26 - together

3.6K 483 138
                                    

Setetes air mata jatuh mengenai potret gadis manis yang sudah dipandangi sedari tadi. Pada foto tersebut, si putri bungsu tersenyum dengan sebuah piala hasil kemenangan olimpiade Sains yang berhasil ia menangkan. Namun, setelah bertahun-tahun potret itu ada, sang ibu yang seharusnya menjadi orang terdekat yang menemani sosok cantik itu justru baru menyadari betapa kosong senyuman anaknya.

"Maafin, Mama," suara seorang ibu yang sedang menangisi anaknya memang terdengar amat perih.

"Mama gagal jadi ibu yang baik buat kamu dan buat kakakmu, maafin Mama," didekapya bingkai foto tadi dengan erat. Rasa sesak akan penyesalan dan rasa bersalah dalam dirinya nyatanya tidak pernah benar-benar hilang.

Ia merindukan Ryuna, putri semata wayang yang selalu ia banggakan. Yang selalu ia ceritakan pada murid-murid dan orang tua yang datang berkonsultasi padanya.

Ia menyayangi Ryuna, itu adalah fakta yang tak terbantahkan.

Sayangnya, ucapan Ryuna lusa kemarin berhasil mematahkan anggapannya tersebut.

"Cuma Kakak, Kakak dan Kakak yang selalu Mama Papa perhatiin! Ryuna cuma ada buat menuhin ego Mama sama Papa selagi kalian sibuk ngurusin Kakak karena perasaan bersalah kalian!"

Pernyataan itu sukses menyentaknya.

Ternyata selama ini, Ryuna berpikir demikian dan terus memendam semua asumsi itu seorang diri?

Mama tidak pernah sadar jika sikapnya selama ini telah menyebabkan Ryuna bisa berpikir seperti itu. Membuatnya tenggelam dalam asumsi yang amat keliru.

Adakah ibu yang setidak peka dirinya?

Ironis, padahal biasanya ialah yang selalu menasehati orang lain perihal hubungan orang tua dengan anak. Tapi ternyata, hubungan dengan Ryuna -putrinya sendiri justru berantakan.

Bagaimana mungkin seorang ibu sebuta ini perihal perasaan buah hati sendiri?

Ibu macam apa dirinya?

Bahkan, ia tidak merasa pantas dipanggil dengan sebutan 'ibu' setelah ini.

"Kamu benar, Ryuna. Coba kalau Mama gak jahat dan egois," lirihnya sekali lagi pada potret Ryuna yang barusan ia dekap penuh kerinduan.

Jika saja ia tidak egois, kedua anaknya tak harus melalui ini semua. Adrian bisa saja hidup selayaknya anak laki-laki normal pada umumnya dan menjadi sosok kakak yang bisa menjaga Ryuna. Sedangkan Ryuna, ia tidak perlu menanggung semua ekspetasi yang secara tak sengaja dibebankan oleh Papa Mama dan terus mengalah demi sang Kakak.

Ryuna, karena kondisi Kakaknya dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya. Dipaksa mengerti dan paham akan segala keadaan di keluarga.

"Bukan cuma Adrian, kayaknya Mama juga bikin hidup kamu hancur ya, Ryu?" tanyanya entah pada siapa karena saat itu, memang hanya ada Mama seorang di kamar Ryuna.

"Ryuna, Adrian, maafin Mama..."

•••

Ryuna terbangun sore itu di kamar Darren. Waktu sudah menunjukan pukul empat sore, namun tak terdengar suara apapun dari luar yang berarti baik Darren maupun Leo belum selesai dengan perkuliahan mereka.

Kepalanya masih terasa agak pening, tapi setidaknya sudah jauh lebih membaik. Suhu tubuh Ryuna juga sudah menurun. Sepertinya, sesi bercerita dengan Denise dan menangis sebelumnya cukup berhasil meringankan sedikit beban pikiran Ryuna.

Walau ya percuma, jalan keluar untuk permasalahannya masih belum ditemukan.

Rumit, ini amat rumit.

STUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang