49) Takdir Allah

502 27 0
                                    

Assalamualaikum sayangnya aku, Jazakallahu Khairan yang setia jadi readers Metamorfosa Rasa❤️

Follow dulu sebelum baca ya!!✨
Jangan jadi silent reader ya sygku😌
Jangan lupa voment juga!✨❤️
___________
.
.
.
.
.
.

Bayangkan kamu bukit. Aku sepoi yang memeluk rindumu yang terjal menukik.
Tapi ia hujan, dan ia air. Ia tahu kemana harus mengalir. Jadi, yang di matamu itu jangan ditahan. Rindu sekali harus dimanjakan hujan. Tak peduli yang kamu tunggu itu ingat atau lupa jalan pulang.

-Metamorfosa Rasa-
_______

Cahaya gedung yang menabur di seluruh kota Jakarta, terlihat jelas di sudut pelupuk mata yang sendu karena merindu. Angin malam menyusup lewat celah jendela. Pria itu masih diam menatap kaca jendela yang belum tertutup tirai, matanya kian basah. Untuk pertama kalinya lagi ia membiarkan air mata itu meluruh begitu saja melewati dinding kelopak matanya.

Seseorang membuka pintu. "Masih ngelamun aja Bro? Cepetan tidur, besok kan Lo mau nikah."

"Hm." Zibran hanya menjawab malas.

Beno tampak kebingungan. "Lagian kenapa sih?"

"Rindu Syahna aja."

"Berdoa, berdoa, berdoa, karena ya memang kita gak pernah tahu takdir Allah. Buktinya Dissa, udah sebegitu putus asanya. Tapi sekarang alhamdulillah kan?"

Zibran tampak merenung. "Gue belum sempet ketemu Dissa. Maafin gue ya Ben."

"Gak papa lah lagian dia tau kondisi kalian seperti apa. Lagi pula dia juga minta maaf sama Lo gak bisa hadir di acara pernikahan Lo."Jawab Beno sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur milik Zibran.

"Apaan sih Lo? Mau tidur sekamar sama gue?"

Beno terkekeh geli."Yakan kapan lagi coba? Besok kan elu bobok nya sama istri Lo."

Mendengar kata istri, entah kenapa membuat Zibran geli sendiri. Padahal nanti bukan kali pertamanya tidur bersama Jessica, tapi ya tidak dapat dipungkiri pula bahwa kejadian itu terjadi karena mereka berdua tidak sadarkan diri. Alias mabuk berat.

"Yaudah Lo tidur duluan aja. Gue mau ngadem dulu." Zibran keluar dan duduk di kursi balkon.

"Bran, bude Lo kapan nyampe sini nya?" Beno sedikit berteriak.

"Nanti sebelum subuh kayaknya." Jawab Zibran, namun tak ada jawaban dari Beno. Dasar pelor, alias baru nempel terus molor. Gumam Zibran saat mendapati sahabatnya itu sudah tertidur pulas.

Kembalinya ia menatap langit, bintang bertaburan bersinar yang membuat bibirnya berubah lengkung. Zibran mengerti bahwasanya kehadiran seseorang adalah hal yang berharga. Tentu semua itu terasa saat dirinya sudah tidak memiliki siapa siapa yang bisa ia jadikan sebagai sandaran.

Waktu berlalu begitu cepat, ia hanya menyesap kopi tanpa gula sebagai temannya. Ia merogoh ponselnya, tak terasa hari sudah berganti. Ini adalah hari bersejarah untuknya. Jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari. Dan rupanya manik matanya tak membiarkan dirinya terpejam bahkan satu jam saja.

Bel apartemen berbunyi. Zibran menoleh dan berjalan menuju pintu.

"Assalamualaikum."

Zibran menyalami punggung tangan mereka. "Waalaikumsalam bude, pakde. Ayo masuk. Gimana perjalanan nya? Maafin Zibran ya bude, soalnya acaranya mendadak di percepat."

"Gak papa toh. Lagian bude tau ini kesalahan kamu juga." Jawab Bude.

Jawaban Bude mampu membuat Zibran bungkam. "I..iya maafkan Zibran ya."

"Yasudah lagian kan sudah terjadi, sekarang kamu tinggal menjalankan kewajiban mu sebagai suaminya toh." Tukas pakde nya sambil duduk merebahkan diri di atas sofa. Beliau adalah Kakak dari Papanya. Semenjak kematian Papa, Zibran rasa kedekatan mereka sudah berbeda, dulu yang mulanya mereka sangat dekat. Kini renggang bak tak ada ikatan keluarga. Tapi ya untungnya mereka mau hadir sebagai perwakilan keluarga Zibran untuk acara pernikahan nya.

"Bude, Pakde mau makan apa? Zibran bikinkan." Zibran mencoba bersikap tidak canggung.

"Gak usah. Nanti kalau mau, bude bakalan bikin sendiri." Jawab Bude.

"Kamu balik tidur lagi sana. Persiapkan dirimu untuk nanti pagi. Jangan sampai salah baca ijab qobul." Pakde menimpali.

"Iya Pakde, kalau kalian mau tidur, Zibran sudah siapkan kamarnya, disini." Tunjuknya pada kamar yang terletak bersebelahan dengan kamarnya. Tampak mereka berdua mengangguk.

Dan Zibran kembali ke kamarnya. Merebahkan tubuhnya, disamping Beno. Melihat jas pengantin yang akan di pakainya nanti pagi. Memainkan ponsel adalah salah satu pelampiasannya karena ia tak tahu lagi harus berbuat apa sekarang.

Adzan subuh berkumandang, dan ia hendak membersihkan dirinya. Namun saat berdiri, suara bel apartemen nya berbunyi. Kemudian ia bergegas membukanya.

"Dok? Ada apa dengan Syahna?"

"Assalamualaikum."

Zibran menggaruk kepalanya. "Waalaikumsalam hehe. Ada apa, Dok?"

"Panggil saya Arjun saja. Tidak enak kamu terus terusan panggil saya dengan sebutan Dok."

Zibran tampak nyengir kuda. "Yuk masuk Bang."

Setelah dipersilahkan olehnya, laki laki yang bertamu Subuh begini membuat Zibran keheranan. Ternyata Arjun yang meminta maaf karena tidak dapat menjadi bagian dari acaranya nanti, tentu itu bukan masalah bagi Zibran. Apalagi ada Beno di sampingnya.

Zibran bersiap meski masih ada Arjun di apartemen nya. Setelah selesai mandi, kemudian ia bersiap mengenakan jas pengantin. Arjun membenarkan dasi yang terpasang di leher jenjang milik Zibran. Akhirnya ia semakin tersadar, bahwa suami adik angkatnya itu sungguh menyayangi nya meski ia selalu mencoba merusak hubungan mereka. Setelah obrolannya dirasa selesai. Arjun kemudian pamit padanya dan Zibran kembali duduk didepan cermin.

Fajar mulai menampakkan cahaya nya, Zibran yang didampingi Beno dan Bude Pakde nya itu menaiki mobil menuju rumah Jessica, tepatnya rumah Tante Monica. Jujur, ini bukan seperti acara pernikahan yang kalian idam idamkan, melainkan hanya keluarga yang hadir, tidak ada resepsi.

"Bismillah dulu." Beno memberi saran.

"Iya.." Jawab Zibran.

Mereka memasuki rumah Jessica yang dihiasi seadanya. Zibran duduk didepan penghulu dan mengucapkan ijab Kabul.

"Saya terima nikah dan kawinya Jessica Gunawan Bin Akmal Gunawan dengan mas kawin seperangkat alat shalat dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi?"

Sah.

Sah.
Sah.

Sahhhhhhh.

Selagi penghulu membacakan doa untuk kedua mempelai, Zibran yang duduk bersebelahan dengan Jessica itu mengaminkan. Dan acara dilanjutkan dengan foto keluarga. Namun belum sempat berdiri. Seseorang dengan langkah tergesa dan nafas tersengal itu menjadi pusat perhatian.

"Bran....." Panggil nya dengan langkah tergopoh-gopoh.

Semua nampak menoleh. "Bang Kaffa? Ada apa?" Zibran mengernyitkan dahi. Apakah Kaffa marah karena ia tak mengundangnya? Bahkan adiknya , Rania? Zibran mencoba menepis anggapan itu. Toh semua kerabat tidak ada yang diundang.

"Syahna. Syahna..!!" Kaffa sedikit tercekat.

Zibran keheranan. "Kenapa!!!!?"

Kaffa hanya menggeleng sebagai jawaban.

###
TBC.


METAMORFOSA RASA (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang