________
____
__
"Apa hari ini kau pulang malam lagi?" Suara Seulgi memecah keheningan.
Jimin menyelesaikan aktivitasnya memakai sepatu, lalu menoleh. Respon Jimin hanyalah sebuah anggukan. Seulgi berharap bahwa Jimin kembali seperti biasa setelah semalam. Nyatanya tidak. Jimin tetap terlihat murung.
Seulgi tahu Jimin takut. Takut akan hal-hal aneh yang terjadi belakangan ini. Terutama mimpi buruk yang masih datang menghantui. Setiap malam pun Seulgi masih mendapati Jimin yang mengigau karena mimpi yang sama.
Entah apa yang harus dilakukan. Seulgi juga buntu. Dia harap psikiater yang berkonsultasi dengan Jimin dapat membantunya. Seperti biasa, tidak ada lagi perpisahan hangat saat pagi. Hanya sebuah kalimat yang dingin. "Aku pergi."
Tidak Seulgi jawab. Hanya menatap Jimin yang keluar dan masuk ke mobil. Lalu mobil menyala dan berjalan sampai hilang dari pandangan Seulgi.
Tanpa sadar pandangan Seulgi jatuh ke bawah. Dia merasa sedih. Sangat berharap di saat seperti ini ada seseorang yang dapat memberikan jawaban. Dan tiba-tiba terlintas ayah dan ibu di pikiran Seulgi. Sudah berbulan-bulan semenjak hari pernikahannya. Sampai sekarang dia belum pulang untuk menemui mereka. Ada perasaan rindu yang sangat menyekik. Namun kalau Seulgi datang sekarang, hanya akan membuat mereka khawatir karena aura Seulgi yang redup.
"Noona, ada apa sih dengan Jimin Hyung?" Suara anak laki-laki yang membuat perasaan Seulgi bisa membaik muncul.
"Yejun!" Sahut Seulgi semangat. Dia berlari kecil menghampiri Yejun yang kini berada di meja makan.
"Kenapa begitu senang? Seperti aku pergi kemana saja." Yejun mengambil sebuah gelas untuk membuat susu.
Seulgi hanya tersenyum kecil memandanginya. Habis sejak kemarin, Yejun sibuk dengan mainan konstruksi. Dia sudah bilang kepada Seulgi, kalau ada butuh sesuatu tinggal masuk saja ke kamarnya. Namun tidak ada yang pernah Seulgi butuhkan. Dia hanya suka mengobrol kecil dengan Yejun. Sangat nyaman.
"Noona, jangan hanya menatapku. Aku menunggu jawaban." Kata Yejun, sambil menuang bubuk susu ke dalam gelas dan mengambil termos panas.
"Ah.. Jimin Hyung.. hanya sedikit stres. Banyak kerjaan." Seulgi memberikan jawaban yang tidak sepenuhnya salah. Namun tetap menutupi fakta yang sebenarnya.
Yejun mengaduk bubuk susu yang telah dicampur air hangat. Lalu memberikannya kepada Seulgi. Seperti biasa, saat pagi Yejun memang membuatkan Seulgi susu hamilnya. Seulgi bisa membuat susu sendiri, namun Yejun berinisiatif sendiri untuk membuatkan Seulgi susu. Katanya membuat susu sangat satisfying.
"Terima kasih, Yejun-ah." Ucap Seulgi sembari menerima gelas.
"Tenang saja, noona. Konstruksi bangunanku sudah selesai. Kita bisa bicara." Kalimat Yejun seperti bapak paruh baya yang mengajak anaknya untuk berbincang serius.
Seulgi tertawa melihat kekolotan Yejun. "Bicara apa, hm?"
Yejun duduk di hadapan Seulgi. "Tentu saja tentang apa yang noona sembunyikan. Bukan hanya Jimin Hyung yang terlihat lesu setiap hari, namun noona juga. Pasti ada sesuatu yang lebih besar terjadi, kan? Kau sudah berjanji untuk tidak menutupi apapun dariku."
Seulgi menghela napas. Baiklah, dia kalah dari anak kolot itu. Tidak enak juga kalau dia tidak terbuka pada Yejun. Padahal Yejun sudah tulus, ingin mendengar setiap masalah yang Seulgi hadapi. Ditambah dia sudah berjanji untuk terbuka pada Yejun, walaupun dia hanya anak kecil.
Seulgi meminum beberapa teguk susu, lalu kembali menaruh gelas di meja dan menatap Yejun.
"Akhir-akhir ini, Jimin Hyung mendapat mimpi buruk. Tentang dia yang memanggil dan mengejarku, tapi pada akhirnya aku berhasil pergi dan hilang. Mimpi itu menjadi beban di pikiran kami beberapa hari terakhir. Apalagi karena aku sedang mengandung. Banyak kemungkinan yang bisa terjadi dan... membunuhku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Did You Know?
FanfictionJimin dan Seulgi bukanlah teman, kolega, atau apapun itu. Mereka tidak terikat hubungan apapun, hanya sebatas orang asing yang bertemu di bar pada malam yang sama. Malam itu, kecelakaan yang tidak diinginkan terjadi disebabkan oleh rasa mabuk yang t...