80 • Gemintang Tahu Ada Satelit di Sana

5K 734 49
                                    

Ia tidak pernah menyangka bahwa laki-laki tampan seperti dirinya selalu memikirkan perempuan tolol itu setiap waktu. Aneh, laki-laki itu ingin mencopot kepalanya sekarang juga daripada harus melihat gadis aneh itu terus berlari di dalam perutnya yang kotak-kotak ini.

Astaga, mengapa bisa, ya? Lihat saja sekarang, dia termenung di atas balkon sekolah—melihat lapangan yang diisi teman-teman futsalnya tengah berkeringat, namun matanya terus menatap ke arah gadis yang duduk sendirian di bawah pohon besar paling keramat. Dia membaca buku sambil sesekali meminum jus jambu sendirian.

Gemintang mau ada di sana juga, menemani—duduk bersebelahan—kemudian mengusap rambut halus itu dengan pelan bak orangtua yang sayang anaknya. Gemintang sudah gila tentunya sejak lama karena memikirkan Kuda Nil itu terus-terusan.

"Udah buruan tembak aja."

Laki-laki itu terkejut bukan main, dia berani sumpah kalau Romeo benar-benar minta dijitak karena mengejutkannya dari belakang.

"Tembak burung lo?!"

"Jangan dong, kasian Ratna."

"Iya, kasian bakalan nikah sama cowok kayak lo."

"Tang, tang. Kayaknya lu kena karma sih."

"Mitos."

"Makanya jangan suka ngehina orang, jadi suka kan lu."

Gemintang pusing mendengar ocehan Romeo. "Gua enggak pernah suka sama orang," katanya. "Orang yang suka sama gua."

"Yang bener?"

"Bener lah, gua 'kan ganteng!" Masih narsis.

"Ga usah pake emosi kali." Kalimat sindirian. Romeo tertawa, seperti tahu perasaan Gemintang.

Namun Romeo salah, karena memang Gemintang tidak ada perasaan pada perempuan manapun apalagi sama Kuda Nil. Mana mungkin? Tidak akan pernah, percaya pada dirinya. Namun matahari menyilaukan pandangan.

...

"Nih, makan." Gemintang menaruh sekotak sosis dan bakso goreng di meja. "Belajar mulu, enggak meledak tuh otak?"

"Enggak, soalnya otak aku enggak kecil kayak kamu."

"Mulut lu kadang kejam, ya, Kuda Nil."

"Kalo kamu bisa baca pikiran, otak aku selalu ngatain kamu lebih parah dari mulut aku."

Gemintang terkekeh kecil, mengembuskan napas, menarik udara kelas yang panas dari matahari dan angin dari pepohonan yang selalu melegakan panca indra. Jam istirahat kedua, sepi, orang-orang biasanya pergi sembahyang, beberapa makan di kantin atau belajar di kelas seperti ibu bendahara kelas ini yang sembari memakan mi goreng di kursinya atau Kuda Nil di depannya yang cuman diam tanpa mengunyah apa-apa.

"Contohnya?"

"Kamu ari-ari Samudra yang hidup."

"Sialan."

"Udah aku bilang."

"Lu jauh berubah, Kuda Nil."

"Kurus?"

"Bukan itu."

"Apa?"

"Berani."

Gadis itu cuman tertawa. Ada air di matanya.

"Itu bukan muji, jangan kepedean."

Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang