Berita meninggalnya Kyra yang begitu mendadak tentu saja langsung tersebar di lingkungan kampus. Desas-desus juga turut mengikuti. Padahal sejatinya, kepergian seseorang tidak seharusnya menjadi bahan pembicaraan, bukan?
Bahkan banyak sekali mahasiswi di kampus yang membicarakan kepergian Kyra secara terang-terangan bersama teman-temannya di tempat umum seperti kantin di mana Jemin dan Darren kini berada.
"Katanya gara-gara aborsi ga sih? Gila ya, nekat banget lagian jadi cewek."
"Gak kaget sih, jujur. Liat aja kelakuan Kyra di instastory closed friend sama second account-nya, she was a slut."
"Isi snapgramnya kalau gak party, minum, rokok yah cowok. Liar banget emang, berduaan noh sama Putri juga sejenis."
"Cewek kalau julid napa pedes banget yak? Gue yang cuma ngedengerin aja berasa nyelekitnya," komentar Jemin tentu saja secara sembunyi-sembunyi. Bagaimanapun juga, ia masih ingin hidup damai dan menjauhi konflik. Kan tidak lucu kalau sampai Jemin kena labrak para mahasiswi sekampus karena omongannya barusan.
Darren yang diajak bicara tak menanggapi. Masih melamun entah dengan pikiran apa yang menghantui isi kepalanya. Yang pasti, siapapun yang melihat Darren, pasti tahu kalau cowok satu ini sedang tidak baik-baik saja.
Orang asing saja bisa menyadari betapa tidak baiknya kondisi Darren, apa lagi Jemin? Ia sangat sadar kalau Darren sedang memendam masalah. Sudah beberapa kali Jemin menanyakannya, namun jawaban yang ia terima sama.
"Nanti ya, Jem. Gue belom siap kasih tau."
Dan sekarang, untuk ke sekian kalinya Jemin akan kembali bertanya.
"Bro Darren, lo kenapa? Makin hari, gue perhatiin lo makin surem aja," tanya Jemin. Di balik kata-kata yang terdengar begitu tak acuh, sebenarnya Jemin peduli. Darren itu sudah seperti saudara sendiri buat Jemin.
Darren masih tak bersuara, namun ia menolehkan kepalanya untuk menatap Jemin. Kantung matanya agak menghitam, salah satu indikasi tentang kualitas tidurnya yang memburuk.
"Ke rooftop," ucap Darren akhirnya dengan dingin dan singkat.
"O-okay, sebentar seruput kuahnya dulu sekali lagi," balas Jemin sebelum menyeruput kuah mie yang ia pesan lalu buru-buru beranjak untuk menyusul Darren yang memang sudah melangkah pergi lebih dulu.
Setibanya di rooftop, markas sekaligus tempat favorite mereka untuk mengobrol, Darren masih diam, tak bersuara. Ia hanya menatap jauh entah ke mana.
"Berat banget masalah yang kali ini, Ren?" Jemin akhirnya memilih untuk membuka pembicaraan.
Ada beberapa detik keheningan yang ke sekian kalinya hadi di antara kedua sahabat itu. Sampai akhirnya, Darren menjawab dengan suara bergetar, "Jem, Ryuna lagi ngandung anak gue ..."
Jemin mendengarnya, tapi entah mengapa telinganya terasa berdengung.
Bahkan nama Ryuna sudah hampir tidak pernah tersebutkan lagi dalam perbincangan mereka sejak terakhir kali Darren bercerita mengenai kejadian di malam itu. Jemin pikir semuanya memang sudah selesai, lalu mengapa tiba-tiba menjadi serumit ini?
"Ryuna yang waktu itu?" tanya Jemin memastikan dan ditanggapi dengan anggukan kepala Darren.
"Ren, gue gak tau harus ngomong apa ..." hanya itu jawaban yang mampu Jemin berikan. Sumpah, ia juga merasa bingung harus merespon bagaimana.
Kalau ia di posisi Darren, mungkin melompat dari rooftop sekarang juga adalah hal pertama yang akan ia lakukan. Untung saja Darren tak sempat berpikir demikian, karena Jemin cukup yakin kalau sahabatnya bisa saja akan benar-benar melompat kalau hal tersebut terlintas di otaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK
RomanceWARNING 21+ 🔞 Tentang Darren Gautama, mahasiswa biasa yang menjalankan hidupnya dengan biasa saja. Bagi Darren, dirinya hanyalah seorang figuran dalam panggung kehidupan. Tapi tak apa, selama semuanya berjalan lancar, ia tidak pernah berharap menja...