CH - 24

585 89 1
                                    

________

____

__


Mimpi yang sedang dirasakan hilang begitu saja menjadi kenyataan. Seulgi terbangun dari tidurnya. Bukan tanpa alasan. Dia terbangun karena suara Jimin yang mengigau. Dirinya menjernihkan mata beberapa kali, lalu duduk untuk melihat apa yang terjadi dengan Jimin. Seulgi pernah melihat Jimin mengigau sekali waktu itu. Alasannya karena Jimin bermimpi tentang Seulgi. Dia sekarang terheran, apakah Jimin memimpikan hal yang sama lagi?

Seulgi menelusuri pergerakkan Jimin secara saksama, lalu memantapkan hatinya untuk membangunkan Jimin. Tangannya meraih pundak Jimin. Beberapa tepukan halus diberikan dan cukup untuk membuat Jimin berhenti mengigau. Jimin lalu perlahan membuka mata dan menoleh ke arah Seulgi yang sedang menatapnya. Dia juga ikut terduduk, menatap Seulgi balik.

"Apa kau bermimpi buruk lagi?" Tanya Seulgi.

Jimin merenung beberapa saat, mengumpulkan nyawa. Lalu dia mengangguk dan mengangkat tangannya untuk meraih kepala Seulgi. Mengusapnya. "Maaf, kau terbangun karena aku ya?" Jimin menjawab dengan suaranya yang masih serak basah.

"Jangan minta maaf, bukan kau yang menginginkan mimpi buruk itu terjadi kan?" 

Jimin tersenyum karena pengertian Seulgi. "Apa.. mimpi burukmu kali ini?" Seulgi terlihat ragu namun akhirnya bertanya juga.

Jimin menurunkan tangannya dari kepala Seulgi. Dia memejamkan mata dan menghela napas. Seulgi sudah tau itu bukan hal yang baik. Wajah Jimin juga terlihat tertekan. Pasti sedang banyak pikiran.

"Aku bermimpi hal yang sama." Jawab Jimin, membuat Seulgi ikut terdiam.

Seulgi tahu apa maksudnya itu. Artinya mimpi buruk tentang Seulgi datang kepada Jimin lagi. Mimpi tentang Jimin yang memanggil dan mengejar Seulgi terus-menerus, namun Seulgi tidak berhenti. Sampai Seulgi menghilang dan Jimin berteriak. Waktu itu Seulgi tidak berpikiran jauh. Dia pikir itu hanya mimpi acak yang tidak berarti apa-apa. Tapi sekarang dia takut.

"Bagaimana kalau mimpi itu memiliki arti?" Seulgi dengan khawatir menatap Jimin. Dia tidak pintar menyembunyikan perasaannya dan sekarang dia benar-benar takut. Apalagi dia sedang hamil dan sesuatu dapat saja terjadi di masa depan.

"Maksudnya?" Jimin memastikan.

"B-Bagaimana kalau saat aku melahirkan nant--" Sebelum Seulgi dapat menyelesaikan kalimatnya, Jimin mengentikannya. Dia menutup mulut Seulgi dengan tangan kanannya dan menatap Seulgi dalam-dalam.

"Jangan-pernah-berpikiran-seperti-itu-lagi. Mengerti?" Tatapan Jimin berubah, tidak pernah Seulgi melihatnya seperti ini.

"Tapi di mimpi itu aku pergi. Berarti aku akan--"

Lagi-lagi kalimat Seulgi terpotong, karena tangan kanan Jimin yang tadinya untuk menutup mulut Seulgi, langsung mengepal dan secepat kilat meninju kasur. Tepat di samping Seulgi. Melihat semua itu, Seulgi terdiam dan tidak berani bergerak. Sedikit pun.

Mata Jimin menyorot Seulgi yang sedang ketakutan. Beberapa detik terasa seperti ribuan. Mereka tidak bergerak di posisi yang sama lumayan lama. Sampai akhirnya Jimin membuang pandangan, beranjak dari kasur dan keluar kamar. Di saat itulah Seulgi menghela napas. Dia tidak percaya apa yang baru saja dilihatnya. Mata Jimin. It's like a whole different personality.

Seulgi ingin menangis, tapi dia tidak ingin Jimin tahu. Jujur, dia ingin menangis bukan karena perilaku Jimin barusan. Tapi karena bayang-bayang tentang mimpi Jimin masih mengganggu pikirannya. Dia mengerti kenapa Jimin marah. Karena Seulgi berniat untuk mengatakan ramalan kematiannya sendiri, hanya berdasarkan mimpi buruk.

Did You Know?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang