13) Selalu ada

341 41 1
                                    

Kepada Tuan Surya yang baru terjaga,
Kukirimkan sepucuk do'a,
Untuk seseorang yang begitu istimewa,
Yang tengah bercengkrama dengan Tuhannya.

Teruntuk Sang Surya yang akan tergelincir,
Do'a dan harapan kembali mengalir,
Dari putih dan pucatnya bibir,
Seorang anak yang berjalan dengan getir.

Untuk rembulan dan kesunyian malam,
Kuterjaga dalam gelap nan kelam,
Mengenang kasih sayang di masa silam,
Tangan ternganga diiringi do'a yang tak padam.

-Metamorfosa Rasa-

***

"Dok, hari ini saya izin cuti."

Tampak Hassan yang mengernyitkan dahi. "Kok mendadak pak?"

"Sodara saya ada yang meninggal."

Hassan nampak memaklumi. "Baik pak, saya turut berdukacita." Alasan kenapa Hassan yang memanggil Arjun dengan sebutan 'Bapak' tidak lain karena Arjun yang notabene nya sudah menjadi senior di rumah sakit. Dan Hassan adalah junior nya di bagian bedah syaraf.

"Sodara siapa?" Suara perempuan mengagetkan keduanya.

"Umi? Ko Umi ada disini?" Arjun mencoba menetralkan kekagetan nya.

Umi menghampiri. "Memangnya sodara siapa? Kok Umi tidak tau?"

Arjun mengisyaratkan agar Hassan keluar dari ruang kerja nya. "Dokter Hassan, saya ingin bicara empat mata dengan Umi saya."

"Baik pak." Hassan meninggalkan mereka berdua.

"Siapa Fi? Jawab Umi!!!" Nampak Umi mulai kesal karena Arjun yang tak menjawabnya sedari tadi.

"Mamanya Dira Umi."

Umi menghembuskan kan nafas beratnya. " Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un. Bukankah itu perempuan yang kamu sukai nak?"

"Arjun bisa jelaskan nanti Umi, Arjun harus segera kesana ikut mengantar kan jenazah ke rumah duka."

"Tunggu, Umi akan ikut sama Abi."

Arjun menghentikan langkahnya. "Bukan waktu yang tepat Umi."

"Yasudah kamu hati hati, Kasih tahu Dira, Umi ikut berdukacita."

"Baik Umi, maafkan Arjun ya Umi. Assalamualaikum." Arjun menyalami punggung tangan Umi Hanna.

"Waalaikumsalam, jangan kelabasan. Bukan mahram, bersikap sewajarnya. Jangan melakukan apa yang tidak sesuai dengan syariat Islam."

"Iya Umi." Arjun berlalu setelah berpamitan, kemudian menemani Syahna sampai rumah. Sesampainya dirumah Syahna banyak sekali orang yang ikut mengirimkan doa dengan membaca QS Yasin. Banyak sorot mata yang menatap nya dengan tatapan 'siapa laki laki itu?' Arjun tidak terlalu ambil perasaan, itu bukan waktu yang tepat. Bahkan Zibran satu satunya keluarga yang Syahna miliki tidak ada disini, melihat hari terakhir orang yang sangat disayanginya.

Sempat Arjun berfikir, seusai Syahna menolak lamarannya malam itu di gunung Munara, ia hanya menunjukkan sebuah cincin yang tersemat dijarinya. Siapa Sya? Siapa yang menjadi tunanganmu? Kemudian Zibran datang bersama wanita. Membuat Syahna berada dipuncak amarahnya yang bukan main. Saya tahu itu bukan kamu yang sebenarnya Sya.

Selama jenazah dikebumikan, tangisan pecah tak terbendung lagi dari kelopak mata Syahna, Arjun melihat itu.

"Mama, kenapa Mama tinggalin Syahna Ma. Mama kan janji bakal jagain Syahna, Mama bakalan gantiin bunda buat aku, kenapa mama pergi tinggalin Syahna ma." Syahna yang duduk tersungkur tepat disamping batu nisan Almarhumah, tetapi kata kata yang keluar dari mulutnya barusan membuat Arjun mengernyitkan dahi. Bunda? Siapa bunda? Bukan kah bukan kali pertama Syahna memanggil dengan sebutan Bunda. Siapa bunda itu? Arjun tak berniat menanyakan itu, baginya setiap orang memiliki ruang privasi nya masing masing. Apalagi Arjun yang bukan siapa siapanya Syahna. Batinnya.

METAMORFOSA RASA (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang