Samudra itu selalu memandangi bulan di tiap malam--dari kejauhan. Yang ia lihat, bulan itu indah sekali di atas sana. Cahayanya terang. Meski dia selalu hanya berdiam diri di langit.
Namun ternyata samudra yang airnya melimpah dan disenangi para nelayan itu salah akan kenyataan. Rembulan tidak seindah yang ia lihat. Jauh sekali adanya.
Maka lebih baik ia menolak.
Bukan karena badannya yang besar apalagi wajahnya yang bertekstur kasar--bukan. Namun, Samudra bisa dapat yang lebih baik dengan apa yang ada pada dirinya. Harga dirinya begitu tinggi. Masa depannya haruslah yang terbaik. Itu yang selalu orang-orang bilang.
"Cah ganteng, pendampingnya harus cantik, ya," katanya--orang-orang dewasa.
Maka ketika dahulu Cahaya menyatakan perasaannya pada Samudra. Laki-laki pujaan lingkungan masyarakat itu menerimanya. Karena orang-orang bilang, Aya itu manis, selalu tersenyum, lucu, dari keluarga terhormat--sama seperti Samudra--sempurna. Bagaimana ini bukan suatu yang menyenangkan?
"Kamu enggak apa-apa 'kan, Ya?" tanyanya.
"Aku enggak kenapa-kenapa, Dra. Tapi Bulan."
"Aku tahu."
Mobil yang dipacu Samudra berjalan pelan diantara mobil-mobil lainnya dan malam yang menunjukkan para bintang. Pergi ke tempat Bulan pulang. Dokter itu berkata bahwa Bulan sudah lebih baik, pulang adalah hal yang harus dilakukan sekarang.
...
"Jangan lupa sekolah besok ya?"
Bulan terlihat letih rupanya. Sedih sekali melihat gadis lucu ini. Gemintang harusnya sadar bahwa ini kelewatan. Samudra mungkin akan meninju wajahnya saat ia pulang ke rumah.
"Jangan lupa tidur sama makan yang banyak, ya," ingatnya lagi. "Saya pulang dulu."
"Terimakasih."
Samudra mengangguk. Pergi meninggalkan Bulan, pulang bersama Cahaya.
"Kita pulang dulu ya, Lan." Cahaya melambaikan tangannya. Tersenyum pada Bulan.
...
"Kamu nampar Gemintang?"
"Enggak. Biar itu jadi urusan kakaknya," kata sang pacar. Masih terlihat kesal.
"Seharusnya aku jagain kamu sama Bulan saat kamu bilang mau lari di sana," Samudra mengusap kepala Aya sembari memperhatikan jalanan di depannya. "Maaf."
"Ini bukan salah kamu, Dra. Aku juga enggak tahu bakal kayak gini."
Samudra menjalankan mobilnya masih dengan kecepatan normal. Seharusnya ia ada di sana, menjaga mereka dari saudaranya yang tidak punya akal. Ia ingin bertanya pada semesta, mengapa Gemintang itu tidak bisa menjadi lebih baik sekali saja?
Ia benci melihat Bunda yang menangis tiap hari--karena Ayah yang selalu pulang terlambat, karena dia selingkuh dengan pelacur yang ia temui di jalan--Bunda tahu, namun ia tetap bertahan atas dasar cinta. Samudra sesak napas memikirkan itu semua. Dan masalahnya bertambah setiap ada Gemintang. Bajingan sekali Ayah dan Gemintang! Kutukan macam apa ini?
"Semua cowok emang gitu ya?" Cahaya tiba-tiba menatap mata sang kekasih yang sedang menyetir.
Samudra melirik Cahaya sekilas. "Maksudnya?"
"Aku enggak ngerti, Dra."
Samudra yang tambah tidak mengerti malahan.
"Kamu tahu kenapa aku sama Bulan sekarang sering lari? Sering ke tempat fitnes? Belanja perlengkapan perawatan kulit wajah?"
Samudra menggeleng.
"Itu karena Bulan suka sama laki-laki yang ia anggap pangeran, Dra!" katanya. Mati bagi Samudra. "Dia nolak Bulan karena Bulan jelek. Bulan mau jadi cantik, aku mau bantuin dia. Aku mau lihat seberapa bajingannya laki-laki itu. Dia dan Gemintang enggak ada bedanya, kamu harus tahu."
Samudra menghindar di dalam pikirannya. Samudra jelas lebih terhormat.
"Dia emang enggak bilang kalau Bulan itu jelek. Tapi dia bilang kalau Bulan itu terlalu baik buat dia. Hah? Apa maksudnya? Kata-kata sialan macam apa itu?!" Cahaya gemas sendirian. "Oke, mungkin aku yang sedikit sensitif. Tapi jarang ada perempuan yang berani ngomong perasaanya, Bulan percaya diri meski ia tahu seberapa kentangnya dia. Kenapa sih enggak dihargai usahanya itu?"
Samudra menghindar. Ia tidak tahu bahwa Bulan akan bercerita pada Aya, membuat Cahaya kesal, walau ia tidak tahu bahwa Aya tengah membicarakan Samudra sekarang.
"Apa benar kata Salma kalau laki-laki itu makhluk visual, Dra?"
Samudra diam.
"Mereka hanya memuja angsa putih, dan menendang itik buruk rupa ke dalam empang. Apa benar, Samudra?"
Samudra meringis.
"Kamu enggak kayak cowok lain 'kan, Dra?"
"Enggak akan, Ya," ucap Samudra, mencoba menjadi manis bak gula di es teh seribuan.
"Aku bakal tua, aku bakal jadi keriput, banyak bintik hitam, rambutku jadi putih. Aku bakal jadi jelek banget, Dra," lirihnya. "Apa kamu masih mau sayang sama aku?" tanyanya.
"Iya, Ya." Samudra mengelus pucuk rambut Aya sekali lagi. "Jangan khawatir."
...
a.n
Enggak tahu kenapa, jadi enggak bisa bernapas tiba-tiba pas baca. Semoga kalian enggak, ya. Terimakasih yang masih setia membaca cerita ini.
Salam,
Pemuda Kebingungan Akan Pendampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Akan Mencintaimu Jika Kamu Sudah Terlihat Cantik
Teen FictionROMAN - FIKSI REMAJA | Hidup Bulan mungkin saja akan bahagia jika dia terlahir sebagai orang berada, cantik, wajahnya tidak berjerawat, dan badannya tidak besar seperti kuda nil yang selalu laki-laki itu katakan padanya, Gemintang. Memangnya kenapa...