47) Rindu

499 27 0
                                    

Didadaku rindu masih begitu api, entah bagaimana denganmu. dari tatap matamu masih begitu nyala, pada pertemuan-pertemuan yang tak terelakkan, kita masih punya sedetik tatapan yang sulit dialihkan. Pada perpisahan yang tak diinginkan, kita punya sepanjang waktu untuk merindukan.

Untuk kemudian, kita bisa saling kembali. Kita perlu sekali lagi memulai. Kita hanya perlu sekali lagi bertaruh, diantara kita siapa yang paling rapuh?

Kamu atau aku? Kita atau Rindu?

-Metamorfosa Rasa-

***

Hari ini adalah hari penuh bahagia namun terselip luka yang begitu dalam. Bayi kecil yang kentara seperti ibunya itu dibolehkan pulang, setelah tiga hari dirawat secara intensif di rumah sakit setelah proses dilahirkan. Arjun berulang kali mengucapkan rasa syukur. Namun hatinya masih merasa tidak nyaman karena sang istri yang tak kunjung membaik.

"Umi, kita cari baby sitter saja ya?"

Hanna menggeleng, masih memangku cucu pertamanya. "Tidak usah. Umi mau sepenuhnya ngurusin, jagain cucu Umi. Lagian, selama ini Umi kan gak ada kerjaan."

"Tapi Umi--"

Azzam memotong pembicaraan Arjun. "Gapapa Fi, Abi setuju sama Umi. Selama Umi tidak kecapean, ataupun keberatan. Abi akan mendukung."

"Ya sudah, kita pulang sekarang saja." Ajak Arjun.

"Kamu jaga istri kamu saja disini Fi, kita diantar sahabatmu."

Arjun menaikkan alisnya. "Kaffa?" Tanya Arjun. "Abi, kenapa tidak bilang dulu? Kan kasian, selama saya disini. Saya banyak merepotkan mereka."

Hanna hanya tersenyum melihat anak semata wayangnya yang sangat dewasa itu. Dan seseorang menjawab dengan tawa renyah nya.

"Gak papa lah Bro, Lo kan udah gue anggap sebagai Bapak kita sendiri." Kaffa berucap.

Arjun menoleh dan terlihat kesal dengan sahabat nya.

"Maafkan Abang ya Mas, becanda nya kelewatan." Seseorang menimpali.

"Rania? Sedang apa kamu disini?" Arjun merasa was-was bertemu perempuan ini kembali.

"Ya ikut nganterin ponakan baru lah, sinis amat jadi Bapak." Kaffa masih menjawab dengan tawa renyah nya. Sudah tak ada urat malunya, meski ada Hanna dan Azzam. Kaffa berlaku seperti biasanya. Dan itu tidak membuat keduanya keberatan. Karena mereka tahu, sahabat anak nya itu memiliki perasaan tulus.

"Sini Baby Husna na nya Umi, Rania mau coba gendong." Rania mengulurkan tangannya.

Hanna tersenyum. "Nihh Husna mau di gendong sama Aunty cantik.." Kemudian digendong nya Husna oleh Rania. "Kamu itu udah cantik, ayu, dewasa, shalihah, udah gitu keibuan lagi. Kalo menurut Umi kamu itu paket komplit." Ucap Hanna dengan senyuman manis nya.

"Iya Umi, siapa dulu Abang nya dong yang ganteng ini toh." Kaffa menimpali dengan deretan gigi nya.

"Abi menyesal membatalkan perjodohan waktu itu sama kamu Nak." Ucapan Azzam membuat Arjun bungkam.

Hanna memelototi suaminya yang berbicara asal. "Sudah yuk. Kita pulang. Kami semua pamit ya Fi."

Arjun mengangguk. "Iya Umi, hati hati. Jangan ngebut, harus selamat sampai tujuan." Ucapan terakhir nya tentu ditujukan untuk Kaffa.

"Siap komandan."

***

Zibran masih meremas undangan yang ada ditangannya. Apa semua ini diperlukan? Disaat pikirannya tertuju hanya pada Syahna? Ah itu semua membuat kepala Zibran seakan mau pecah.

METAMORFOSA RASA (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang