17 - big news

2.9K 410 95
                                    

Satu persatu piala dan piagam pencapaian di rak kaca ruang keluarganya kini nampak begitu menarik. Lomba debat, lomba pidato, juara cerdas cermat, olimpiade, hingga juara kelas, semuanya Ryuna peroleh semasa sekolah dengan jerih payah dan dorongan dari orang tua. Meski harus mengorbankan banyak waktu bersosialisasinya, yang penting Ryuna bisa menjadi anak kebanggaan Papa Mama waktu itu.

Ya, kebanggaan. Tapi bukan kesayangan.

Karena, kesayangannya Papa dan Mama ya Kak Adrian.

Peran Ryuna di rumah hanya sekedar menjadi anak yang bisa Papa Mamanya banggakan kepada khalayak keluarga besar. Haha, dipikir-pikir nasib Ryuna tidak ada bedanya dengan piala dan piagam yang ia perhatikan barusan ya?

Ah, selain itu Ryuna juga harus menjadi adik super pengertian untuk sang Kakak.

"Nak, ngalah ya sama Kakak mu..."

"Ryuna, tolong maafin Kak Adrian ya?"

Ya, Ryuna paham kok dia harus mengalah dan memaklumi kondisi Kak Adrian yang memang berkebutuhan khusus itu.

Ryuna bukannya membenci kakaknya, tidak sama sekali. Ryuna sayang Kak Adrian, begitu faktanya.

Ryuna juga paham kenapa Papa Mama sampai harus memberi Kak Adrian perhatian ekstra. Down Syndrome dengan kondisi jantung yang lemah yang Kak Adrian miliki sedari lahir memang memaksa Papa, Mama bahkan Ryuna sekalipun untuk menjaganya.

Tapi, bolehkah Ryuna merasa lelah karena harus menjadi pihak yang selalu mengalah dan dinomor sekian-kan oleh kedua orang tuanya?

Bahkan, sampai Kak Adrian telah berpulangpun, Ryuna tetap menemukan dirinya sebagai si nomor dua.

"Ah, mikirin apa sih gue?" Ryuna merutuki dirinya sendiri. Kenapa ia menjadi seperti anak kurang perhatian begini?

Jam masih pukul dua siang, ia seharusnya masih di kampus dan ikut mengawasi proses run through teater kelasnya. Tapi, karena tubuhnya mendadak ambruk tadi kini ia di rumah. Sahabat keras kepalanya, Denise yang memaksa Ryuna untuk pulang.

Dan lihat, kini Ryuna justru jadi terjebak dengan pikurannya sendiri. Kepala Ryuna jadi sakit, terlebih nanti malam Robert dan mamanya akan datang ke rumah. Semakin merunyamkan hidup Ryuna saja.

Bagaimana caranya Ryuna bisa lepas dari hal ini?

Tahu kalau pikirannya tidak menghasilkan satupun solusi, Ryuna putuskan untuk masuk ke kamarnya. Ia ambil sebungkus rokok dari dalam tas untuk ia sesap sendiri di balkon kamar.

Mumpung Papa dan Mama masih di tempat kerja, jadi Ryuna bisa bebas menikmati batang nikotin tersebut.

Iya, tidak apa. Untuk sementara, rokok masih akan tetap menjadi pelarian Ryuna.

•••

"Wuish, ada yang borong danusan orang nih. Sini, gue bantu habisin," Jemin menyambut dengan sumringah kedatangan Darren di kelas pagi itu. Ia nampak mengenggam dua kantong plastik transparan dengan masing-masing sepuluh buah risol dan pisang cokelat di dalamnya. Dua menu andalan untuk danus di kampusnya.

"Nih, makan aja," Darren mengijinkan.

"Danus anak mana yang lo borong? Tumbenan," Jemin bertanya sembari menikmati sepotong risol isi ham mayonnaise yang ia ambil.

"Danus anak PAC (Performing Arts Communications), buat persiapan teater kelas mereka tahun ini," terang Darren turut mencomot pisang cokelat yang ia beli.

"Baru tau gue kalau lo ada temen anak PAC," gumam Jemin sedikit heran.

"Bawel banget lo, Jem. Makan tinggal makan," oceh Darren.

STUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang