Samudra terpana. Dia memandangi seseorang yang berjalan bersama kekasihnya. Bulan. Dia cantik sekarang, bukan hanya namanya saja. Rambutnya yang terkucir, pipinya yang masih tembam, tubuh normal pada umumnya, Bulan sudah berubah, dia sudah menjadi angsa putih, hanya perlu terbang saja di angkasa agar terlihat sempurna.
Ternyata benar kata Aya, Bulan melakukan ini semua demi dirinya. Dia bersungguh-sungguh. Bahkan Cahaya sendiri sepertinya kurang berjuang demi Samudra.
Dan sekarang, Samudra yakin ia benar-benar jatuh. Jatuh yang paling mengasikkan. Jatuh cinta.
"Itu Bulan?" Romeo terkagum. Matanya melongo melihat tubuh Bulan yang sepertinya sudah bisa dikatakan menggoda keimanan. Samudra hanya terus tersenyum sembari menaikkan kedua alisnya.
"Hai, Samudra!"
Samudra menaikkan kedua alisnya lagi. Tersenyum.
Kemudian Cahaya dan Bulan tertawa, menempati kursi di belakang Samudra dan Romeo. Hampir seluruh murid mendatangi Bulan sekarang. Terkejut dengan penampilannya kini. Bagaimana bisa hanya dalam waktu satu bulan tiba-tiba saja dia terlihat begitu cantik?
Ayolah, sebenarnya memang sebelum liburan akhir semester kemarin, Bulan memang sudah mulai terlihat kurus, namun wajahnya masih kasar, berjerawat, tidak seperti sekarang. Apa ini wajah asli Bulan?
"Apa rahasia cantik kamu, Lan?"
"Kamu ternyata cantik juga, ya?"
"Hah, ini Bulan?!"
"WOI! KUDA NIL JADI CANTIK!"
Telinga Samudra tiba-tiba saja pengang mendengar semua kalimat di belakang kursinya. Cukup dengan pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana bisa ia menabrak para penjahat kala itu, jangan ada keberisikan lagi. Namun akhirnya ia senang, ternyata tidak salah mempercayai Cahaya agar ia dapat mengajak Bulan berteman--menjadikannya lebih baik. Samudra tidak perlu khawatir sekarang.
Setidaknya untuk saat ini.
...
"Si Bulan kok bisa cepet banget jadi cantik, ya, Dra? Lu enggak ada niatan mau deketin Bulan gitu?"
Bakso bulat yang melewati tenggorokan Samudra tertahan begitu saja saat ia mendengar pertanyaan konyol Romeo. Bakso itu kembali keluar dari tenggorokan. Ia ingin memuntahkannya, namun Samudra itu benci kotor, jadi lebih baik ia menelannya kembali. Masa bodoh dengan bakso.
"Lu kenapa?"
"Gue keselek, Kampret!"
"Keselek apa keselek?" cengir Romeo tidak berdosa. "Jangan kelamaan sendiri, Dra. Lu enggak capek pakai sabun terus?"
Samudra tidak habis pikir.
Romeo ini memang aneh. Samudra selalu bertanya pada Tuhan, mengapa dirinya bisa tahan dengan seluruh perilaku temannya itu yang selalu kesurupan? Apa ini yang namanya takdir? Samudra hanya harus tidak memperdulikan Romeo, terkadang Romeo bisa menjadi manusia normal kalau ia didiamkan saja.
"Udah kayak martabak aja gue dikacangin."
"Lu bisa jadi manusia kalau diem, Yo."
"Ini, nih, yang bikin gue sayang sama lu, Dra. Selain ganteng, lu juga satu-satunya yang anggap gue manusia." Romeo mengedipkan satu matanya. "Makasih, Bos."
"Berhenti, Yo. Gue geli," elak Samudra. "Itu, Ratna! Lu cuman sayang sama dia, 'kan?" Samudra menunjuk seorang perempuan yang berdiri di depan stan batagor.
"Sumpah, demi sempak gue yang warnanya putih. Yang gue sayang cuman lu, Dra. Serius." Sebelum Samudra ingin menggores wajah Romeo dengan garpu bakso sekarang karena perkataannya, tiba-tiba saja Romeo memanggil Cahaya dan Bulan yang membawa semangkuk baksonya masing-masing. "Aya, Bulan! Duduk di sini aja, kosong!"
"Boleh?"
"Iyalah!"
Kekasihnya setuju. Bulan juga. Mati saja Samudra.
Tenang, Samudra hanya perlu bernapas. Beberapa tarikan dan embusan saja. Tidak usah banyak-banyak.
Ia berpikir positif. Namun seberapa keras ia mencoba berpikir positif, pikiran negatif selalu yang terlintas. Samudra selalu mengingatkan agar Cahaya menjauh darinya saat ada teman atau siapapun yang dikenal. Namun mengapa sekarang pacarnya itu malah melakukan sebaliknya sekarang?
Pertama, datang ke rumah Samudra saat Bunda ulangtahun, dan kedua saat ini. Duduk di kantin berhadapan Samudra saat banyaknya siswa yang lalu lalang di kantin--saat ada Romeo--si laki-laki dengan gengsi setinggi langit yang hobi bergosip.
Apa ini pertanda bahwa Cahaya akan mendeklarasikan hubungan mereka dalam waktu dekat saat satu tahun lebih berjalan tanpa ada seorangpun yang tahu?
"Woi, Samudra!"
Samudra terbangun dari segala pikirannya. Romeo seperti Bunda saat membangunkannya di pagi hari.
"Ngapain bengong? Jangan ngeres itu pikiran."
"Geblek."
"Lu denger yang gue omongin, nggak?"
"Apa?" Samudra tidak tahu.
"Aduh," Romeo mengeluh. "Si Bulan cantik ya sekarang, Dra?"
Samudra melihat Bulan yang duduk di sebelah Cahaya. Saat itu juga Cahaya tersenyum. Entah apa arti dari senyuman itu. Yang pasti Samudra berkata apa yang seharusnya ia katakan, apa yang seharusnya membuat Bulan senang--begitu juga sang pacar.
"Iya," katanya. "Bulan dan Aya itu cantik, Yo. Masa ganteng, sih? " Samudra tertawa--memandangi mereka satu-persatu. "Kalian kayak kembar tahu."
"Makasih, dra." Bulan mengelus-elus rambutnya. "Aya yang lakuin semuanya. Kalau bukan karena dia, mungkin aku bakal tetap jadi enggak terlihat."
"Kata siapa? Emang dasarnya kamu sudah cantik, Lan. Iya, kan, Samudra, Romeo?"
Romeo mengangguk pelan. Samudra tidak memberikan respon.
"Kata siapa juga aku cantik, Ya?"
"Kata kita bertiga barusan." Cahaya melotot. Matanya ingin keluar.
Bulan mau menimpali. "Tapi--"
"Kenapa pada berantem sih, ini?!" Romeo kesal sendiri mendengarnya. "Gini aja, berhubung Samudra itu jomblo kesepian. Gue mau cariin cewek buat dia."
"Apa-apaan?! Emangnya gue sesedih itu?" Sekarang Samudra yang jadi kesal.
"Jangan berisik." Telunjuk Romeo berada di bibir Samudra. Mesra sekali. "Sekarang lu pilih mana, mau Bulan atau Aya, Dra?"
"Lu lagi apa sih, Yo?"
"Cepet pilih satu!"
"Lu kesurupan?"
"Pilih satu, Samudra!" tegas Romeo menggertakkan gigi-giginya.
"Enggak akan."
"Kenapa?"
...
a.n
Semoga kalian masih suka sama cerita, ya.
Omong-omong, sahabat terdekatnya Gemintang dan Samudra sama-sama aneh ya sifatnya? XD
Salam,
Penulis Pematah Harapan
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat Cantik
Teen FictionROMAN - FIKSI REMAJA | Hidup Bulan mungkin saja akan bahagia jika dia terlahir sebagai orang berada, cantik, wajahnya tidak berjerawat, dan badannya tidak besar seperti kuda nil yang selalu laki-laki itu katakan padanya, Gemintang. Memangnya kenapa...