CH - 18

721 98 12
                                    

________

_____

__


Jimin's POV



Selesai mandi, aku berinisiatif untuk memeriksa Seulgi yang terakhir aku tinggalkan di kamar. Namun saat aku membuka pintu, malah mendapati Seulgi yang tertidur. Dia pasti lelah karena seharian ini. Belum lagi mencuci pakaianku yang kotor. Ditambah kehamilannya, hal yang ringan pasti melelahkan. Aku berinisiatif untuk membiarkannya tidur dan memesan makanan secara online.

Aku memesan makanan di restoran langgananku. Disana kebetulan ada menyediakan makanan untuk berbagai macam usia, penyakit, atau ibu hamil seperti Seulgi. Aku tidak mungkin sembarang memesan junk food. Sangat tidak bijaksana untuk memberikan ibu hamil makanan tidak sehat.

Sambil menunggu makanan datang, aku ke ruang tamu. Bingkai sederhana di atas meja rias menarik perhatianku. Itu adalah bingkai foto Rose dan aku. Lebih tepatnya bingkai foto saat kami tunangan. Terlihat wajah bahagia Rose menatapi cincin di jemari indahnya. Terlihat juga aku yang bahagia menatapi tunanganku berbunga-bunga. Ralat, maksudnya mantan tunangan.

Aku bahkan tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Sudah hampir sebulan lebih kami tidak menghubungi satu sama lain. Sejak kejadian itu. Semuanya telah berakhir, antara aku dan dia. Aku juga tidak sekeparat itu untuk menghubungi Rose seakan semuanya baik-baik saja. Dia pasti akan sakit hati kalau mendengar suaraku, ataupun melihatku. Karena itu lebih baik kami seperti tidak mengenal. Seperti tidak pernah berada di kehidupan satu sama lain.

Berharap? Setiap hari aku berharap kalau semuanya adalah mimpi buruk dan aku akan segera bangun. Nyatanya tidak. Semuanya sudah terlalu realistis untuk sekedar mimpi. Jujur, aku iri dengan Seulgi. Dia mempunyai sahabat dan keluarga yang membantunya melewati semua kekacauan ini. Sedangkan aku? Tidak ada. Ayah dan ibu masih kecewa sampai sekarang, tapi memang dari dulu mereka hanya melihatku sebagai seorang CEO. Aku tidak pernah merasakan ikatan cinta layaknya anak dan orang tua.

Ikatan cinta terkuat yang pernah aku rasakan adalah dengan Rose. Karena itu, bisa dibayangkan betapa beratnya kehilangan dia. Sampai sekarang, aku masih berusaha untuk mencintai Seulgi seperti Rose. Tapi mau bagaimana pun mereka tetap berbeda. Jujur, Seulgi adalah perempuan yang unik dan aku yakin banyak yang menyukainya. Namun bukan aku. Hatiku masih pada Rose, tidak tahu sampai kapan.

Perlakuan manis yang aku keluarkan untuk Seulgi akhir-akhir ini, hanya karena aku ingin dia merasa dicintai. Bukan karena aku sudah mencintainya. Mungkin aku mulai merasa nyaman di dekatnya, dan hanya sebatas itu. Bukan karena rasa sayang sebagai seorang suami, tapi rasa bersalah dan tanggung jawab. Singkatnya, bukan rasa cinta tapi hanya rasa kasihan.

Aku tahu Seulgi akan sakit hati kalau mengetahui isi pikiranku. Maka itu aku berterima kasih karena manusia tidak diciptakan untuk bisa membaca hati orang.

Karena tempat teraman yang aku punya, adalah dalam pikiranku.

Tanpa seorang pun yang tahu.



________

____

__


Teng nong

Bunyi bel menghentikan lamunan Jimin. Dia meletakkan kembali bingkai foto itu di meja rias dan berjalan ke arah pintu untuk menerima kurir makanan. Sehabis itu Jimin tidak lupa menutup pintu kembali. Dia menaruh makanan di atas meja makan, dan berencana untuk membangunkan Seulgi ke kamar.

Did You Know?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang