CH - 32

608 84 7
                                    

________

____

__

Seulgi's POV

Pandangan sedang menonton siaran drama, namun pikiran kemana-mana. Itulah aku sekarang. Dengar, mana mungkin aku bisa bersikap normal, mengetahui Rose-ssi sedang dalam bahaya? Sebenarnya setelah mengetahui semua hal ini, aku ingin bicara dengan Jimin mengenai Rose. Tapi entah kenapa, aku merasa itu topik yang sensitif untuk diangkat begitu saja. Jadi aku bingung bagaimana cara mengatakannya kepada Jimin.

Kalau teman Jimin yang kemarin menelepon itu sangat memohon kepada Jimin, artinya hanya Jimin yang bisa menolong Rose kan? Lalu kenapa Jimin belum melakukan apa-apa? Sampai harus ditelepon begitu. Apa karena kemarin-kemarin dia tidak tahu cara memberitahukannya kepadaku? Jujur. Aku sama sekali tidak masalah jika dia membicarakannya baik-baik.

Gila. Aku tidak sekejam itu untuk melarang seseorang yang ingin membantu orang sekarat! Dan tidak semenyedihkan itu. Kalau Jimin harus sampai pergi ke Prancis, aku akan sangat mendukungnya. 

Karena aku akan merasa bersalah kalau sampai Rose tidak terselamatkan. 

Omong-omong soal drama yang sedang kutonton, pikiranku jadi teralihkan saat melihat adegan manis. Tadinya pemeran cowok bersekongkol dengan yang lain untuk membuat kejutan. Tapi mereka membuat pemeran cewek menangis, dengan berkata bahwa si cowok masuk rumah sakit. Dan itu termasuk bagian dari rencana.

Mereka pun mengantar cewek itu ke 'rumah sakit', yang ternyata adalah tempat kejutan dimana si cowok berada. Sungguh manis bukan? Bahkan tanpa sadar senyumku mengembang. Namun aku berhenti tersenyum saat seseorang menutupi pandanganku. Aku pun mendongak.

Jimin.

"Kau penggemar Lee Min Ho ya?" Tanya Jimin tiba-tiba, entah dari mana munculnya topik itu. Oh. Mungkin karena drama yang aku tonton.

"Hanya sekedar pengagum." Kujawab yang seadanya. Penggemar itu yang setia mengikuti segala aktivitas atau apapun yang dilakukan idolanya kan? Aku bukan begitu.

Aku pun melempar tatapan aneh ke Jimin. "Kenapa?"

Jimin pun mengangkat bahunya. "Entah, hanya ingin bertanya." Lalu dia duduk di sebelahku.

Tentu saja aku merasa aneh. Jimin memang terkadang suka basa-basi. Namun basa-basi yang kali ini sangat aneh. Jangan-jangan dia ingin meminta sesuatu. Atau mungkin dia ingin membicarakan soal Rose, tapi juga sama sepertiku. Tidak tahu bagaimana harus memulai. 

Jadi aku pun mulai bertanya. "Apa ada yang ingin kau bicarakan kepadaku?"

Jimin pun menarik napas lalu menghelanya. Benarkan apa aku bilang. Dia tidak mungkin basa-basi tanpa alasan. Pasti ada tujuan. Jadi aku hanya menunggunya untuk bicara. Namun ternyata jawabannya tidak sesuai ekspetasiku. Aku pikir dia ingin membicarakan tentang Rose. Seperti meminta izin untuk pergi ke Prancis atau semacamnya. Tapi...

"Bisakah kita ke rumah Jungkook sekarang?" Tanyanya dengan tatapan menunggu jawaban. Reaksiku? Yah begitulah. Pertanyaan yang Jimin lontarkan sangat tidak kutebak. Mana aku tahu dia ternyata ingin bertemu Jungkook?

Karena penasaran, tentu saja aku bertanya. "Ke rumah Jungkook? Apa ada yang ingin kau bicarakan?" 

"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan. Sekalian Yejun bisa bertemu dengan kakaknya." Jawab Jimin tanpa penjelasan. Kurasa hal yang ingin ditanyakan bersifat pribadi. Jadi aku tidak ingin memaksa Jimin.

"Baiklah" . Aku juga ingin bertemu Jungkook. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Apalagi dengan Wendy. Tapi sayangnya aku tidak bisa bertemu Wendy kecuali dia pulang kesini.

"Kalau begitu aku akan nyalakan mobil, kau dan Yejun bersiaplah." Aku pun mengangguk.

________

____

__

Author's POV

Percayalah, Seulgi ingin mencubit pipi Jungkook seperti biasa. Namun sayangnya dia harus berbincang dengan Jimin. Jadi Seulgi hanya menunggu di ruang tamu bersama Yeri dan Yejun. Omong-omong soal mereka, Seulgi jadi terharu. Melihat kakak adik yang telah terpisah, dan bersatu kembali setelah bertahun-tahun lamanya.

 "Bagaimana pengalaman hidup bersama Jungkook?" Seulgi bertanya dengan antusias. Pasalnya, Jungkook yang dia kenal sangat gugup jika berada di dekat perempuan. Seulgi dan Wendy terkecuali, karena Jungkook tidak menganggap mereka sebagai wanita. Ha ha ha.

Yeri pun tertawa. "Jungkook orang yang konyol. Tapi kekonyolannya membuat suasana tidak pernah canggung dan aku bersyukur akan itu. Tinggal bersamanya tidak begitu buruk."

"Dia tidak pernah terlihat gugup... atau apa gitu?"

"Kenapa gugup? Kita kan tidak melakukan apa-apa." Jawab Yeri, mengarah ke pembicaraan yang ambigu. Seulgi pun langsung tersenyum lebar. "Ahahahaha baiklah dengan senang hati aku menutup topik ini." Yeri yang mengerti maksudnya pun tertawa dan mengangguk.

"Bagaimana dengan kandungan eonni?" Yeri melihat perut Seulgi yang membesar. "Apakah bayi di dalam sana sehat-sehat saja, hum?" Suara Yeri diubah menjadi seperti logat bayi.

Senyum Seulgi mengembang. Dia pun juga menjawab dengan logat bayi. "Aku sangat, sangat sehat!" Kata Seulgi, seakan menjadi bayinya yang menjawab. 

Sudah imut-imut dibuat, tiba-tiba suara Yejun muncul diberat-beratkan. "Wahai bayi, tenanglah. Aku si anonymous yang ditakuti semua orang akan menjagamu."

Karena suara konyol Yejun, Yeri dan Seulgi pun jadi terbahak-bahak. Di tengah keseruan bercanda, Jimin dan Jungkook kembali dari balkon. Well, sepertinya mereka sudah menyelesaikan 'perbincangan', dimana hanya mereka yang tahu. 

"Jwungkwook-ah..." Seulgi menatap Jungkook dengan ekspresi sedih yang dibaut-buat. Begitupun Jungkook. "Sweulgi-ah..."

Mereka pun berlari ke arah satu sama lain secara dramatis. Dibuat-buat. Lalu memeluk satu sama lain seperti sudah tidak bertemu berabad-abad. Padahal belum selama itu. Maklum saja, dulu mereka selalu bertemu hampir tiap hari. Sekarang sudah susah untuk seperti itu. Sudah mempunyai kehidupan masing-masing yang harus dijalani.

"Kalian membicarakan apa sih? Sejak kapan kalian hubungan kalian di tahap sedekat itu?" Seulgi masih penasaran sampai sekarang.

Jungkook pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Yah... begitulah. Soal privasi yang laki-laki miliki. Kau tidak boleh tahu."

"Hump. Kalau begitu aku dan Yeri juga akan berbincang dan kalian tidak boleh tahu." Seulgi merangkul Yeri yang berada di sebelahnya. Yeri juga mengangguk setuju. "Eonni, sebenarnya ya..." Kalimat Yeri putus sampai sana, karena dia berbisik ke telinga Seulgi. Jadi tidak dapat didengar. Bahkan matanya sambil menatap Jungkook, membuat Jungkook curiga apa yang Yeri katakan.

Seulgi langsung tertawa terbahak-bahak sesaat setelah Yeri selesai berbisik. "Yerim-ah! Lain kali semprot saja dengan baygon. Dijamin ampuh." Jungkook pun jadi khawatir aibnya dibongkar. "Yeri. Apa yang kau bisikkan ha?" 

"Ohhh tidak kok, hanya privasi wanita. Kalian laki-laki tidak perlu tahu. Ya kan, eonni?" Yeri tersenyum bangga menatap Seulgi. Begitupun Seulgi yang mengangguk bangga. Mereka senang dapat melakukan balasan yang setimpal. He he he.

"Apa aku juga tidak boleh tahu? Ayo berikan aku pengecualian karena aku masih kecil." Yejun nyengir.

Seulgi terlihat berpikir, lalu menjawab. "Benarkah? Selama ini tidak pernah aku merasa bahwa Yejun adalah anak kecil. Dia seperti lebih tua dariku!"

Mendengar jawaban Seulgi, semuanya tertawa terbahak-bahak. Yejun yang berperilaku kolot adalah rahasia umum. Yejun pun hanya manyun mendengarnya. Baru kali ini identitasnya sebagai anak kecil tidak dapat digunakan untuk penyuapan orang dewasa.

Ups. Bukan penyuapan yang macam-macam kok. 

Hanya penyuapan untuk mengetahui sebuah rahasia wanita. Seperti... 

"... Jungkook kentut saat aku membuatnya kaget, dan baunya tidak hilang meski sudah tiga puluh menit. Aku hampir mati menahan napas, eonni. Tolong aku."

________

____

__



Did You Know?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang