14 - satnight

4K 448 190
                                    

"Ryuna, gue tadi mang– l-lo kenapa nangis?"

Ryuna menatap sosok di hadapannya yang sekaligus adalah pencegatnya. Linangan air mata membuat pandangannya agak mengabur sehingga butuh beberapa detik bagi Ryuna untuk menyadari bahwa orang tersebut adalah Darren.

Demi apapun, kenapa di antara sekian banyak manusia, harus Darren yang bertemu dengannya?

Ryuna menepis tangan Darren yang mencegat lengannya, "g-gue gak nangis!"

"Lo nangis, jelas-jelas itu air mata lo masih ngal–"

"Gue bilang enggak ya enggak! Gue enggak nangis!" elak Ryuna lagi sembari tetap berjalan melewati Darren begitu saja. Namun, ternyata Darren itu tidak kalah keras kepala. Ia tetap menyusul Ryuna.

"Jangan bohong, air mata masih ngucur begit–"

"Iya, emang kenapa kalau gue nangis!? Gak ada urusannya kan sama lo!?" sekarang, ia pasti terlihat bodoh di mata Darren. Mengomel dengan air mata masih bercucuran. Menyedihkan sekali, bukan?

Darren tak menyahut. Ia diam saja melihat Ryuna masih sesenggukan. Memberikan waktu untuk perempuan di hadapannya menangis sampai puas. Tapi sepertinya, Ryuna sudah cukup lama menangis. Terlihat dari mata yang sembab. Dan, dari tubuhnya yang nampak basah kuyup, Darren yakin Ryuna pasti habis kehujanan.

Tsk, kehujanan dengan hanya memakai dress selutut tanpa lengan di malam hari seperti ini, apa Ryuna gila?

"Ryuna, lo kedinginan. Pake jaket gue dulu," ucap Darren yang ternyata sudah melepas jaketnya dan kini bermaksud menyampirkan jaket tersebut pada tubuh Ryuna. Bibir Ryuna yang mulai pucat sudah cukup menjadi tanda bahwa ia cukup lama terguyur hujan dan kini sedang kedinginan.

Untung saja, kali ini Ryuna anteng dan terima saja saat Darren menyampirkan jaket di bahunya.

"Gue gak tau kenapa lo nangis, gue juga gak perlu tau karena seperti kata lo, itu emang bukan urusan gue. Tapi, lo sekarang kasih tau gue ya dimana rumah lo biar gue anter pulang, okay?" Darren itu tidak ahli menghadapi perempuan yang menangis. Jadi baiknya ia segera mengantar Ryuna pulang saja. Ini sudah malam juga, Ryuna bisa sakit kalau disini terus.

"Gak, gue gak mau pulang," jawaban singkat Ryuna membuat Darren bingung.

Sepertinya, memang harusnya Darren tinggalkan saja Ryuna tadi.

"Terus lo mau kemana? Ini uda malem banget dan lo basah kuyup begini. Lo bisa sakit lama-lama," Darren menyatakan kebingungannya. Malah perutnya juga lapar pulah. Aduh...

"Tinggalin aja gue disini, gue bisa urus sendiri," kata Ryuna singkat.

Mengurusnya sendiri? Darren mana mau percaya. Suaranya saja sudah selemas itu.

"Ah, gak tau lah! Gue gak mau peduli! Bingung mau lo apa!" decak Darren mulai gemas sendiri dengan situasi yang ada. Perut lapar membuat emosi Darren naik turun dan ketidakjelasan Ryuna justru semakin memperkeruh suasana hatinya.

"Yah lo tinggalin aja gue, pergi sono," respon Ryuna dengan enteng karena nyatanya Darren memang tak beranjak dari hadapan Ryuna, berbanding terbalik dari ucapannya sendiri barusan.

"Ikut gue," Darren menarik tangan Ryuna secara paksa menuju motor yang terparkir tak jauh dari posisi mereka. Untung sudah malam, jadi tidak ada yang akan memarahi Darren karena sudah sembarangan berhenti di pinggir jalan seperti sekarang.

"Apaan dah!? Gue gak mau!" Ryuna berusaha melepas cengkraman tangan Darren.

"Ryu, sumpah gue lagi laper dan lo lagi kedinginan. Please, nurut bentar. Gue cuman mau nolong," ucap Darren tegas.

STUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang