41 • Gemintang Bersebelahan Dengan Satelit Bumi

9.1K 1.5K 110
                                    

Pemuda itu tetap harus bekerja yang lain setelah pulang sekolah--menjadi kuli angkut beras di pasar, karena gaji dari penampilannya bernyanyi di kafe setiap malam minggunya sudah habis untuk membayar uang sewa berikut dengan listrik dan airnya.

Meskipun tidak seberapa, setidaknya uang dari mengangkut beras setiap harinya bisa untuk memenuhi kebutuhan akan makan dan minum--walau kali ini dia masih teringat akan gadis itu--yang membuat angin itu berhembus di dadanya setiap kali ia melihatnya--sejak dulu, kecil.

Perempuan itu dibawa oleh orang lain ketika dia menghajar lawannya. Mengapa rasanya panas sekali, ya?

Sampai-sampai kali ini beras yang ia bawa di pundaknya terjatuh, beras itu bertebaran. Gemintang memungutnya dengan cepat--pemiliknya sudah memperhatikan sejak tadi.

Ia yakin, upahnya hari ini akan dipotong. Tentu saja.

...

Kuda Nil suka bakso urat. Itu kegemarannya sejak dulu. Mengapa Gemintang bisa ingat itu? Apa yang ia pikirkan sekarang?

Dirinya malah berdiri, menanti pesanan bakso urat di pinggir jalan, sembari berteduh karena hujan datang begitu saja. Uang yang ia terima hari ini dari menjadi kuli angkut dipotong denda karena kelalaiannya hanya bisa untuk membeli dua bungkus bakso itu.

Gemintang yakin, perempuan itu tidak bisa memasak hari ini dengan yang sudah terjadi padanya tadi siang. Kuda Nil harus banyak makan, bagaimana ia bisa dipanggil Kuda Nil kalau tidak makan dengan banyak?

Bintang juga pastinya kelaparan. Aish, dia tidak boleh membiarkan adiknya kelaparan. Ralat, makanan ini demi Bintang, bukan untuk gadis itu. Gemintang harus mengenyahkan pikirannya tentang Kuda Nil. Harus!

...

Motor besar itu terparkir di luar rumah. Seragam kemeja putih yang ia kenakan basah semua akibat hujan yang tiba-tiba deras padahal tadi sudah reda saat ia meninggalkan tukang bakso di sana.

Ia mengetuk pintu rumah Bintang, memanggil namanya. Menjinjing dua bungkus bakso urat itu malam ini. Udara benar-benar dingin. Gemintang butuh kehangatan.

Perempuan dengan rambut terkucir dan kaos putih serta terusan rok abu-abu membukakan pintu. "Gemintang? Kamu ujan-ujanan?"

Gemintang menyodorkan bungkus baksonya. "Buat Bintang sama lu."

"Kamu ujan-ujanan buat beliin aku sama Bintang bakso?"

"Enggak," katanya. "Jangan kepedan, Kuda Nil. Ini demi Bintang, biar dia nggak kelaperan. Gue tahu lu enggak masak hari ini."

Bulan menarik lengan Gemintang masuk ke dalam rumahnya. "Buka baju kamu!"

Gemintang mengernyitkan matanya. Apa-apaan ini? Gemintang tidak mau.

Akan tetapi Bulan memaksa. Gadis itu melepaskan satu persatu kancingnya. Gemintang memberontak. Dia mesum atau apa sih? Astaga, Gemintang tahu dia seksi, tapi bukan begini juga caranya menggoda Gemintang! Mentang-mentang di luar hujan.

"Lu mesum sekarang? Lu mau lihat badan bagus gue?"

Bulan memutarkan bola matanya. "Siapa yang mau lihat?"

"Gue tahu gue itu ganteng, badan gue oke, suara gue merdu, tapi nggak gini caranya kalau lu mau godain Gemintang."

"Kamu yang mesum!" katanya. "Siapa juga yang mau godain kamu?! Jelas aku lebih milih kodok daripada bocah kayak kamu."

Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang