25 • Bulan Ingin Memulai Dari Nol

11.2K 1.8K 75
                                    

"Besok aku mau jualan di sekolah." Bulan mengemasi jajanan-jajanan pasar yang ia buat ke dalam plastik transparan.

Setelah kejadian menyedihkan itu, Bulan selalu pergi ke pasar pagi-pagi buta bersama Bintang--menjual jajanan-jajanan semisal bolu atau ketan demi memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari selama liburan kenaikan kelas.

Sahabatnya--Cahaya baru mengetahui hal itu setelah satu minggu berlalu begitu saja. Terlalu banyak hal yang terjadi semenjak hari terakhir kelas dua SMA. Cahaya berkelahi dengan Shania, Gemintang yang menjadi korban begal, Samudra yang menabrak para penjahat yang menghajar Gemintang, dan yang paling membuat Bulan ingin tidur selama satu tahun ketimbang menangis semalaman--ibunya yang pergi untuk waktu yang lama--atau mungkin selama-lamanya.

"Ngapain? Ayah aku yang akan urus semua keperluan kamu dan Bintang." Gadis cantik itu selalu terlihat cantik. "Kamu sekolah saja. Enggak ada yang harus dipikirkan lagi selain pendidikan sekarang."

Bulan tidak ingin menjadi beban. Memangnya dia siapa? Keluarga Aya dan dirinya begitu jauh kelasnya. Terlalu banyak yang Cahaya dan keluarganya berikan pada Bulan dan Bintang. Bulan enggak ingin banyak utang budi. Karena Bulan tahu, dia tidak akan pernah bisa membalasnya. Sama sekali.

"Aku enggak mau ngerepotin ayah kamu, apalagi kamu, Ya."

"Ngerepotin apa?" tanyanya. "Ini yang namanya teman, 'kan?"

Teman? Mengapa kata itu terdengar indah sekali sekarang?

"Aku berterimakasih--sangat--sama kamu terutama Ayah kamu, Ya. Tapi tanpa mengurangi rasa hormat dan sayang aku ke kamu dan ayah kamu, aku tetap mau jualan kue-kue ini besok di sekolah."

"Kamu kenapa sih, Lan? Aku ajak tinggal di rumah aku, kamu nolak. Sekarang kamu mau jualan kue, padahal ayah aku yang akan membiayai semua kebutuhan kamu. Jadi kamu enggak ngehargain aku dan ayah aku?" Cahaya kesal sendiri. Urat-uratnya kelihatan jelas di mata Bulan.

"Bukan gitu, Aya. Aku hargai semua yang kamu dan keluarga kamu lakukan sama aku. Kamu sayang sama aku, ayah kamu baik sama aku. Serius, aku cinta sama kalian. Tapi di satu sisi, aku enggak mau terus-terusan bergantung sama kamu dan keluarga kamu. Itu bakal buat aku ... udahlah, Ya, aku enggak tahu. Kamu pasti ngerti, 'kan?" Bulan tidak meneruskan kata-katanya. Dia tidak ingin menyakiti Cahaya. "Jadi boleh, ya?"

Cahaya memegang tangan Bulan yang tengah mengemasi jajanan. Tangan bening itu berjalan mulus ke arah rambut Bulan yang tergerai. Memainkannya sampai ia tertawa tidak jelas. Terkadang Bulan menjadi takut karena Cahaya suka tertawa sendiri--maksudnya tertawa karena ada hal lucu yang Bulan tidak tahu. Lagipula mana ada gadis cantik yang gila?

"Rambut kamu udah panjang, Lan. Mirip sama aku. Kita bisa dikira kembar nanti. Akhirnya usaha kita enggak sia-sia, Lan, selama hampir satu tahun."

"Jangan mengalihkan topik, Ya," tegur Bulan. Dia hanya ingin Cahaya setuju agar Bulan bisa berjualan di sekolah.

Cahaya menghiraukan. "Aku udah enggak sabar mau lihat reaksi orang-orang di sekolah. Terutama cowok yang sok ganteng itu gimana kalau lihat kamy yang sekarang." Aya membalikan tubuh Bulan yang sudah persis seperti dirinya. "Duh, jadi enggak tahan pingin nonjok itu laki-laki."

Tolong, jangan pukuli Samudra. Dia bukan orang jahat, dia orang yang baik, sama seperti Cahaya. Hanya saja benar apa yang dikatakan Salma, semua laki-laki itu mungkin makhluk visual. Mau siapapun laki-laki itu, kalau Bulan masih seperti dulu yang mirip kuda nil--kalau kata Gemintang--tidak pernah akan ada laki-laki yang mendekat. Dan Bulan sudah terlihat lebih baik sekarang.

Jujur, ini pertama kalinya Bulan merasa seperti manusia. Berkat Cahaya. Yang selalu mendukungnya.

Bulan suka Aya, Bulan itu cinta Aya. Dan sekarang, Bulan harus mulai berjuang untuk berenang, berenang di luasnya samudra. Berjuang untuk Samudra.

Samudra satu-satunya yang pertama kali tersenyum dengan tulus pada Bulan. Perempuan itu bisa merasakannya.

"Jangan kasar, Cahaya."

"Cowok kayak gitu harus dijambak, Lan!" katanya.

"Lalu siapa yang bisa aku sukai lagi?"

"Banyak."

"Contohnya?"

"Siapa saja. Asal bukan pacar aku, Lan." Aya memeletkan lidahnya.

...

a.n

Kalau kalian masih mau hidup kalian bahagia, segera tinggalkan cerita ini, cari bacaan yang lain. Serius, anaknya soalnya susah serius.

Salam,

Manusia Biasa Yang Tak Sempurna dan Banyak Salah

Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang