10) Pertemuan

408 47 1
                                    

Satu persatu helaan nafasku memanggil.

Aku sendiri tak mengenali, rasa yang terlambat kusadari.

Tapi yang pasti, sejak dulu namanya telah penuhi relung hati.

-Metamorfosa Rasa-

***

Dengan sedikit menggulung kemeja nya hingga ke sikut, Arjun masih duduk termenung memikirkan hal yang akan dihadapi nya hari ini. Membuat ia semakin tak bersemangat. Seseorang membukakan pintu ruang kerja nya membuat Arjun menoleh.

Hassan kemudian tersenyum jahil. "Mau kemana Dok? Rapi sekali.."

"Bukan urusan kamu. Ada perlu apa?" Ketusnya.

Gelak tawa keluar dari bibir Dokter muda itu. "Yang sabar Pak dokter tampan, semangat!!!" Hassan memang tahu betul ada apa dibalik sikap ketus seniornya itu. Pertemuan dengan calon istri yang dijodohkan Umi dan Abinya.

"Saya tanya sekali lagi. Ada apa?" Arjun semakin geram.

Masih dengan kegelian nya, Hassan memberikan sebuah map. "Ini berkas yang akan di kirim ke Profesor Marco. Soal pasien dokter yang kemarin." Arjun mengambilnya dan mengecek isi dari map tersebut.

"Terimakasih, kamu boleh keluar dari ruangan saya." Dan Hassan keluar dengan tawanya yang tertahan.

"Semangat Pak! Semoga berjodoh!!!!"

Ingin sekali Arjun melemparkan map berkas yang ada dalam genggaman nya, namun Arjun tetap menahan. Ia tahu itu bukan salah Dokter juniornya. Melainkan akibat perbuatan Umi dan Abi nya.

Diliriknya arloji yang ada ditangannya. Arjun bangkit kemudian bergegas ke sebuah Cafe yang telah dibooking oleh Umi nya sendiri, untuk pertemuan pertama dengan anak sahabat Abi nya itu. Abi, kenapa banyak sekali sahabatmu? Membuat saya ingin berhenti saja mengikuti pertemuan konyol ini. Arjun bermonolog, sungguh ia merasa lelah. Ini bukan kali pertama baginya, membuat Arjun semakin geram. Kalo tidak ditakdirkan berjodoh, saya harus bagaimana?

Terdengar jawaban Abi nya waktu itu yang membuat Arjun berpikir ada benarnya dan banyak tidak benarnya. "Inikan ikhtiar fi, meski jodohmu sudah Allah tetapkan. Tidak salahnya berikhtiar." Ikhtiar apanya? Dan Abi nya menyebut namanya dengan sebutan 'Fi' yang artinya Kahfi. Dan itu menandakan bahwa tidak ada bantahan diatas perkataan yang keluar dari mulut Abinya.

Segera ia memasuki mobilnya. Belum sempat melaju, sudah ada pesan dari Umi nya.

Umi : Bismillah dulu, Nak. Kamu harus ingat, semua ini kamu niatkan dengan lillah, jangan sampai dia menunggu terlalu lama. Umi yakin kali ini kamu pasti srek.

Jangankan ada rasa tertarik, bertemu saja belum. Arjun mendengus kesal. Kemudian melajukan mobil nya dengan moodnya yang bisa dikatakan kurang baik. Mengapa fokus pikiran nya hanya pada gadis dengan sejuta pesonanya. Sesampainya di Cafe yang telah dipesan, manik matanya menelusuri siapa yang akan di temuinya kali ini.

Perempuan dengan Khimar panjang dan ditutupi niqab. Sedang duduk menunggu kedatangan Arjun.

"Afwan, saya terlambat."

Dia menjawab namun tak menatap. "Tidak apa apa Akhi, Rania juga baru sampai. " Oh ya benar, namanya adalah Rania, bisa bisanya saya lupa namanya siapa. Arjun bermonolog dengan tatapan yang masih meneliti wajah yang tertutup niqab itu.

"Oh ya, saya minta maaf atas nama Umi dan Abi saya. Mereka berdua bersikeras mengenalkan saya dengan anak sahabatnya, ya mungkin maksud kedua orang tua saya memang baik, tapi jika kamu merasa tidak nyaman, kita bisa akhiri ini. " Tutur Arjun sopan. Ia tak mau endingnya seperti Sita kemarin, ia yang terlalu ketus.

METAMORFOSA RASA (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang