CH - 44

748 110 10
                                    

________

____

__


Sudah hampir seminggu Seulgi tidak bicara apapun. Bahkan kehadiran Jungkook dan Wendy sudah tidak mempan. Seulgi hanya tetap diam. Pandangannya terkadang kosong, hanya menatap ke jendela. 

Kabar baiknya adalah tubuh Seulgi memulih dengan sangat baik. Bahkan satu atau dua hari lagi dirinya sudah boleh dirawat di rumah. Namun, tubuhnya tetap harus ditunjang oleh kursi roda. Dikarenakan ada beberapa bagian tulang yang masih belum pulih akibat benturan keras.

Ibu dan ayahnya sudah berusaha untuk bicara kepada Seulgi. Tapi Seulgi hanya menatap mereka. Tanpa mengatakan sepatah kata pun. Mungkin tubuh Seulgi memulih, tapi mentalnya memburuk.

Mereka semua tahu alasan di balik sikap Seulgi. Karena dia kehilangan. 

Sudah berkali-kali Jungkook hampir meninju wajah Jimin. Dia sudah bilang untuk tidak mengungkit soal anaknya yang digugurkan, dan biarkan Seulgi pulih total. Namun Jimin membela diri, karena mengatakan yang sejujurnya akan lebih baik. Daripada melihat Seulgi bahagia di atas kebohongan yang mereka tutupi.

Setiap beberapa jam sekali, perawat masuk untuk mengganti infus Seulgi. Tidak ingin bicara, pastinya tidak ingin makan. Jadi asupan gizi yang Seulgi butuhkan disalur lewat infus. Seulgi tidak pernah memberontak saat diganti infusnya. Tetap diam. 

Padahal mereka mengharapkan Seulgi untuk memberontak, agar mereka bisa melihat reaksi Seulgi lagi. Karena Seulgi yang seperti ini, terasa seperti tidak ada di dunia. 

Sekarang pun, Seulgi hanya memandangi jendela. Sedangkan Yejun sedang memandanginya. Orang tua Seulgi belum sampai di rumah sakit, karena mereka tidak menginap. Jungkook yang menyuruh mereka pulang. Menginap di rumah sakit pasti tidak nyaman. Jadi dia yang memutuskan untuk menjaga Seulgi bersama Jimin, Wendy, dan Yejun.

Jimin sedang mengurus surat-surat rumah sakit. Jungkook sedang menjemput orang tua Seulgi untuk datang ke rumah sakit. Dan Wendy sedang menelepon di luar, bersangkutan dengan cuti panjang yang tiba-tiba dia ambil. Hanya Yejun yang ada di dalam ruangan. Bersama Seulgi.

Dua puluh menit mungkin ada. Yejun terus memandangi Seulgi. Namun tidak sedikit pun dia melihat perempuan itu bergerak. Hanya kelopak matanya saja yang mengedip. Napasnya yang keluar masuk. Jantungnya yang berdetak.

Yejun sangat merasa bersalah melihat Seulgi seperti ini. Dia berharap Seulgi akan melihatnya balik, memanggilnya, dan bicara padanya. Namun dua puluh menit berlalu dan Seulgi tidak menoleh kepadanya sama sekali. Apakah Seulgi akhirnya marah? Menyesal karena sudah menyelamatkan hidupnya dan malah kehilangan anaknya?

Akhirnya Yejun menyerah dan menunduk. Tidak memandangi Seulgi lagi. Dia sangat ingin menangis. Tapi dia takut Seulgi akan menganggapnya berisik dan mengusirnya. Akhirnya, Yejun memutuskan untuk melihat Seulgi sekali lagi dan pergi ke kamar mandi untuk menangis.

Namun saat Yejun kembali melihat Seulgi, yang dilihat pun sedang memandangnya balik. Karena itu lah Yejun membatu di tempat. Untuk pertama kalinya, Seulgi menoleh kepadanya. Tapi tetap tidak mengatakan apa-apa.

Karena itu, Yejun memberanikan diri. Tidak peduli jika Seulgi memang membencinya. Dia hanya ingin menyampaikan permintaan maaf yang terus mengganjal. 

Yejun melangkah mendekat ke kasur Seulgi. 

"Noona."

Tentu saja Seulgi tidak akan menjawab. Apa yang dia harapkan? Namun tidak apa-apa. Seulgi melihatnya kembali pun sudah cukup. 

"Noona... joesonghabnida." Yejun membungkuk empat puluh lima derajat, meminta maaf. Lalu dia kembali tegak menatap Seulgi. Seulgi masih memandangi dirinya, seperti menunggu kalimat lain.

"Noona. Apa kau tahu seberapa takutnya aku saat melihatmu berlumuran darah? Aku tidak takut dengan darah. Tapi aku takut kau juga akan pergi, noona." Air mata Yejun mulai berlinang. Dia tidak dapat menahannya lagi. Selama ini dia sudah menjadi anak yang kuat. Tidak pernah menangis.

Siapa sangka Seulgi yang membuatnya menangis lagi?

"Noona. Kalau saja aku menyebrang dengan lebih hati-hati. Kau tidak harus menyelamatkanku dan tidak akan celaka." Kalimat itu membuat sedikit perubahan ekspresi wajah Seulgi. 

Namun Yejun tetap lanjut bicara. Karena yang dia pikirkan hanyalah Seulgi membencinya. 

"Noona. Kenapa kau menyelamatkanku? Aku hanya anak biasa dari panti asuhan. Tidak sebanding dengan anak di perutmu. Kalau saja aku yang tertabrak, kau tidak akan seperti ini. Aku juga tidak masalah tertabrak. Karena aku tahu kalau aku tidak selamat, aku akan bertemu appa dan eomma." Yejun tersenyum. Namun detik berikutnya dia menangis.

"Kalau saja kau tidak menyelamatkanku, semuanya akan lebih baik. Aku mengerti kalau kau membenciku seka---"

Seulgi langsung menarik Yejun ke dalam pelukannya. "rang..."

Tubuhnya terisak hebat. Dia tidak tahan lagi melihat Yejun bicara seperti itu. Bisa-bisanya dia tidak melihat kalau dirinya begitu berharga? Bisa-bisanya Yejun berharap untuk tertabrak, di saat Seulgi menyelamatkannya untuk tetap hidup?

"Yejun-ah, aku akan benar-benar membencimu jika kau bicara seperti ini lagi." Ucap Seulgi sambil terisak.

Dia mengeratkan pelukannya terhadap Yejun. "Asal kau tahu, aku takut kehilanganmu dan itu kenapa aku menyelamatkanmu." 

Seulgi mengambil napas, lalu bicara lagi.

"Kau bukan hanya sekedar 'anak dari panti asuhan'. Kau adalah Yejun. Anak terkuat yang pernah aku jumpai. Maaf, tapi aku akan terus mencegahmu untuk bertemu orang tuamu di atas sana, selagi aku bisa melakukannya. Dan kau sudah seperti keluargaku sendiri, Yejun-ah. Kehilangan anakku ataupun dirimu, sama besar sakitnya." Seulgi mengelus kepala Yejun. Kemudian dia melepas pelukan dan merangkup wajah Yejun.

"Yejun-ah. Kalau pun kejadian yang sama terjadi lagi untuk kedua kalinya, aku akan tetap melakukan hal yang sama."

Yejun pun menjawab, dengan suara yang serak. "Kalau begitu aku tidak akan mau menyebrang jalan lagi. Aku tidak ingin kehilangan orang yang kusayang untuk kedua kalinya." Air mata Yejun lolos melalui pipinya. 

Seulgi menarik Yejun untuk duduk di kasur, bersebelahan dengannya. "Noona. Aku pikir kau membenciku."

Seulgi menggeleng keras. "Tidak akan pernah terjadi."

"Kenapa selama seminggu ini kau hanya diam, noona?" Yejun mendongak, menunggu jawaban Seulgi.

"Karena aku tidak punya alasan untuk bicara." Jawab Seulgi, tanpa melihat Yejun.

"Lalu kenapa kau ingin bicara denganku sekarang?" Yejun tetap bertanya, karena menurutnya sangat tidak normal untuk Seulgi tidak membencinya sama sekali. Apakah perempuan selalu sebaik ini?

Tanpa ragu Seulgi menjawab. "Karena kau salah satu alasan kenapa aku bertahan."

Wajah Yejun menjadi bingung. Kenapa dia menjadi alasan Seulgi bertahan, kalau dia sendiri yang menyebabkan Seulgi celaka seperti ini? 

"Alasan?"

Seulgi tersenyum. "Apa kau tidak ingat?"

Yejun menggeleng. 

"Aku mengajakmu untuk makan ice-cream suatu hari nanti. Kau pikir aku akan pergi sebelum itu terjadi?" 

Yejun akhirnya ingat. Kalimat terakhir Seulgi sebelum akhirnya dia tidak sadarkan diri dengan darah yang berlumuran.

"Ayo makan ice-cream suatu hari nanti."


________

____

__



Did You Know?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang