11 • Gemintang Lebih Terang Dari Bulan

14K 2.4K 174
                                    

Pemuda berkaus olahraga biru itu terduduk di lantai gelanggang olahraga sekolah, mendengarkan gurunya yang berisik sekali di hadapan dia dan yang lain. Keringat membasahi leher tegas berurat hijau kebiruan. Kata sang pacar; baunya segar--asam seperti jeruk. Gemintang baru tahu, keringat setelah pemanasan bisa seenak itu di hidung gadis-gadis.

"Kita jadi main voli, Bu?" tanya Shania.

"Iya."

"Enggak ada olahraga lain?"

"Enggak."

Mario mengangkat satu tangannya. "Ibu singkat amat jawabannya kaya gebetan saya?"

Ibu Dini menatap Mario. Tajam. Mario yang sadar kalau kata-katanya yang bego itu memancing emosi Ibu Dini lagi hanya bisa cengar-cengir kayak orang benar. Gemintang tertawa, menertawai sahabatnya itu yang otaknya selalu tertinggal. "Biarin aja, Bu. Si Mario emang anaknya gitu, harus selalu di semangatin, kasihan, hidupnya berat." Gemintang menepuk pundak Mario. "Lagian lu juga, sih, udah tau Ibu Dini lagi pms."

Kemudian sebuah pulpen mendarat di jidat Gemintang. Laki-laki itu mengaduh kesakitan.

"Masih mau gosip?"

"Enggak, Bu." Nah, benar 'kan? Ibu Dini memang lagi datang bulan. Padahal kemarin Gemintang sudah mengajak dia untuk berpacaran dengannya. Omong-omong Gemintang baru tahu, ternyata Ibu Dini ini multitalenta, selain guru matematika, dia juga seorang guru olahraga. Sangat berbakat, bukan? Ah, calon istri idaman.

Ibu Dini meniup peluit, tim Gemintang akan melawan tim Shania. Satu kelompok terdiri dari dua laki-laki dan tiga perempuan, kalau kamu ingin tahu.

"Bu, saya boleh tukar kelompok?"

"Enggak," jawabnya pada Shania.

"Tapi saya mau sama Gemintang. Masa saya lawan pacar sendiri?"

"Memangnya saya peduli?"

Shania berdecak sebal. Ibu Dini tidak peduli--dia memang sedang datang bulan sepertinya. Gemintang mulai memegang bola dan memantul-mantulkannya di lantai. "Udah, ayo!"

"Jangan kenceng-kenceng mukulnya, ya...." Shania berteriak. Memohon pada Gemintang.

Gemintang mengangguk. "Tim kamu bakal menang, kok, Sani, 'kan ada enam orang." Gemintang menaikkan kedua alisnya, mengarah pada gadis besar di garis belakang. "Tuh, Kuda Nil."

Mario memukul lengan temannya. "Jangan mulai lagi, Tang. Inget, lu baru selesai skorsing," ucap Mario pelan. "Nanti kalo lu kena skorsing lagi, gue sedih, enggak punya temen. Nata sama Rangga beda kelas, cowok kelasan kita 'kan pada enggak asik. Nasib, anak IPA emang."

Gemintang tertawa. Menepuk-nepuk pundak Mario. "Jadi sekarang lu belain Kuda Nil, nih? Jadi sekarang lu yang khilaf? Emang dia beneran nungging?"

Mario memutarkan kedua bola matanya. "Pipi lu mau gue ton--" Sebelum Mario melanjutkan kalimatnya, Ibu Dini terlebih dahulu meniup peluitnya lebih kencang. Permainan dimulai.

Gemintang melambungkan bola kuning-biru itu, ia memukulnya sambil melompat. Gema menerima, melambungkannya, Ari menerima umpan dan melakukan pukulan smash dari tengah lapangan.

Gemintang, Mario, Salma, Jessika, dan Audrey berancang-ancang menahan serangan. Saat bola itu datang, Gemintang menahannya--ia terjatuh terbaring. Bola naik ke atas, sekarang Mario yang melompat untuk melakukan pukulan. Para perempuan hanya bisa berteriak--kecuali Bulan yang ada di tim Shania.

