Hiperbola.
"Enggak apa-apa, Ya. Aku enggak mau nambahin pikiran Bunda, Ayah aku belum pulang juga--Gemintang sama aja."
"Tapi kamu harus ke dokter!"
"Udah."
"Terus?"
"Cuman keseleo. Gak usah berlebihan, Ya."
"Aku enggak berlebihan, Samudra!"
"Iya." Mencoba sehalus mungkin.
Hening. Samudra cuman bernapas seperti biasa. Tidak ingin memperpanjang urusan, dia harus bisa mengendalikan Cahaya--agar dia tidak bertindak lebih jauh--agar dia tetap menjadi kekasihnya yang dulu--yang mandiri, berani dan baik. Semua yang ia lakukan pada Bulan sudah cukup. Samudra tidak ingin hatinya tersakiti kembali karena semua perbuatan kekasihnya--setidaknya Aya tidak harus menyakiti Bulan kembali.
"Kalau begitu kamu kenapa?" tanyanya kembali di dalam mobil.
"Enggak apa-apa, Cahaya."
"Jangan bilang itu terus, Dra! Sebelum aku pergi semalam, kamu enggak kenapa-kenapa! Enggak ada yang salah sama kaki kamu. Tapi setelah itu?" Masih mencari jawaban. "Kenapa, Dra?!"
Samudra mengembuskan napasnya. "Aku jatoh, Ya. Di kamar mandi semalem." Bohong. Bahkan awan di langit tahu semua kebohongan itu. Pemuda itu tidak jatuh di kamar mandi, dia jatuh saat hujan--saat menggendong anak kecil yang ia temukan di pasar malam mulai kehilangan napasnya--sesak napas. Lagipula mengapa Samudra harus jujur pada Cahaya? Itu akan membuat sang kekasih berpikir bahwa itu salahnya--bahwa karena ia meninggalkan Samudra di sana membuat pujaannya itu berakhir dengan terjatuh di lumpur dan terkilir setelahnya.
Mengapa dia harus jujur? Mengapa dia harus menyakiti hatinya yang sudah hancur kembali?
...
Bulan. Gadis itu ada di sana bersama sahabat-sahabat perempuan itu--mungkin mantan--tidak ada sahabat yang akan menganiaya sahabatnya sendiri, 'bukan? Maka Samudra cuman bisa diam kala ada di sebelah Cahaya saat itu juga. Tetap berjalan seperti biasanya--tidak mau Aya membuat kekacauan kembali--tidak.
Bulan pergi dari mereka dengan seragam yang basah dan kotor. Apa yang mereka buat lagi dengan Bulan? Apa yang mereka lakukan kembali?! Tidak, 'kah cukup dengan mereka memukuli gadis itu kemarin hingga babak belur?! Tayangan menyakitkan itu terus menghantui pikirannya.
Mata mereka bertemu. Bulan tidak bisa melepaskan matanya dari Samudra, yang ditatap pun sama. Tangan itu mulai tergenggam erat oleh tangan yang lain--Aya. Dia menatap mata Samudra--kemudian tersenyum lebar melihat Salma dan yang lainnya ada di sana dengan seragam yang sama-sama kotor seperti gadis yang menatap dirinya bergandengan tangan dengan mesra.
"Waduh, Samudra sama Aya mesranya ... ke sekolah bareng-bareng."
"Semoga enggak ada lagi perusak atau temen enggak tau malu ya, Cahaya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat Cantik
Teen FictionROMAN - FIKSI REMAJA | Hidup Bulan mungkin saja akan bahagia jika dia terlahir sebagai orang berada, cantik, wajahnya tidak berjerawat, dan badannya tidak besar seperti kuda nil yang selalu laki-laki itu katakan padanya, Gemintang. Memangnya kenapa...