CH - 26

682 93 5
                                    

________

____

__


"Jadi kau merasa takut hanya karena sebuah mimpi?" Jungkook menaikkan alisnya sebelah.

"Hanya?! Bagaimana kalau itu sebuah pertanda? Apalagi Jimin selalu mendapat mimpi itu setiap malam. Bahkan kantung mata Jimin terlihat sangat jelas karena kurang tidur. Ditambah dia selalu pulang larut malam karena pergi ke psikiater untuk membahas mimpi itu." Kekhawatiran terpampang jelas di wajah Seulgi. Bahkan aroma teh yang mendominasi ruangan tidak membantu sama sekali untuk Seulgi merasa tenang.

"Jangan berpikiran macam-macam dulu. Mungkin karena Jimin lelah jadi mimpi buruk mendominasi tidurnya. Kalian berdua sama saja, sama-sama overthinking." Jungkook terlihat santai saja dan tidak tergoyah dengan kekhawatiran Seulgi. Mungkin karena dia tidak merasakan hal-hal yang aneh akan terjadi. Seperti semuanya akan baik-baik saja.

"Jungkook. You have some nerve to act like this isn't a BIG DEAL." Seulgi melempar punggungnya ke sandaran kursi. Dia cemberut.

Bagaimana tidak? Sudah susah payah dia mendapat izin dari Jimin untuk menghampiri rumah Jungkook bersama Yejun. Berharap Jungkook akan berpartisipasi dalam kekhawatirannya yang tidak berujung. Tapi ternyata Jungkook tidak menanggapinya dengan serius dan menganggap itu semua hanyalah mitos. Menanggap dia berpikir yang macam-macam. 

Jungkook tidak tahu satu fakta bahwa Seulgi sendiri juga insomnia belakangan ini karena memikirkan mimpi buruk itu. 

Oke. Seulgi mengerti alasan dari sikap Jungkook yaitu karena tidak mau Seulgi overthinking. Tidak mau dia berpikir yang macam macam karena hal itu tidak baik untuk kesehatan psikologis. Tapi menghilangkan pikiran yang sudah melekat di otak, itu seperti mencabut permen karet yang terjebak di rambut. Sangat sulit dan menguji kesabaran.

"Dengar aku baik-baik. Kau akan baik-baik saja, karena aku tidak akan membiarkan hal buruk terjadi kepadamu." Jungkook menatap Seulgi dengan serius kali ini. Dia sudah muak melihat ekspresi sahabatnya yang dari tadi murung.

"Tapi kau tidak akan selalu ada untuk mengawasiku." Wajah Seulgi tetap murung. Kalimat Jungkook tidak bekerja.

Jungkook menghela napas. Lalu dia bersenandung ria sambil terlihat gesturnya yang sedang berpikir. "Saranku, banyak-banyak berdoa kepada Tuhan untuk menenangkan hatimu. Mungkin meditasi juga memban--" Ucapan Jungkook dipotong dengan wajah Seulgi yang menjadi cerah karena mendapat pencerahan.

"JUNGKOOK!" Sangking semangatnya Seulgi sampai bangun dari kursi. Jungkook yang terkejut dengan aksi Seulgi hanya terdiam membatu.

"I LOVE YOUR BRAIN." Seulgi berjalan diiringi lompatan kecil, memutari meja untuk menghampiri kursi Jungkook. Dia memeluk kepala Jungkook.

"Aiyah! Kau pikir kepalaku bola bowling?" Keluh Jungkook sambil berusaha melepas kepalanya dari pelukan Seulgi.

Seulgi pun melepas pelukannya dan menepuk pelan pucuk kepala Jungkook. "Karena idemu yang cemerlang itu, aku akan mencoba menghubungi dan menemuinya." Seulgi tersenyum bangga.

"Seulgi!!!" Jungkook membulatkan mata dan mulutnya, tidak percaya dengan apa yang Seulgi katakan barusan. Sementara senyum Seulgi memudar karena heran apa salahnya kali ini.

"Saranku adalah untuk berdoa kepada Tuhan! Bukan menemuinya! Jangan menemui Tuhan dulu aku mohon. Hutang makanmu kepadaku masih tak terhitung." Tepat setelah kalimat Jungkook selesai, giliran Seulgi yang membulatkan matanya. Dia lalu mencubit sedikit rambut halus di kepala Jungkook, membuat Jungkook mengeluh kesakitan.

Did You Know?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang