31 - count on each other

2.9K 441 106
                                    

"Darren, jawab! Lo beneran mau pergi ninggalin gue?"

Air mata yang meluruh keluar dari kedua netra Ryuna tentu tak membuat suasana hati Darren membaik.

Tapi Darren sendiri tak bisa berbuat apa-apa, ia bahkan sedang tak berada di kondisi yang baik-baik saja untuk menghadapi Ryuna. Ingin rasanya Darren berteriak, ingin rasanya ia lari, menghilang, dan lenyap.

Semua bersarang dan bercokol dalam kepala Darren, menyesakan rongga dadanya. Sedangkan tuduhan Ryuna sama sekali tak membantu situasinya.

Tidakkah Ryuna lihat sendiri betapa pusingnya Darren yang sedang berusaha mempertanggungjawabkan apa yang jadi bagiannya?

Kenapa Ryuna tak memercayainya?

Darren bisa saja dan ingin sekali marah akan sikap Ryuna yang meragukannya barusan. Tapi, ia terlalu lelah. Sangat ama lelah.

"Ryu, please jangan nangis," mohon Darren.

"You haven't answered my question," tatapan nanar Ryuna menusuk perasaan Darren. Ia seakan terhakimi dengan bagaimana cara Ryuna menatapnya kini.

"I won't leave you, okay? Gue gak akan ninggalin lo," sahut Darren mantap. Ia genggam kedua bahu kecil Ryuna, berharap perempuan itu bisa melihat kesungguhan Darren.

Diragukan disaat dirimu sedang berusaha sebaik mungkin tentulah mengecewakan.

"Then why did you asked me to le–"

"I'm planning to take the first flight for tomorrow, gue mau kasih tau masalah kita berdua ke Papi Mami di Surabaya," akhirnya Darren berterus terang.

Ia tak memberitahu Leo, karena ia tahu Leo pasti akan melarang Darren pergi sendiri. Begitu juga dengan Ryuna, awalnya ia ingin merahasiakan dulu hal ini dari Ryuna karena Darren pikir, urusan Papi Mami adalah urusannya, dan Ryuna tak perlu tahu dulu. Terlebih, sesungguhnya Darren masih amat ragu.

Itulah mengapa Darren benar-benar butuh waktu untuk menyendiri sejenak guna memantapkan hati dan mengumpulkan keberanian.

"Tapi tadi lo bilang lo butuh waktu sendiri, lo bohong," Ryuna tak mengalihkan netranya dari netra Darren. Menuntut penjelasan.

Darren diam sejenak sebelum kemudian menjawab, "no, I didn't lie when I said that."

"Gue butuh waktu buat siapin diri gue, I think I just need a space to think about it all over again," lanjut Darren akhirnya berterus terang. Ada secuil rasa lega seusai ia berhasil terbuka.

"M-maaf gak ngomong ini dari awal dan bikin lo jadi salah paham. G-gue ragu langkah yang gue ambil udah bener apa belum," kedua tangan Darren pada pundak Ryuna berlahan melonggar.

Darren kini sadar akan kesalahannya yang berujung membuat Ryuna khawatir.

Darren tidak mengandung, janin itu tak berada dalam tubuh Darren, ia tentu tak akan benar-benar paham bagaimana perasaan Ryuna saat pemuda yang mengaku akan bertanggung jawab mendadak memintanya untuk pergi tanpa alasan pasti.

Rasa kesal Darren beberapa menit yang lalu berganti menjadi rasa bersalah. Tetapi, sentuhan yang Darren rasakan di pipi kanannya menyentak Darren dari lamunan rasa bersalah tadi.

"Ren, lo gak harus ngadepin semuanya sendiri," ucap Ryuna sembari mengelus halus pipi pemuda di hadapannya, memberi sedikit rasa tenang pada pikiran kalut Darren.

"Gue bingung, Ryu…" ucap Darren lagi sarat akan rasa frustasi.

"Same here, we are all fucked up," Ryuna menanggapi.

STUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang