________
____
__
Senin, 16 Agustus 2023
"Selamat! Hari ini adalah hari kepulangan anda, tuan putri." Jungkook menunduk hormat.
Seulgi hanya tertawa. Sahabatnya yang satu itu memang tidak pernah lepas dari hal-hal konyol. Selagi dia disebut tuan putri, tidak akan masalah bagi Seulgi.
"Kalian pagi sekali kesini, aku terharu. Terima kasih." Ucap Seulgi dengan senyumnya yang berbeda. Iya, berbeda, karena Seulgi masih belum bisa tersenyum lepas seperti biasa. Wendy dan Jungkook yang menyadari itu, merasa rindu kepada senyum beruang khas Seulgi.
Wendy mendekat dan memegang kedua tangan Seulgi. Menatap perempuan penuh impian itu dengan lembut. "Aku ingin kau tidak merasa depresi soal pendidikan ke Kanada. Kau bisa menggapainya suatu saat nanti kan? Aku yakin seorang Seulgi pasti bisa." Wendy tersenyum, lalu melanjutkan, "Sekarang yang harus kau utamakan adalah kesehatanmu. Karena sekarang kau bukan seorang diri lagi. Ada satu nyawa lain yang bergantung padamu sekarang, dan kau harus berhasil melahirkannya ke dunia."
Seulgi belum merespon. Dia belum bisa berpikir dengan positif, karena sebagian dari dirinya masih tertekan. Melanjutkan pendidikan ke luar negeri adalah impian yang sudah dia tunggu-tunggu dari kecil. Seulgi ingin melihat ekspresi bangga orang tuanya ketika dia mampu mengejar ilmu dengan baik. Karena itu artinya, Seulgi dapat membuktikan bahwa usaha orang tua yang menyokong kehidupan dirinya selama ini tidak sia-sia.
Tapi sekarang, yang Seulgi dapatkan bukanlah ekspresi bangga, melainkan ekspresi kecewa orang tuanya. Walaupun mereka berusaha untuk terlihat biasa saja, tapi Seulgi tahu betul jauh di dalam lubuk hati mereka, adalah rasa kecewa yang besar. Hal itu membuat Seulgi merasa gagal, merasa semua usaha yang telah dilakukannya kini seperti menyendok air lautan, tidak ada gunanya.
"Seulgi?" Suara Wendy membuat lamunannya buyar.
Seulgi tersenyum dan berkata, "Jangan khawatir, aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga kedua tubuh ini."
Jungkook lalu mendekat perlahan dengan mimik wajah serius, membuat Wendy dan Seulgi menoleh.
"Jangan lupakan bayimu yang ini juga ya." Jungkook nyengir.
Seulgi tertawa. Dasar Jungkook, aksinya selalu tidak dapat ditebak.
"Sejak kapan kau menjadi bayiku, hah?"
"Tentu saja sejak aku lahir."
"Bodoh." Seulgi mencubit pipi Jungkook.
Tidak terima dicubit, Jungkook kembali mencubit pipi Seulgi. Wendy yang melihat hanya geleng kepala. Pasti sekarang tidak ada yang mau mengalah.
"Lepas!" Seulgi menatap Jungkook serius.
"Tidak akan, kau yang lepas dulu!"
"Ooh tidak mau mengalah ya? HA?!"
"Kau lebih tua dariku, harusnya kau yang mengalah, wle" Jungkook memeletkan lidah.
"Tidak ada aturan seperti itu! Kau laki-laki jadi harus mengalah. Lepas!"
"Kau dulu."
"Kau."
"Kau!"
"KAU!"
"KA-------"
"Permisi...." Seseorang yang tiba-tiba masuk membuat mereka berdua terdiam, tetap pada posisi mencubit satu sama lain.
"Dengan siapa ya?" Wendy bertanya.
"Ah.. aku Rose." Rose menutup pintu dan mendekati mereka bertiga.
"Apa aku boleh bicara dengan Seulgi berdua?"
Wendy dan Jungkook hanya terdiam. Namun tidak lama sampai Wendy mengangguk mengiyakan. Lalu Seulgi dan Jungkook melepas cubitan mereka satu sama lain, dan Jungkook keluar ruangan bersama Wendy.
"Ada keperluan apa mencariku...?" Seulgi mendongak.
Rose tersenyum. "Seulgi..."
________
____
__
Jimin keluar dari mobil yang baru saja diparkirkan di basement rumah sakit. Mendengar kabar Seulgi yang boleh keluar rumah sakit hari ini, dia berinisiatif untuk menjemputnya. Jujur, Jimin belum berkomunikasi lagi dengan Rose sejak hari itu. Dia belum siap menghadapinya. Bertemu dengan Rose, berarti siap untuk kehilangan wanita itu. Karena yang akan dibahas pastinya soal pembatalan pernikahan.
Saat menginjak masuk ke lobby rumah sakit, bisa dilihat dari kejauhan ada Chanyeol yang berjalan ke arah Jimin.
Kemarin, mereka memang sempat bertemu. Bahkan emosi Chanyeol sudah tidak terkendali. Tapi untungnya dia kembali sadar kalau mereka berada di lingkungan rumah sakit, dan dia harus bersikap profesional. Sekarang pun, Chanyeol tidak terlihat beda, masih menahan emosi.
"Ingin menjemput pelacurmu, ya?" Chanyeol berbisik sambil tersenyum.
Tatapan Jimin seketika berubah drastis, sangat tajam. Tidak tahu apa alasannya, mendengar Chanyeol mengatai Seulgi seperti itu membuatnya sangat marah. Mungkin karena Seulgi jauh berbeda dari kata 'pelacur'.
"Sampai aku mendengarnya lagi, aku bisa membuatmu kehilangan pekerjaan." Jimin menegaskan kalimatnya. Dia sedang tidak mood untuk meninju seseorang.
"Tidak menyangka kau semanis ini, wanita itu pasti sangat bersyukur. Tapi kau tetap bodoh karena sudah menyakiti Rose, yang sangat jauh lebih baik dari wanita itu."
Sorot mata Jimin kembali redup, dan menjawab, "Ya. Aku memang bodoh. Wanita seperti Rose tidak pantas menerima keparat sepertiku."
"Kenapa kau melakukan ini?" Chanyeol yakin Jimin tidak mungkin selingkuh cuma-cuma.
"Aku berada di bawah kendali alkohol. Kalau kau ingin tahu seberapa besar aku menyesalinya, tidak akan bisa diungkapkan dengan kata-kata. Aku menyesal datang ke acara itu. Aku bahkan menyesal kenapa produk baru perusahaan berhasil. Kalau saja produk itu tidak berhasil, maka tidak akan ada acara perayaan dan aku tidak akan mabuk." Jimin berhenti sejenak.
Dengan cairan bening yang berada di ambang bulu mata, Jimin melanjutkan, "Aku sangat mencintai Rose, dan aku sangat menyesal atas sesuatu yang tidak dapat diperbaiki kembali. Sekarang impianku tentang kehidupan pernikahan yang bahagia bersama Rose telah hancur."
Keheningan berada di antara mereka. Kaki Jimin ingin melangkah maju, saat Chanyeol bertanya dengan nada frustasi, "Kenapa hancur? Rose masih menanti kau untuk menerima kesempatan kedua!"
Jimin tertawa hambar. "Kesempatan kedua? Aku harap aku bisa mengambilnya. Tapi itu semua tidak akan terjadi, karena perempuan yang kau anggap sebagai 'pelacur' telah mengandung anakku."
Kalimat itu adalah kalimat terakhir Jimin, sebelum dia benar-benar melangkah pergi. Meninggalkan Chanyeol yang membatu di tempat, mencoba mencerna kata demi kata yang baru didengarnya.
Chanyeol pikir masalah hanya sampai perselingkuhan. Tetapi kenyataannya lebih parah dari itu.
Kenyataan yang menyakitkan, namun tidak dapat dibantah dan diperbaiki dengan apapun.
__
____
________
KAMU SEDANG MEMBACA
Did You Know?
FanfictionJimin dan Seulgi bukanlah teman, kolega, atau apapun itu. Mereka tidak terikat hubungan apapun, hanya sebatas orang asing yang bertemu di bar pada malam yang sama. Malam itu, kecelakaan yang tidak diinginkan terjadi disebabkan oleh rasa mabuk yang t...