36 • Samudra Bersama-Sama di Bumi

9.1K 1.4K 93
                                    

"Karena disini yang paling ganteng itu Samudra, jadi yang dapet tokoh utama Samudra aja ya, kawan-kawan?" tanya Salma pada yang lain.

Para perempuan sih mengangguk saja. Tidak apa-apa. Toh memang benar kalau Samudra itu pangeran impian. Tapi sepertinya Romeo berpikir enggak sama sekali. "Lah, menurut lu, gue enggak ganteng, Sal?"

"Idih. Maaf-maaf ya, Romeo. Kegantengan lu kalah telak sama Samudra." Salma mencibir. "Jadi pohon aja sana!"

Yang lainnya tertawa. Tugas drama untuk ujian praktek seni budaya ini benar-benar membingungkan. Apa yang harus diceritakan jika pemainnya hanya terdiri dari empat orang perempuan dan dua orang laki-laki? Dan bagaimana juga dia bisa terjebak satu kelompok dengan Cahaya, Bulan dan Romeo yang minta dilakban mulutnya?

Astaga, mengapa Pak Galang tidak menentukan saja sih anggota masing-masing kelompok dan bukannya membuat para siswa memilih sendiri ingin di kelompok mana?

"Emangnya mau bikin cerita kayak apa sih, sampai harus yang paling ganteng jadi tokoh utamanya?" Romeo masih kesal. Samudra lama-lama tertawa melihat kelakuan temannya itu.

"Cinta," katanya. "Apa artinya hidup kalau tanpa cinta?"

"Bucin!" Romeo mencibir. "Lu masih sekolah!"

"Biarin!" Salma tidak mau kalah.

"Emangnya apa itu bucin?"

"Astaga, lu beneran enggak tau, Lan?"

Bulan mengangguk.

"Budak cinta, Lan." Aya berkata. "Rela lakuin apa aja demi cinta kamu."

"Jangan jadi bucin, ya, Lan," peringat Romeo.

"Enggak apa-apa. Asal didasarkan rasa suka, itu nggak salah. Selagi cinta kita enggak anggap kita budak juga yang bisa disuruh-suruh. Kenapa enggak?" Audrey menimpali.

"Terus kalau cerita cinta, siapa yang jadi tokoh utama perempuannya?"

"Cahaya." Audrey bilang. "Dia yang paling cantik di sini."

Salma mengangguk. Bulan juga. Samudra terbelalak. Romeo masih kesal, wajahnya memerah.

"Apa cerita cinta cuman buat orang cantik sama ganteng aja?"

"Siapa yang bilang gitu?"

"Secara enggak langsung itu yang lu bilang." Romeo melotot.

"Kenapa sih, Yo? Gue jitak kepalalu, mau?" ancam perempuan bengis itu. "Lagipula Samudra sama Aya itu cocok. Cantik dan ganteng, pas!" Dia menoleh ke arah Bulan dan Audrey bergantian. "Bener, nggak?"

"Iya." Bulan terkekeh pelan.

Audrey mengangguk semangat.  "Siapa sih yang enggak bakal jatuh cinta kalau kedua tokoh utamanya itu cantik dan ganteng?"

...

"

Kamu seneng nggak?"

"Karena?"

Pacarnya yang cantik itu mencubit lengan Samudra. Dia tertawa saja melihat tingkah cinta monyetnya. Mau bagaimanapun juga Aya tetaplah Aya, gadisnya yang selalu bisa membuatnya tertawa. Samudra sayang Cahaya, serius, tapi rasanya perasaan Samudra pada Aya mulai menghilang sekarang. Mengapa? Apa karena gadis itu? Gadis yang selalu menatapnya setiap waktu? Gadis yang bercerita tentang bagaimana pangerannya itu bisa membantunya dari keterpurukan?--perempuan yang membicarakan betapa manisnya Samudra di belakang sekolah--Bulan!

"Samudra!"

Samudra terbangun dari semua pikirannya. "Apa?" Dia memasak mi rebus super pedas untuk dimakan bersama-sama dengan yang lain.

"Kita bakalan jadi tokoh utama di drama tentang cinta." Aya tersenyum sumringah. "Kita bakal hidup bahagia di akhir!"

Samudra menepuk jidat Cahaya. "Yang bikin ceritanya 'kan si Romeo, aku tahu dia paling enggak suka bikin cerita yang akhirnya bahagia."

"Tahu darimana?"

"Aku temennya. Satu-satunya!"

"Aku bakal bujuk dia biar drama ini berakhir bahagia."

"Percuma."

"Kenapa?"

"Karena Romeo!"

"Aku kedipin."

"Dia homo, percuma."

Cahaya kesal. Mukanya memerah. Asap keluar dari hidungnya. "Kalau gitu kamu aja yang bujuk," ucapnya manja. "Mau ya? 'Kan kamu temennya."

"Enggak."

"Kamu enggak mau kita berakhir bahagia?"

Samudra mematikan api di kompor. Menuangkan mi rebus ke masing-masing mangkuk. Panas. Satu pertanyaan itu membuat dapur di rumah pacarnya terasa panas sekarang. Siapa sih yang tidak ingin berakhir bahagia? Namun apa maksudnya kita?

"Aku cantik, enggak?"

Mendadak. Mengapa Cahaya malah bertanya yang lain?

"Cantik," katanya. Samudra tidak berbohong.

Cahaya menajamkan matanya. "Coba lihat lebih deket."

Samudra diam--menatap mata bersinar, Cahaya yang mendekat ke tubuh laki-laki itu. Saat tubuh Cahaya semakin dekat, Samudra mundur--sampai menabrak kulkas di belakangnya.

Cahaya berjinjit--mencium pacarnya--membasahi bibir laki-laki manisnya itu dengan bibir merah muda miliknya. Jari-jari laki-laki yang dicium itu mati rasa, hidungnya berhenti menghirup akibat rasa stroberi bibir kekasihnya, dan dadanya--mau meledak sekarang juga.

"Semoga kita berakhir bahagia, ya, Samudra?" katanya, setelah mengecup sang kekasih.

Samudra mengangguk. Semoga.

...

a.n

Maaf banget, emang suka telat updatenya :(
Soalnya kemalasan ini sudah mendarah daging di tubuh saya :"(((

Btw, Samudra itu bajingan sekali, ya? Hahaha.

Salam,

Penulis Termalas Yang Pernah Ditemukan

Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang