13 - hello again?

3K 436 179
                                    

Harus melewati beberapa hari perkuliahan dengan niat nol persen dan suasana hati serta pikiran yang tak tenang itu ternyata cukup berat.

Banyak yang berputar di kepala Darren beberapa hari belakangan.  Kepalanya tak bisa diajak untuk tenang. Sialnya, nurani Darren seakan ikut gundah. Tumben-tumbennya akal dan hati bisa kompak begini.

Serius, Darren rindu hidup damainya dua minggu yang lalu ketika isi kepalanya tidak dihantui oleh pikiran-pikiran dan perasaan mengganjal tanpa alasan. Seingat Darren, waktu itu persoalan yang menghantui pikirannya hanya sebatas bagaimana menyelesaikan tugas statitiska dan mendapatkan kembali jaket pemberian Jemin yang ia pinjamkan kepada Ryuna.

Padahal Darren sendiri sadar bahwa kekhawatiran yang ia rasakan itu tidak ada gunanya. Masalah-masalah itu hanya berputar di pikiran Darren saja, hanya ketakutan-ketakutan yang belum tentu terjadi. Buktinya, sampai detik ini semua masih baik-baik saja. Tak ada yang berubah maupun dapat Darren ubah dengan kekhawatiran yang terus ia rasakan.

Semestinya tidak ada yang perlu Darren gundahkan, bukan?

Beruntung, Darren tetap bisa melalui hari-hari perkuliahannya itu dengan cukup baik. Sehingga di akhir pekan yang sudah ia nantikan ini, ia bisa tidur sampai siang.

Namun,

"Akh, Mami! SAKIT!" tidur Darren yang damai di hari Sabtu itu harus rusak saat teriakan melengking barusan terdengar sampai kamar dan mengusik tidurnya.

Dengan terpaksa, ia pun harus terbangun untuk mengumpulkan nyawa sebelum akhirnya ia turun ke ruang tengah, melihat apa yang membuat Leo memekik heboh pagi ini. Kalau Sabtu pagi di pekan lalu Leo kaget karena mendapati Ryuna dan Darren tidur seranjang, lalu pagi kali ini apa?

Darren segera menggelengkan kepala sekilas, mengusir sekelibat ingatan tentang pagi itu.

Sesampainya di ruang tengah, ia mendapati Mami sedang terduduk nyaman di sofa dengan Leo yang membaringkan kepalanya di pangkuan Mami. Jangan bayangkan adegan Ibu sedang mengelus kepala anaknya dengan sayang. Mami justru sedang sibuk menekan beberapa jerawat di dahi Leo menggunakan Acne Needle. Dari mana coba Mami mendapatkan benda tersebut? Ada-ada saja.

"Mami, kok uda sampe? Bukannya harusnya sore?" tanya Darren ikut duduk bergabung dengan keduanya di sofa ruang tengah.

Ya, dua hari yang lalu Mami memang secara mendadak mengabari akan bertandang ke Jakarta. Firasat Darren mengatakan, Mami ingin membicarakan perihal keputusan sang Mama yang sudah Darren ketahui ketika pertemuan terakhir mereka di Jumat pekan lalu.

"Mami berubah pikiran, takut terlalu mepet sama acaranya Ningsih nanti," jelas Mami masih sibuk memencet jerawat Leo. Leo yang merontah tak diacuhkan, Mami sudah keburu gemas untuk memecahkan jerawat tersebut.

"Acaranya Ningsih? Emang dia mau ngapain?" Darren bertanya lagi dengan kernyitan di dahi.

"Kebiasan, kalau dikasih informasi di grup keluarga tuh dibaca, Darren. Om Larry kan ngundang kita buat makan malam ngerayain ulang tahun Ningsih nanti," sahut Mami kini ikutan gemas dengan ketidak acuhan Darren. Ia heran, kenapa dua putra yang ia asuh sedari kecil bisa secuek ini.

"Elah, Ningsih. Uda tua masih aja dirayain ulang tahunnya macem anak TK," isi hati Darren disampaikan dengan lancar oleh Leo. Akibatnya, Leo-lah yang menerima jitakan dari Mami. Darren bersyukur, setidaknya ia tidak menjadi korban jitakan Mami barusan.

"Mami! ISH, AKU ANAKMU LOH, MI!" rengek Leo berusaha bangkit dari posisinya untuk kabur dari jeratan Mami.

"Justru karena kamu anak Mami makanya ini Mami perhatian urusin kulit wajah kamu. Sini, jangan rewel," Mami memaksa.

STUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang