"Pi, Mi, keluarga Ryuna lagi kedatangan tamu. Kayaknya, kita harus nunggu lagi agak lama," Darren memberitahu informasi baru saja Ryuna kabarkan padanya lewat chat.
"Jadi bener, orang-orang tadi itu tamunya keluarga Ryuna?" tanya Mami yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Darren. Sebelumnya, saat mereka menunggu di mobil, mereka memang melihat ada serombongan keluarga kecil memasuki perkarangan rumah Ryuna.
Mami menghela nafas, terdengar sedikit lega.
"Gak apa deh kalau harus nunggu, seenggaknya kamu bisa nafas dulu sebentar. Mami dari tadi sampe sekarang masih keringet dingin mikirin gimana nanti nunjukin wajah di depan orang tuanya Ryuna," tutur Mami.
"Ren, Ren, aneh-aneh aja kamu," keluh Mami masih kepusingan sendiri.
Darren bungkam tak merespon, tak tahu harus menanggapi bagaimana.
"Tapi kamu sama Ryuna keliatan agak canggung ya, apa karena lagi bareng sama Mami Papi?" tanya Mami lagi. Setelah seharian ini ia lebih banyak diam, akhirnya suara celoteh kerinduan Darren kembali.
Tentu saja Darren tak menemukan jawaban yang tepat, nyatanya ia dan Ryuna belum bisa disebut sebagai sepasang kekasih, bukan?
"Menurut Mami, Nak Ryuna tadi gimana?" kini Papi juga ikut bersuara, menyelamatkan Darren dari pertanyaan Mami yang tak bisa ia jawab berusan.
"Mami belum bisa komentar banyak soalnya dia keliatan ketakutan sama kita, Pi," jawab Mami.
"And, she's look miserable, she's definitely not fine. Kalau Mami ada di posisi orang tua Ryuna dan liat putri kesayangan Mami keliatan sekacau itu, kamu gak akan selamat, Ren," tambah Mami lagi melirik ke arah Darren di kursi penumpang.
Aduh, Mami semakin membuat Darren tidak tenang saja.
"Ren, kamu sudah pernah atau sempat antar Nak Ryuna cek kandungan ke dokter?" giliran Papi yang bertanya.
Darren menggeleng, seminggu ini terasa begitu panjang karena banyak sekali hal terjadi. Hal itu bahkan tidak terlintas di pikiran Darren sama sekali.
"Usia kandungannya berapa? Tau?" Mami gantian bertanya.
Darren nampak berpikir dan mencoba mengingat, hanya saja tidak ada jawaban yang muncul di benak Darren.
Sampai akhirnya, sebuah sentilan kecil dahi Darren terima dari Mami. Tidak hanya sekali, melainkan lima kali beturut-turut.
"Akh, Mi sakit," pekik Darren berusaha melindungi dahi mulusnya.
"Mami masih baik karena cuma nyentil kamu ya! Sebenernya pengen Mami gebuk," Mami kesal sendiri.
"Son, I don't think you are ready for marriage," ucap Papi.
Iya, perkataan Papi benar, Darren tak menyangkal hal tersebut. Tapi, memangnya ada yang akan mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi semendadak ini? Kalaupun ada, bukan Darren orangnya.
"Condom exists for a reason, Son," ucapan Papi barusan membuat Papi mendapat pukulan dari Mami.
"Papi! It's inappropriate to talk like that to our son!"
Darren menghela nafas melihat reaksi Mami. Ayolah, apa di mata Mami, ia masih anak kecil polos?
"Loh? Darren 'kan udah bukan anak kecil lagi, toh bukannya Mami sendiri juga selalu ngasih kebebasan buat Darren dan Leo? You even allowed them to drink and go to their friends' party, didn't you?"
Apa sekarang Mami dan Papi akan bertengkar di depannya? Ya ampun, Darren rasanya ingin menghantamkan kepala ke jendela.
"I trust them! I trust our kids! Darren dan Leo tau batasannya, Pi dan biarinin mereka bersenang-senang sama temen-temen mereka bukan berarti Mami izinin mereka main kejauhan! Kalau Papi ngomong seenteng itu, Mami afraid that they will start to normalize this!"
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK
RomanceWARNING 21+ 🔞 Tentang Darren Gautama, mahasiswa biasa yang menjalankan hidupnya dengan biasa saja. Bagi Darren, dirinya hanyalah seorang figuran dalam panggung kehidupan. Tapi tak apa, selama semuanya berjalan lancar, ia tidak pernah berharap menja...