________
____
__
"Seulgi... apa kau yakin?" Jimin menatap ragu Seulgi.
Mereka telah sampai di restoran yang juga ada menu nanas, seperti kata Seulgi. Cuma yang membuat Jimin ragu adalah ajakan Seulgi untuk masuk dengan wajah seperti itu. Iya, wajah yang penuh coretan spidol.
"Tidak sih tapi... kita juga tidak ada minyak untuk membersihkan wajah sekarang." Seulgi nyengir.
Jimin menghela napas. Kalau tiba-tiba dia bertemu salah satu kolega kantornya, habislah dia karena malu. "Apakah... tidak sebaiknya pulang dulu dan bersihkan?"
Seulgi menggeleng. "Kalau pulang dulu, nanti bolak-balik."
"Tapi dengan wajah seperti ini---"
"Sudahlah! Kau tetap terlihat tampan kok." Seulgi terkekeh. Ternyata kalimatnya itu berhasil membuat Jimin diam dan akhirnya setuju.
"Baiklah. Asalkan aku terlihat tampan, tidak masalah." Jimin tersenyum sedikit menyeringai ke arah Seulgi.
Seulgi sedikit tidak percaya Jimin mengatakan itu. Dia baru tahu kalau pria di sampingnya ternyata ada sisi kepribadian yang narsis. Selang beberapa detik mereka hanya tatap-tatapan, sebelum akhirnya Jimin mencubit pipi Seulgi dan membuka pintu keluar.
"Ayo." Jimin tertawa dan menutup pintu.
Seulgi yang masih di dalam mobil, buru-buru keluar dan menghampiri Jimin yang sedang menjauh. Tidak bisa dibiarkan Jimin mencubit pipinya tanpa pembalasan.
"Aish apakah kau selalu pendendam huh?" Jimin menatap Seulgi dengan wajah pasrah, karena sudah tertangkap dan kembali dicubit oleh Seulgi.
"Tidak pendendam, hanya ingin membalas hehe." Seulgi tersenyum lebar.
"Sudah!" Seulgi langsung melepas cubitannya dan berlari ke arah restoran.
"Hey! Jangan lari-lari kau bisa jatuh!" Jimin sedikit panik karena Seulgi sedang hamil. Dia pun langsung menyusul Seulgi masuk ke restoran.
Saat memijak ke dalam restoran, mereka disambut oleh pelayan penjaga pintu seperti biasa. Namun pelayan itu terlihat menahan tawanya, karena wajah mereka berdua. Itu hal yang wajar. Siapa yang tidak akan tertawa melihat dua orang dengan wajah penuh coretan, berkeliaran di tempat publik?
Seulgi merangkup tangan Jimin dan menariknya ke salah satu meja. Kelihatan bahwa Seulgi sudah sering datang ke restoran ini.
Seulgi mendudukkan Jimin di salah satu kursi. "Tunggu sini, aku akan memesan."
Sebelum itu, Jimin menahan tangan Seulgi. Membuat Seulgi menoleh.
"Memangnya tidak bisa pesan dari sini?" Jimin menaikkan alisnya sebelah.
"Uh... tidak? Disini harus memesannya langsung ke kasir. Karena makanannya bisa di-custom. Lalu nanti diantar kesini."
"Kalau gitu aku bantu?" Jimin menawarkan diri. Rasanya aneh kalau perempuan yang melakukan semuanya.
"Tidak perlu. Kau jaga meja saja, aku akan segera kembali." Seulgi melepas tangannya dari Jimin dan pergi memesan makanan.
Sepertinya Jimin memang harus membiasakan diri dengan Seulgi yang berkepribadian mandiri.
Kalau dipikir-pikir, mereka sangat cepat untuk akrab dalam waktu yang singkat. Karena jujur saja, sebulan yang lalu mereka tidak melakukan pendekatan sama sekali. Seulgi masih terlalu shock dan canggung untuk berkomunikasi dengan Jimin. Sedangkan Jimin masih sibuk dengan masalah kantor, soal mata-mata dari dalam perusahaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Did You Know?
FanfictionJimin dan Seulgi bukanlah teman, kolega, atau apapun itu. Mereka tidak terikat hubungan apapun, hanya sebatas orang asing yang bertemu di bar pada malam yang sama. Malam itu, kecelakaan yang tidak diinginkan terjadi disebabkan oleh rasa mabuk yang t...