Sekarang permainan hanya dilakukan oleh Mario, Gemintang melawan Gema dan Ari. Tiga perempuan yang ada di tim mereka masing-masing hanya menjadi pajangan dan berjerit di depan. Tidak berguna. tunggu, tidak juga, ternyata. Karena Shania, Audrey, dan gadis lainnya kecuali Bulan, ternyata cukup lucu dan segar untuk dipandangi--menjadi semangat karena baju ketat mereka.

Ari menepis bola yang datang bergantian, Mario melambungkannya jauh ke angkasa, Gema memukul bola dari garis terbelakang dan Gemintang melakukan pukulan spike di depan wajah mereka semua. Poin mereka saling berkejaran.

Gemintang capek juga. Pertandingan ini melelahkan. Dia butuh hiburan, kesenangan egonya--Shania yang memakai baju ketat sudah tidak menarik lagi--kalau dia hanya lompat-lompat tidak jelas. Maka ia melirik Bulan yang ada di tim lawan. Gadis besar berkulit tebal itu pasti tidak akan kesakitan 'kan kalau Gemintang memukul bola voli ke arahnya?

Gemintang tersenyum. Ia memulai servis. "Siap, Yo!" Gemintang melontarkan bolanya ke atas, melompat--memukul bola itu tepat ke tubuh Kuda Nil.

Bulan menepisnya dengan bahu, bola itu bergulir cepat ke bawah, terjatuh tubuhnya di lapangan.

Gemintang berteriak--tertawa. Bersorak mendapatkan poin. Ia buru-buru kembali memegang bola mencoba servis kembali. Namun Bulan masih terduduk di bawah. "Cepet, Kuda Nil! Jangan cengeng. Kulit lu 'kan tebel!"

Ibu Dini tiba-tiba memukul kepala Gemintang dengan buku absen. "Namanya Bulan! Panggil yang bener!"

Gemintang menjauh dari kekasihnya--atau mungkin calon kekasihnya yang sedang datang bulan. Ia mengangguk, kemudian saat Ibu Dini berpaling, Gemintang menjulurkan lidahnya.

Gemintang memulai permainan lagi. Jika Gemintang dan timnya mendapat poin sekali lagi, maka permainan selesai dan Gemintang menang. Kali ini dia memukul bola ke arah Ari terlebih dahulu, Ari mengumpan bola pada Gema, lalu Gema melakukan pukulan spike di depan net. Tetapi Mario lebih dahulu memblok bola, jatuh melewati bibir net.

Dengan cepat Gema menjatuhkan dirinya, berusaha menaikan sang bola. Bola itu akhirnya naik kembali, Ari melambungkan lagi bola yang sudah naik melewati net, Gemintang dengan tinggi dan ototnya yang basah karena keringat memukul bola smash dari tengah lapangan. Gema, Ari, Shania, Salma dan Bulan berancang-ancang bertahan. Gema yang menerimanya, namun laju bola itu terlalu cepat--Gema melambungkan bola tanggung.

Gemintang yang melihat bola tanggung itu melompat lebih tinggi di depan net, Bulan yang ada di depan net juga membuat Gemintang tersenyum. Bola itu dipukul Gemintang, SPIKE!

Tepat di kepala Bulan.

Gemintang menang, ia berteriak, tertawa bersama yang lain. Ia melepas bajunya yang sudah bacek dengan hujan asam dari tubuhnya. Gemintang sekarang ingin menertawai tim lawan, melihat ekspresi Bulan yang terkena bola pukulannya. Pasti lucu sekali.

"Mana, nih, Kuda Nil? Badan doang gede," katanya.

Maka ketika ia melihat Bulan, Gemintang terdiam. Ia memakai bajunya kembali, dia menghentikan Mario yang ada di samping menggelayuti tubuhnya sedari tadi.

Wajah Kuda Nil-nya memerah. Gadis itu masih terduduk di lapangan. Mata mendung itu menatap Gemintang. Bulan menadahkan wajahnya ke langit-langit gelanggang.

Apakah itu sakit? Kuda Nil?

...

Jadi, ada kata-kata bijak buat Gemintang?

Salam,

Penulis Yang Hanya Bisa Bermimpi

Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang