"Bisa diem, nggak, Sih, Tang?!"
"Sakit, Kuda Nil!" aduhnya. "Lu kalo ngobatin jangan pake tenaga, kenapa?!"
Perempuan yang sedari tadi menotoli darah di pelipis dan hidung Gemintang menggunakan kapas dan alkohol akhirnya muak dengan raungan itu, ia malah semakin kencang menotoli lukanya. Biarkan saja, lagipula laki-laki ini selalu bilang kalau dirinya itu kuat.
Bocah yang mendengus sedari tadi seperti sapi akhirnya memberontak, menatap mata gadis di sebelahnya. "Wah, gila, lu mau bunuh gua?!"
"Lagian kenapa enggak ke UKS aja, sih?"
Matanya menatap tajam Bulan. Bak telepati, perempuan itu mengerti. Rupanya karena Samudra--dia ada di sana--ruang kesehatan. Bulan tidak pernah paham apa yang terjadi di antara mereka, di antara Gemintang dan Samudra, atau antara bocah ini dengan mamahnya. Yang Bulan tahu, ada sesuatu yang terjadi. Bulan tidak mau terlalu ikut campur.
"Kamu harusnya selesaiin baik-baik."
Gemintang tidak menggubris. Suara pepohonan di depannya masih terdengar.
Bulan membuka plester, lalu menempelkannya di pelipis laki-laki itu. Ia merekatkannya dengan menepuk. Gemintang mengaduh--lagi. Astaga.
"Aku nggak tau apa yang terjadi sama kamu sama keluarga kamu atau sama siapapun itu. Tapi apa yang kamu lakuin kemarin sama mamah kamu jelas salah, Tang. Ngebentak dan kasar sama orangtua kamu itu salah."
"Lu bisa diem nggak, sih? Mending lu masuk ke dalem. Temenin Samudra. Bukannya lu suka sama dia? Ngapain di sini?"
"Kamu di sini sendirian dengan semua luka itu, terus aku bakal diem aja? Terus aku bakal enggak peduliin kamu?" tanyanya. Bulan masih duduk di teras di sebelah Gemintang. Memandangi lapangan kosong di depannya. "Lagipula, kalau aku ada di posisi kamu kayak gini. Gemintang yang aku tau pasti nggak bakal diem aja untuk bantu aku, 'kan?"
"Jangan kepedean." Senyumnya menyindir.
"Emang bener kok." Hingga Bulan sedikit demi sedikit mengerti akan keadaan. Akan mamahnya dia yang berkata untuk pulang ke rumah. Astaga. "Jangan bilang selama ini kamu kabur dari rumah?! Ya Tuhan, Gemintang! Memangnya kamu pikir kamu tokoh utama di film-film remaja?"
"Bisa diem nggak sih?" tanyanya. "Sebentar lagi gue bakal dikeluarin dari sekolah ini, lu bisa tenang setelah enggak ada gue."
"Lawakan kamu enggak lucu."
"Siapa juga yang lagi ngelawak?"
Bulan mengernyit. Dikeluarkan? Apa maksudnya?
"Gemintang!" Mario datang. Laki-laki itu berlari ke arah mereka berdua, bersama dua orang laki-laki lainnya--Rangga dan Nata. Sahabat-sahabatnya.
"Lu nggak apa-apa, Tang?!" tanyanya.
"Buta?!"
Seperti kuda, Mario menyengir. "Wah, ternyata begini kalo berandalan kayak lu berantem sama saudara sendiri plus ketua kelas baik hati kita?" sindirnya sambil tertawa. "Serem...."
Gemintang menaruh jari yang membentuk huruf "J" di dagunya--mencoba keren pada Mario, kemudian memasang wajah ganas tiba-tiba. "Lu mau gue hajar juga?!"
Mario terkejut. "Jangan, Tang, gue masih mau nikah."
Perkataan dari bibir Mario membuat Gemintang tertawa. Bulan juga tersenyum kecil kala dua orang remaja laki-laki di hadapannya saling menyanyangi seperti ini. Astaga, mengapa Bulan jadi geli sendiri, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat Cantik
Teen FictionROMAN - FIKSI REMAJA | Hidup Bulan mungkin saja akan bahagia jika dia terlahir sebagai orang berada, cantik, wajahnya tidak berjerawat, dan badannya tidak besar seperti kuda nil yang selalu laki-laki itu katakan padanya, Gemintang. Memangnya kenapa...